Empat - Married By Accident

10.7K 542 6
                                    

Orangtua Emora meyakinkan kepala sekolah jika Bian dan Emora hanya akan menikah sirih, jadi Emora masih bisa ikut ujian nasional. Lagipula kurang dari tiga bulan lagi ujian nasional.

Beruntung kepala sekolah menyetujui usulan mereka. Tapi dengan syarat Emora tidak boleh hamil.

"Percaya sama Emora," kata Emora meyakinkan.

Lagipula Emora tidak mungkin melakukan sesuatu sama Bian karena ia sudah mengancam Bian untuk tetap jaga jarak meskipun status mereka sudah menikah sirih.

Keputusan sidang sudah didapatkan. Emora masih boleh sekolah selama murid-murid yang lain tidak merasa terganggu. Terdengar kabar jika semua kelas sudah akan berdemo jika Emora masih diterima. Untunglah sampai sekarang masih belum ada tindak lanjut dari ucapan mereka.

Rasti yang terlambat menjemput mereka akhirnya muncul setelah keluarga Emora keluar dari ruang kepala sekolah. Ia menangis melihat Emora dan Bian harus menanggung akibatnya karena ulahnya.

"Mor," Rasti mengusap lembut bahu Emora, "maaf ya, gara-gara gue lo jadi kayak begini. Gue semalam langsung pergi sama Adam, gue pikir kalian bakal lama. Pas lo telepon itu gue lagi nonton. Tapi mau gue hubungi balik nomor lo nggak aktif. Gue telepon kak Bian nggak diangkat. Gue lupa kalau gue nyuruh dia nggak usah bawa hape. Terus pagi tadi gue kesiangan. Sampai kelas jam tujuh kurang lima belas menit. Gue baru ingat belum bukain pintu kalian. Gue samperin kalian udah nggak ada."

"Udahlah. Semua udah terlanjur. Tapi gue heran, kok Pak Darman bisa kepikiran buat masuk kelas itu?"

Rasti tampak berpikir, lalu dia menepuk dahi, "Gue baru ingat. Kemarin emang kepsek bilang sama Pak Darman buat ngebersihin kelas itu karena mau dipakai gudang piala. Dari situ gue punya ide aneh yang membuat kalian sengsara."

"Kenapa takdir gue sial begini ya, Ras? Dibully, nggak punya pacar, terus nikah muda. Masih ada lagi nggak ya kesialan gue?"

"Jangan ngomong begitu dong, Mor. Ambil hikmahnya aja. Lo kan punya suami ganteng. Gue jadi ngiri."

"Tapi gue nggak suka Bian."

"Suatu saat lo pasti bisa suka sama kak Bian. Percaya deh," Rasti tersenyum menenangkan. Dan itu membuat Emora kembali punya semangat hidup.

®

Orangtua Emora sibuk mempersiapkan pernikahan dadakan putrinya. Jelita sudah memesan gaun kebaya yang siap pakai, tidak mungkin dalam sehari bisa membuat kebaya yang ribetnya minta ampun. Rencananya nanti sore Emora akan datang ke butik untuk pengepasan kebaya. Lalu Suherman sibuk menghubungi penghulu dan saudara dekat yang bertugas menjadi saksi pernikahan. Tidak banyak yang diundang karena pernikahan ini khusus kerabat dekat.

Emora berbaring di ranjang dengan pikiran acak-acakan. Sepulang sekolah tadi, Bian menghadangnya. Wajahnya terlihat kusut, Emora tidak tega untuk menolak berbicara dengannya. Jadilah mereka mampir sebentar di cafe dekat sekolah.

"Nggak pesan lo?" tanya Emora heran. Padahal ia sudah memesan mie gulung dan jus wortel.

"Nggak lagi pengin makan apapun."

"Kenapa?"

"Karena kamu."

Emora tidak mengerti, "Kok bisa?"

"Kamu bilang kan kalau kamu belum pernah merasakan gimana pacaran?"

"Iya. Terus?"

"Gimana kalau kita pacaran?"

"Hah?" Emora melongo.

"Maukah kamu jadi pacarku, Emora?"

"Hah?" Emora hanya bisa mengulang kata bodoh itu. Aneh. Kenapa Bian berkata seperti itu?

1-TRAP-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang