Jgn lupa liat mulmed ada gelang Juan dan Flow. Awa romantisnya wkwk.
Baiklah selamat membaca
☆
Juan melihat gelang yang melingkar di pergelangan lengan kanannya berkali-kali. Mengusapnya pelan kemudian menggenggam erat. "Punya Prim." Bisiknya lirih sambil tersenyum kecil.
"Juju kok bengong? Es krimnya dimakan dong, nanti meleleh." Flow menatap es krim dan Juan bergantian.
Juan menoleh kemudian menjilati es krimnya. "Udah nih."
Flow tersenyum lebar melihat Juan yang selalu menuruti keinginannya, menjaganya dan menyayanginya. Flow kembali menjilati es krimnya dengan lahap.
"Luka kamu gimana Flow?" Es krim di tangan Juan telah habis, sekarang ia menatap kaki Flow yang terbalut perban.
Flow melahap bagian terakhir es krimnya hingga habis. "Udah nggak sakit kok, kan kamu udah obatin aku."
"Memangnya kamu udah bisa jalan?" Nada suara Juan penuh dengan kekhawatiran.
Flow mengangguk mantap kemudian berusaha berdiri. "Udah kok, nih ya aku bi-" Flow limbung, kehilangan keseimbangan sebelum selesai melanjutkan kalimatnya. Ia sudah pasrah jika tubuhnya harus mencium aspal. Tapi, Tuhan berkehendak lain, Flow tidak jadi terjatuh.
Disisi lain, Juan dengan sigap menahan tubuh Flow agar tak jatuh. Sesaat kemudian tubuh Flow berada dalam rengkuhan tangannya. "Kamu hati-hati dong, tuh kan berdiri aja kamu belum mampu, gimana jalan coba?" Lagi-lagi suara khawatir terpancar jelas dari Juan.
Flow baru berani membuka mata setelah ucapan Juan tadi. Mata mereka bersitatap. Hening menyelimuti keduanya. Hingga beberapa detik kemudian Juan memutuskan kontak matanya lebih dulu lalu berdeham.
"Liatin aku terus nih ye," Ledek Juan membuat Flow segera menjauhkan diri darinya. "Awas nanti kami terpesona." Tambahnya lagi.
Flow bersedekap. "Apaan sih kamu."
"Cie beneran terpesona nih kayaknya, sampai salting begitu." Ledek Juan tak henti.
"Nggak tuh." Flow memeletkan lidah.
"Gapapa lagi Flow, kan kamu emang milik aku." Ucap Juan sambil mendekat ke arah Flow yang masih bersedekap.
"Milik kamu?" Tanya Flow bingung.
Juan menarik kedua lengan Flow lembut lalu menggenggamnya erat. "Dasar Flow pelupa, kamu kan tunangan aku."
Flow hanya bisa menahan senyum mendengar ucapan Juan. Rona merah menjalar diseluruh wajahnya. Flow berharap agar Juan benar-benar selalu menjadi miliknya untuk selamanya.
☆
Juan mengernyit bingung, lebih tepatnya ia tak setuju atas keputusan dari mamah-papahnya yang baru ia dengar. "Apa mah? Pindah?" Tanyanya sekali lagi berharap siapa tahu ia salah dengar.
Claudi mengangguk-anggukan kepala. "Iya sayang, kita harus ikut papah ke Jogja. Papah kan dipindahin kerjanya disana."
Kerutan di kening Juan mendalam lantas ia menggelengkan kepalanya kuat. "Aku nggak mau ikut mah-pah."
"Loh, memang kamu mau tinggal sendirian di sini?" Tanya Bagas bingung mendengar tanggapan dari anak semata wayangnya ini.
Juan menghela nafas kasar. Ia bisa apa kalau tidak tinggal dengan orang tuanya? Juan masih sadar akan usianya yang baru tujuh tahun. Tidak ada yang bisa ia lakukan tanpa mamah-papahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Primrose Flow
Teen FictionAku pernah mencintai, memperjuangkan cinta ku sampai titik darah penghabisan. Namun itu dulu sebelum aku sakit. Sekarang, aku memilih pergi dan tak memperjuangkanmu lagi.