Kembat "Tidak" Identik 6

57 2 1
                                    

          Hay maaf telat update maklum gak punya uang beli kuota hehehe ini lanjutanyya. Oh iy aku sengaja buat chapternya banyak supaya kalian tambah penasaran hehe. Maklum anak muda.

    Oh iy. Please votenya supaya aku tambah semangat oke???

Happy reading friends!!!

     Aku tergeragap. Ketika dan suara papa terdengar berkali kali. Butuh waktu beberapa lama untuk sadar yang terjadi. Aku terhuyung bangun dari tempat tidur. Sekilas aku melirik jam weker berbentuk kepala rapunsel di meja, pukul empat pagi.

   Papa berdiri diluar kamar. Wajahnya cemas. "Shae...," ujar papa begitu pintu terkuak. "Shae meninggal."

    Kantukku hilang seketika.

    Tanpa membuang waktu, aku menyambar ikat rambut dan jaket. Meski masih tak percaya dan sedikit bingung atas apa yang kudengar, aku tidak bertanya lebih jauh lagi.

     Mama berdiri didekat meja telepon. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Wajahnya lebih cemas daripada papa. Dia tidak berhenti meremas jemari tangannya

   Papa membeli 2 tiket mama tidak ikut. Tentunya papa mengambil jam keberangkatan tercepat yang ada. Kami berdua tidak membawa baju ganti atau lainnya. Aku hanya memakai celana tidur dan jaket kemudian rambut terkuncir secara acakan.

   Didalam pesawat kulirik papa sekilas dengan wajah yang kuatir. Kelihatannya tengah hari. Baru aku menginjak tanah Paris.

   Setelah sampai di bandara Paris. Papa langsung memberhentikan. Taksi, untunglah jalanan masih lancar dan sangat lancar tdk seperti di LA yang padat.

   Sampai di vila, papa berbicara dengan seorang polisi dan bertanya beberapa hal.

   Seorang pemuda ternganga melihat ku, tanpangnya antara takut dan heran. Pasti karena aku mirip Shae. Aku membiarkannya menatapku beberapa lama.

  Mungkin didorong rasa penasarannya,pemuda itu menghampiriku. "Hay, kamu saudaranya Shae?"

   "Saudara kembar" ralatku.

    "Oh. Saya turut berdukacita."

  Aku mengangguk sopan sambil tersenyum.

  "Walaupun baru beberapa hari mengenal Shae, rasanya seperti sudah kenal lama. Shae sangat baik dan ramah"

  Aku menjawab dengan senyuman. Ya, Shae memamg ramah, dia bisa langsung akrab dengan orang yang baru dikenalnya, bahkan dalam hitungan detik bahkan menit saja. Bakatnya sudah terlihat sejak bayi.

    "Saya tidak menyangka bahwa dia bunuh diri. Sejak pertama kali datang, dua terlihat senang."

   "Eh, bunuh diri?" tanya ku sambil menghangatkan Diri ku, bahkan udara disini sangata dingin meski di siang hari. Sama Seperti kata mama.

"Iya, kamu tidak diberi tahu?  Shae terlalu banyak menegak obat tidur."

   Aku melotot ini benar benar diluar dugaanku. Kukira Shae meninggal karena kecelakaan.

   "Terakhir kali saya melihat Shae makan malam. Malam hari saya lewat kemari, melalui kaca jendela saya melihat Shae duduk di sisi tempat tidur."

   Aku menatap lelaki ini. Berharap mendengar lebih banyak lagi.

"Tangah malam, petugas ronda melihat gorden. Di jendela kamar Shae belum ditutup. Mereka mengetuk jendela untuk membangunkan Shae, tetapi Shae tidak bangun juga. Khawatir terjadi sesuatu, mereka melapor ke kantor. Pintu dibuka menggunakan kunci cadangan. Ketika masuk, ternyata Shae sudah meninggal." suaranya terdengar sedih.

  "Dari mana kamu tahu bahwa Shae bunuh diri?" Aku masih tidak percaya.

