00.

74 19 2
                                    

2 bulan kemudian...

"Agnes!" panggil Maudy.

Aku menoleh. "Paan?"

"Bagi hotspot dong!"

"Ih ogah!"

"Ayolah, plis,"

"Kuota gue sekarat!"

"Pake boong lo. Jelas-jelas kemaren yutuban!"

"Itu pake wifi!"

"Boong!"

"Berisik amat dah," ucap Ella santai. Matanya masih fokus ke laptop milikku.

"Lagian Agnes pelit amat dah," gerutu Maudy.

"Biarin," balasku.

Belum sempat aku duduk di samping Ella untuk menonton film, seseorang memanggilku dari luar kelas. "Agnes!" Wajah Raina menyembul dari pintu kelas.

"Sini bentar!" Aku menurutinya walaupun dengan sedikit berat hati.

Bukannya aku benci dengan Raina, entah kenapa saat aku melihat Raina bawaannya selalu kesal. Padahal aku sudah bertekad untuk tidak menjauhi dan membenci pasangan baru sejak dua bulan lalu. Tapi entah kenapa perasaan kesal selalu mendatangiku ketika melihat Raina ataupun Putra. Aku tau mereka tidak salah apa-apa. Jangan salahkan aku yang kesal ketika melihatnya.

"Kenapa?" tanyaku.

Raina tersenyum. "Bantuin buat proposal event kemarin dong,"

Oh, event classmet sarung kemarin. Masa sudah dua bulan lamanya belum selesai juga? Apa sesulit itu hingga anggota OSIS yang tidak inti harus turut membantu?

"Iya deh," ucapku akhirnya.

"Makasih! Lo cuma bagian editing doang kok! Gue masih harus ngerjain event yang lalu," seru Raina senang.

Astaga, ternyata sifat asli Raina itu suka menunda pekerjaan alias malas? Bagaimana bisa Putra--ok lupakan. Aku harus move on.

"Lo rajin amat yak," ujarku dengan maksud bercanda. Raina terkekeh.

"Yaudah ya, gue ke kelas lain dulu. Datanya udah ada di flashdisk warna biru di meja ruang OSIS. Makasih!" Raina menepuk pundakku sekali, lalu pergi.

Aku menghela napas. Lebih baik mengambil flashdisknya sekarang daripada nanti kena penyakit malas. Aku berjalan menyusuri koridor yang ramai karena saat ini adalah jam istirahat. Untung saja aku tidak perlu menaiki atau menuruni tangga untuk menuju ruang OSIS.

Kubuka pelan pintu ruang OSIS ketika sampai. Tidak ada siapa-siapa di dalamnya. Segera kucari flashdisk bewarna biru di meja. Agak susah mencarinya karena banyak selembaran kertas berserakan di meja.  Data penting begini malah berantakan. Akhirnya aku menemukan benda kecil bewarna biru yang kucari. Segera kumasukan ke dalam kantong rokku.

Eh tunggu. Tanpa sengaja aku melihat biodata Putra. Kuambil kertas yang terdapat profil Putra. Oh, ini biodata yang ikut pertandingan futsal antar sekolah bulan depan. Kuletakan lagi kertas itu. Iseng, aku melihat-lihat apa saja isi kertas yang berserakan. Tidak ada yang begitu penting menurutku.

"Agnes?"

Aku langsung menoleh ketika ada yang memanggilku. Badanku menegang seketika ketika tahu siapa yang memanggilku.

"Ngapain lo di sini--eh maksud gue ada urusan apa?" tanya Putra.

Ya. Yang memanggilku tadi Putra. Aku kaget tiba-tiba ia di sini. Padahal tadi aku tidak mendengar suara decitan pintu terbuka.

"I--ini ambil flashdisk Raina," jawabku.

"Raina? Dia nyuruh apaan?" tanya Putra lagi.

"Cuma nyuruh edit proposal doang kok,"

"Oh."

Hening beberapa saat.

"Ehm, gue balik ke kelas dulu ya?" ujarku.

"Eh iya,"

Aku pun berjalan keluar ruangan melewati Putra begitu saja. Detakan jantungku melebihi ritme masih ada ketika melihat Putra. Dan sebisa mungkin kunormalkan. Bukannya aku tidak bisa move on. Ini masih proses move on. Aku tidak mau dianggap tukang tikung oleh teman sendiri.

Tentang Putra, aku tidak bisa menjauhinya begitu saja dengan alasan move on. Kita ini anggota OSIS, yang otomatis pasti selalu bertemu ketika rapat dan mengobrol untuk berdiskusi bersama. Jadi aku berusaha menyikapinya sebagai teman, tanpa ada rasa suka. Sulit memang, tapi akan kulakukan.

Dan sebagai teman, bukankah kita harus saling mendukung? Seketika, aku langsung mengingat pertandingan futsal bulan depan.

Aku menghentikan langkahku dan berbalik menghadap Putra. "Putra," kata itu keluar dengan mudahnya dari mulutku.

"Ya?" Putra berbalik juga. Saat ini posisi kami saling berhadapan.

"Bulan depan," aku menjeda kalimatku. Sedangka Putra menatapku dengan alis terangkat satu.

"Semangat ya futsalnya!" tanpa menunggu respon Putra, aku langsung pergi begitu saja.

"Ok makasih!" teriak Putra ketika jarak kami sudah lebih dari 5 meter.

Aku tersenyum sekilas. Makasih juga Putra. Kamu udah mengisi hatiku selama masa SMA ini. Tak apa tidak memiliki hatimu, cukup mengisi hatiku saja.

Makasih, udah buat aku tahu bagaimana rasanya jatuh cinta.

Makasih, udah buat aku tahu sakitnya jatuh cinta.

Makasih, Putra.


(End.)

******

Akhirnya selesai juga :"D

Makasih semuanya yang udah baca sampe akhir cerita abal ini! Tanpa kalian, aku hanya secuil upil(?)

THANKSSS!!

AgnesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang