"Nes, tolong ini taruh di ruang osis ya. Soalnya sekarang gue dipanggil sama kepsek," ujar sang ketua osis, sembari memberikan setumpuk kertas padaku.
"Ok!" seruku menyetujui.
"Tolong ya. Makasih!" ucap sang ketua osis, lalu pergi entah kemana dengan buru-buru.
Aku berjalan di sepanjang koridor yang sepi. Ini memang jam pelajaran. Kegiatan osis lah yang membuat aku keluar masuk kelas.
Kubuka pintu ruang osis yang tertutup.
"Eh, Agnes," sapa seseorang.
Aku menengok ke arah suara. Putra. Seksi Humas dan kiper andalan di sekolah. Orang yang kusuka sejak awal masuk sekolah.
"Oh, Hai!" sapaku.
"Mau ngapain?" tanyanya, sambil mendekat ke arahku.
Jangan! Jangan mendekat, kumohon. Aku tidak mau masuk UGD karena serangan jantung.
"I--ini disuruh taroh di meja osis. Kayaknya proposal kegiatan yang lalu deh," jawabku berusaha senormal mungkin. Semoga ia tidak mendengar degup jantungku yang rasanya ingin meledak.
"Oh. Yaudah, gue balik dulu ya ke kelas. Lo gimana?" Putra sudah bersiap keluar ruang osis. Yah, dia akan pergi.
"Mau balik ke kelas juga kok," jawabku.
"Mau bareng?"
Mau!
"Enggak usah deh, gue masih mau ngerapiin proposal," jawabku bohong. Bertentangan dengan kata hatiku. Kalau aku menerima ajakannya, apa kabar jantungku?
"Oh, duluan ya,"
Yah, dia pergi. Padahal aku masih ingin melihat tampangmu.
Sudah setahun lebih aku menyukaimu. Sejak awal masuk. Waktu itu hari pertama MOS. Aku ingat betul pertama kali aku melihatmu.
Saat itu, jam istirahat. Aku dan dua sahabatku duduk di pinggir lapangan. Kau sedang bermain futsal, menendang bola, berlari dengan lincah. Hingga akhirnya kau tukar peran pemain, menjadi kiper. Entah perasaan apa yang membuatku betah melihatmu bermain futsal. Hingga akhirnya, setelah mendapat ID LINE, nomer telepon, dan pernah mengobrol walau sebentar, aku tahu, itu perasaan suka.
Dan akhirnya, sekarang. Aku sudah duduk di kelas XI. Aku masih setia menunggu respon darimu.
Jantungku dengan senang hati berdegup kencang saat kau mengajakku mengobrol. Ah, aku bersyukur menjadi salah satu seksi di osis. Aku jadi semakin sering bertemu dengannya. Apalagi, jadwal ekskul kita sama. Hari Sabtu. Aku fotografi, dan kamu futsal. Aku bisa bebas memotretmu, dengan alasan ekskul.
"Woi! Ternyata lo di sini," sebuah teriakan membuyarkan pikiranku tentang Putra. Ternyata si galak, Maudy.
"Emang kenapa, kok kayaknya gue dibutuhkan banget, sampe dicariin kek gini," ujarku dengan PD.
"Anjir PD banget lo jadi orang. Buruan masuk kelas, mau ulangan fisika. Gue langsung dimarahin gegara lo gak ada. Dan gue langsung di suruh nyariin lo. Emang gue babu," Maudy mulai mengeluarkan uneg-unegnya.
Aku hanya terkekeh. "Emang kenapa gak duluan aja ulangannya? Kenapa harus nungguin gue?"
"Gurunya gak mau ada yang ikut ulangan susulan. Pokoknya semua harus ikut, gak boleh ada yang gak ikut," jawab Maudy sambil menggeret tanganku untuk berjalan menuju kelas.
"Jiah, sok-sokan tegas," celutukku yang langsung dibalas dengan jitakan dari Maudy.
"Dapet karma baru tau rasa,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Agnes
Teen FictionKau tahu? Bagaimana rasanya jatuh cinta? Sulit diartikan dengan kata-kata. Yang pasti, kau akan lebih memperhatikannya dan jantungmu akan melakukan gerakan berdegup yang lebih cepat. Tapi, bagaimana jika disaat kau merasa orang yang kau suka sudah...