  "Polisi yang mengatakannya. Mereka menemukan botol kosong berisi obat tidur. Lalu ada satu gelas kosong, pulpen, dan kertas bertukiskan dua huruf , BY. Mungkin maksudnya 'bye' tapi mungkin shae tidak sempat menuliskannya hingga selesai"

     Aku menatap pemuda di hadapanku ini. Siapa dia? Bagaimana dia tau hingga sedetail itu?

    "Saya anak penjaga vila dan kebetulan melihat semua peristiwa. "Lagi pula, saya kenal dengan seorang polisi. Dia yang memberi tahu semua ini. Tapi, ini rahasia, polisi seharusnya tidak membocorkan hasil penyelidikan mereka ke sembarang orang". Pemuda itu mengakhiri pembicaraannya sambil berbisik.

   Papa mendekati kamu "Kita ke rumah sakit jenazah shae sudah di sana." ajak papa.

  
   Aku mengucapkan terimakasih pada pemuda itu, lalu mengikuti papa. Kami bergegas menuju jalan untuk memberhentikan taksi. Setelah bertanya sekali lagi jalan menuju rumah sakit. Papa menyuruh pak supir untuk memacu mobil secepatnya. Tidak sulit menemukan rumah sakit daerah di Paris itu, cukup lurus hingga mencapai sebuah pertigaan, lalu belok kanan.

  Petugas membawa kami keruang jenazah. Aku menunggu papa mengurus semua administrasi di luar. Entah, ada oerasaan enggan melihat jenazah shae.

  
  Tidak aku tidak marah padanya. Aku malu, aku bersalah. Andai saja aku mau menemaninya berlibur, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Aku mengusap mata beberapa kali.

 
   Menjelang tengah hari kami kembali ke LA, kali ini kami memakai helikopter rumah sakit. Modern bkan di Paris?. Hatiku terasa kosong, seolah ada satu ruangan yang tiba tiba ditinggal penghuninya. Aku terisak perlahan.

  Seperti saat berangkat tidak ada yang bicara hingga sampai ke rumah. Dan ketika tiba, rumah kami sudah ramai. Ruang depan di atur untuk menyambut "kepulangan" Shae. Mama segera menyambutku, memapahku ke kamar, ia membiarkan ku sendirian. Syukurlah, karena aku tidak mau diganggu.

    Aku memilih tetap diam di kamar ku, membangun kembali memoriku tentang Shae.

  Sayangnya, semua yang ku ingat hanya perseteruan ku dengannya. Sejak aku ingat aku sudah iri padanya. Betapa tidak, Shae sudah mendominasikan kehidupan kami sejak kecil. Rasanya semua mudah saja baginya.

   Dia berhasil menjadi juara lomba menggambar ketika aku belum bisa mewarnai tanpa keluar garis. Dia berhasil masuk sekolah dasar favorit dengan nilai tertinggi, sementara aku harus bejuan susah payah untuk masuk bersamanya.

  Hingga perpisahan kami di umur sepuluh tahun, aka selalu berada di bawah bayang- bayang Shae. Tidak ada satupun yang aku bisa lamapaui darinya. Aku hanya pecundang di hadapannya.

   Itulaha mengapa aku membencinya, apalagi perlakuan mami sangat berbeda. Bahkan sejak umur delapan tahun aku memutuskan. Aku anak Papa, sedangkan Shae anak Mami. Perasaan itu terus terbawa hingga sekarang. Dan itulah yang ingin membuatku mengis kencang.

Hay aku Dwika. Ini cerita pertama ku maaf kalau aku typo's' atau gak jelas. Hehe
Cerita ini terinpirasi dari kak vina sri. Dia pernah buat buku berjudul kokeshi. Aku suka apalagi banyak teka tekinya. Pasti aku buat cerita ini banyak teka tekinya supaya para pembaca yang disana makin penasaran dan memberi aku hadiah sebuah VOTE!!! Thank semua!!!

Enjoy
Vote please
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

KOKESHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang