Paket Misterius

57 2 1
                                    

    Aku segera menepikan mobilku dan berhenti. Banyak orang yang sudah mengenalku sebagai pegawai di Marchel's Cake and Bakery. Setidaknya jika terjadi sesuatu denganku, ada yang tahu harus ke mana menghubungi keluargaku.

Pengendara misterius itu tetap menjalankan motornya dan hilang di tikungan. Tanpa sadar aku menghembus napas lega. Syukurlah apa yang aku takutkan tidak terjadi.

Setelah menunggu beberapa saat dan yakin pengendara misterius itu tidak terlihat lagi, aku kembali mengendarai mobilku. Semoga aku bisa memikirkan alasan bagus untuk keterlambatan ini. Dan semoga pak Marchel mau mempercayainya.

Toko sudah ramai, aku segera memakai apronku dan bergegas menuju meja kasir. Salah satu pegawai toko yang menggantikanku di kasir melemparkan pandangan mencela.

"Maaf". Kataku seraya meringis. Dia hanya mengangkat bahu dan pindah ke etalase di seberangku.

Aku tersenyum pada konsumen di depanku. Beberapa konsumen yang lain sudah mulai antre di belakangnya. Dengan cekatan aku menghitung belanjaan mereka, memasukkan ke dalam kotak kue, membungkusnya ke dalam kantong plastik, dan menyerahkannya kembali pada mereka sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Prosedur tetap pelayanan toko.

Suasana toko yang sibuk membuat ku lupa apa yang terjadi tadi pagi. Ketika pelanggan mulai sepi, bebarapa teman kerja bergantian mengucapkan belasungkawa atas kematian Shae. Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

"Aku baru tahu kamu mempunyai saudara kembar," ujar Elif, salah satu pegawai disini.

Aku sedang membantunya memasukkan roti isi daging yang bsru matang ke dalam etalase. "Ya, kami berpisah sejak umur sepuluh tahun dan belum bertemu lagi sampai sekarang." jawabku.

"Eh?" Nurul menghentikan sejenak aktivitasnya. "Kok bisa begitu? Memangnya tidak kangen?" Pertanyaannya lebih terdengar gugatan di telingaku.

"Hmm .... awalnya kangen juga,"aku berbohong padanya. Tentu saja aku tidak bisa mengatakan padanya bahwa aku senang berpisah dengan saudara kembarku. "Tapi, lama lama jadi terbiasa"

"Kalau aku jangankan bertahun-tahun, seminggu saja tidak pulang rasanya kangen sekali."Elif memang bukan asli LA. Dia dari Sydney. Sama sepertiku pegawai freelance. Dia terdaftar sebagai mahasiswa di salah satu universitas di sini.

Pak Marchel terlihat melambai dari ruang kerjanya, di seberang etalase tempat kami berada. Sepertinya dia igin berbicara denganku. Oh tidak, aku belum menemukan alasan keterlambatanku!

Setelah mengetuk pintu, aku masuk ke ruangan pak Marchel dengan langkah ragu-ragu. Semoga Pak Marchel tidak memecatku. Aku butuh pekerjaan ini.

"Duduk."Pak Marchel menunjuk kursi didepannya. Aku mengangguk dan mengikuti perintahnya.

Pak Marchel baru akan berbicara ketika seseorang mengetuk pintu. Dia memintaku menunggu dan langsung keluar ruangan. Sambil menunggu Pak Marchel kembali, aku mengamati ruang kerjanya. Aku bekerja disini hampir tiga tahun, tapi aku baru empat kali masuk ruangan ini. Dua kali saat wawancara kerja, satu kali saat mulai masuk kerja, dan terakhir sekarang ini.

Rasanya tidak ada yang berubah dari terakhir aku masuk kemari. Masih kursi yang sama, komputer yang sama. Ah,tidak,ada yang bertambah, kecuali satu, foto anak perempuannya yang menikah bulan lalu.

Ruang kerja Pak Marchel mempunyai satu sisi berdinding kaca satu arah. Jadi, dia bisa memantau semua kegiatan didalam toko dari ruangannya. Ada satu cermin yang terpasang dibelakang meja. Cermin yang juga memantulkan sisi dalam toko. Cermin yang sekarang aku pandang.

Disana aku melihat Oak Marchel berbicara dengan seorang wanita berjilbab, sepertinya kenalannya. Lalu, ada Elif, dan Cobra yang melayani pembeli, beberapa anak sekolah yang membeli roti gandum isi coklat, dan...

Tiba tiba aku terkesiap. Si pengendara misterius itu ada disana! Aku bisa mengenali jaket yang ia kenakan. Jaket hitam dengan garis perak di punggung dan lengannya. Dia sedang berbicara dengan Cobra!

Aku menggeleng kepala. Tidak jaket seperti itu mudah didapat. Mungkin ada ribuan pengendara motor yang memakai jaker seperti itu. Dia hanya pembeli seperti yang lain, aku coba menenangkan diriku sendiri.

Aku mencoba menghilangkan Bayangan kejadian tadi pagi, bayangan yang membuat lututku gemetar. Aku menarik napas berkali kali untuk menenangkan hatiku.

Tak lama pak Marchel masuk keruangan. Kubuat wajah ku senormal mungkin. Aku melitik cermin, pria berjaket itu sudah tidak ada. Tanpa sadar aku bernapas lega.

Pak Marchel mengucapkan belasungkawa, menanyaiku beberapa hal tentang Shae. Seperti yang lain, pak Marchel tidak tahu kaau aku punya saudara kembar.

Dua puluh menit kemudian, aku sudah kembali ke tempatku di belskang meja kasir, melayani pembeli. Segera aku melupakan pembicaraanku dengan Pak Marchel juga tentang pria berjaket itu.


  Enjoy
Vote please......
dwikasetya_   My instagram follow please
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

KOKESHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang