CHAPTER 1

1.2K 70 9
                                    

Disclaimer : Masashi Kishimoto
.
.
.
.
.
.
.
HIS LIFE
.
.
.
.
.
.
.
Sorry for bad language, typo and many more, Happy reading!

.
.
.
.
.

Rate : T

Itachi POV

Aku kembali membuka kedua bola mataku. Ini sudah yang ketiga kalinya malam ini. Aku melirik kearah futon di sebelahku, dimana dia? Dimana adikku, Sasuke? Aku tau dia sedang sakit. Apa mungkin dia ada di kamar kecil? Atau mungkin ada di dapur? Ku alihkan pandangan kearah jendela kecil di kamar kami, hujan. Sasuke benci hujan tapi dia pergi entah kemana. Aku bangkit dari futon lalu mulai mencarinya. Sasuke kerap kali terjaga di malam hari, mungkin untuk sekedar minum atau ke kamar kecil. Baru saja aku bergerak satu langkah, kulihat pintu terbuka. Sasuke kembali dengan sendirinya. Adikku itu memang pintar. Dia menatapku dengan senyuman yang mengembang lalu memelukku dengan cepat. Tingkahnya memang kekanak-kanakkan sekali. Tapi wajar saja karna umurnya pun baru 4 tahun. aku melirik ke arah jam di dinding, sudah pukul 3.30 pagi.

Aku tersenyum melihat Sasuke. Dia sangat ceria sekali, aku pun lega karna kesedihan tak tampak di bola matanya. Tapi hatiku cukup bergetar kala mengingat kalau kami tidak memiliki orangtua lagi, selamanya. Ayah dan ibuku meninggal dunia sebulan yang lalu, mereka mengalami kecelakaan pesawat dan jasad mereka pun tidak ditemukan. Pihak yang berwajib menyatakan bahwa orangtua kami tewas dalam kecelakaan. Sedangkan kami tidak memiliki sanak keluarga lagi. Aku mulai bingung untuk menjelaskannya pada Sasuke, jadi... aku berbohong. Kukatakan padanya kalau mereka sedang bekerja entah sampai kapan kembali. Aku sedikit merasa bersalah tapi aku tidak ingin dia bersedih dan murung. Aku selalu ingin melihatnya mengeluarkan tawa dan senyuman. Sejak kematian orangtuaku pun aku mulai bekerja keras untuk menghidupi adik kecilku. Sebulan ini aku bekerja di perusahaan ayahku yang hampir bangkrut. Kuakui itu cukup berat bagiku, umurku saja baru 9 tahun. Tapi aku bersyukur karna telah diberikan kejeniusan dan pola pikir yang matang oleh kami-sama. Tapi aku lelah, aku ingin istirahat. Perusahaan ayahku diambang kehancuran, tapi itu tidak membuatku patah semangat. Aku tidak ingin Sasuke hidup melarat, aku ingin dia bahagia. Aku rela meninggalkan sekolahku demi mencukupi kebutuhan Sasuke. Ini semua demi dia.

Aku melepas pelukan Sasuke lalu kembali menyuruhnya untuk kembali tidur, tapi aku tidak. Di jam seperti ini aku harus membereskan rumah dan bersiap-siap untuk pergi. Sasuke biasanya kutitipkan pada Bibi Kushina, tetanggaku. Kulihat Sasuke menaikkan selimutnya hingga sebatas dada lalu memejamkan mata. Setelah kupastikan dia tertidur, barulah aku beranjak. Aku keluar kamar dengan sangat perlahan dan hati-hati.

"Aku harus minum obat sekarang." Ya... sebenarnya aku pun sedang sakit seperti hal nya Sasuke. Tapi ini bukan penyakit demam biasa. Sakit yang kuderita ini sudah lama. Kira-kira, saat aku berusia 4 tahun. Aku tidak mau tau tentang penyakitku ini. Aku tidak mau memikirkannya. Sasuke tidak tau kalau aku sedang sakit. Aku tidak mau dia tau. Sekarang ini hidupku hanya bergantung pada obat yang kuminum. Jika tidak, maka keadaanku akan semakin parah. Aku tidak berniat untuk mati sekarang, tidak sampai aku melihat Sasuke tumbuh menjadi orang yang hebat dan mendapatkan kebahagiaannya. Aku akan terus berusaha.

Kuletakkan kembali gelas yang sudah kosong itu. Aku menghela napas panjang. Aku sudah dewasa sebelum waktunya. Aku merindukan teman-teman ku disekolah, sangat. Tapi kehidupan Sasuke jauh lebih penting dari apapun juga didunia ini. Kutatap sebuah figura besar yang ada di ruang tengah. Aku merindukan orangtuaku. Aku berharap mereka disini bersamaku. Jika mereka bisa melihatku dari surga... Aku ingin mereka tau bagaimana perjuanganku untuk Sasuke. Aku ingin mereka hadir di dalam mimpiku dan memelukku saat malam menyapa. Aku rindu mereka... terkadang, aku merasa putus asa untuk melanjutkan hidupku yang berat. Tapi lagi-lagi aku teringat akan Sasuke, dia yang membuat semua semangatku bermunculan. Sasuke adalah satu-satunya adik yang harus aku pertahankan. Dia lah yang menjadi prioritasku saat ini. Tak jarang aku melewatkan sarapan atau pun jam-jam makan lainnya.

His LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang