"Maafin aku Flow, kita harus berpisah..""Tapi Ju?"
"Aku nggak bisa nyakitin kalian lagi. Aku harus memilih salah satu diantara kalian."
"Tapi, kenapa kamu pilih dia Ju? Kenapa? Apa aku tidak berarti buat kamu?"
"Sekali lagi, maafkan aku Flow. Aku harus pergi."
"Jangan Juan, jangan tinggalin aku.."
Flow mulai meracau. "Juan jangan tinggalin aku,"
"Juan.."
"Juan.."
"JUANNN..."
Flow terengah engah. Dia mengusap wajahnya sambil mengatur nafas. Apa itu tadi? Pertandakah bahwa dia harus kehilangan Juan? Pikirnya kalut.
"Flow kamu sudah bangun? Ada apa? Kamu mimpi buruk?" Juan segera menghampiri ranjang tempat Flow tidur.
"Aku dimana?" Tanya Flow bingung. Dia agak lupa dengan kejadian terakhir sebelum dia tertidur disini.
"Di kamar aku."
Seketika Flow mengingat kejadian itu dan membuang muka. Kejadian yang amat menyakitkan bagi Flow.
Juan hendak menyentuh pipi Flow tapi Flow enggan."Aku mau pulang." Ucap Flow ketus.
Juan frustasi, lalu menyentuh pipi Flow hingga mereka bertatapan. "Kamu nginep disini aja ya Flow, kamu masih sakit."
"Buat apa aku disini? Buat ngeliat kalian bermesraan? Aku pengen pulang sekarang juga."
"Kamu jangan pergi, disini aja."
"Aku mau pergi, Sekarang!" Ucap Flow kencang melepaskan emosinya.
"Kamu belom sehat banget Flow sayang." Juan masih mencoba menenangkan Flow.
"Jangan Panggil Aku Sayang Lagi!!" Teriak Flow menjadi. Air matanya mengalir tak terbendung lagi.
"PERGI! AKU MAU PULANG SEKARANG JUGA." Racau Flow dalam tangisannya.
Juan makin frustasi. Dia tak tahan melihat air mata Flow, apalagi ini semua karena dirinya.
"Kamu jangan pergi sayang, biar aku aja yang pergi dari sini. Kamu disini aja ya?" Selepas itu Juan mencium puncak kepala Flow, sementara tubuh Flow berguncang hebat. Dia tak bisa menahan rasa sakit itu lagi.
Bahkan, tindakan Juan tadi sudah tidak menghangatkan hati Flow. Hatinya sudah beku menjadi es yang kemudian pecah berkeping-keping.
☆
Juan menstarter motornya kemudian menyetir dengan gila-gilaan.
Panggilan masuk dari Clara membuat dia menepi sebentar.
"Juan?" Suara Clara bergetar, dia panik setengah mati karena sejak dia pulang Juan tak bisa dihubungi.
"Hm?" Jawab Juan acuh.
"Kamu di mana? Baik-baik aja kan? Aku khawatir." Clara berusaha menahan tangisnya.
"Aku baik, nanti lagi ya telfonnya. Aku ada urusan penting." Segera Juan menutup sambungan telfonnya tanpa mendengar jawaban Clara.
'Gue salah. Salah banget kali ini. Maafin gue Clar, Flow.' Lirihnya dalam hati.
☆
Flow memeluk kedua kakinya sambil mengubur kepalanya disana. Dia masih menangis.
Mungkin cara ini yang paling tepat untuk melepaskan rasa sakitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Primrose Flow
Teen FictionAku pernah mencintai, memperjuangkan cinta ku sampai titik darah penghabisan. Namun itu dulu sebelum aku sakit. Sekarang, aku memilih pergi dan tak memperjuangkanmu lagi.