Part 18

10K 577 4
                                    

Setelah Dio jujur kepada Feren, Feren benar-benar memperlakukan Dio sebagai angin lalu. Selama UKK Feren mendiamkan Dio. Hingga saatnya Dio tidak bisa lagi menahan rasa sakitnya.

"Hai Re" Sapa Dio ramah kearah Feren. Feren pun melirik Dio sekilas lalu berjalan menghindari Dio.

"Re! Lu nggak bisa giniin gua terus! Lu nggak tau kalo hati gua sakit banget diginiin sama lu!" Ujar Dio tak terima. Untung saja koridor sangat sepi jadi tak ada yang melihat mereka.

"Oh ya? Sakitan mana sama gua Di? Di boongin terus menerus padahal gua nggak suka di boongin?" Tanya Feren dengan nada sinis.

"Gua udah minta maaf Re sama lu! Gua janji nggak bakalan boongin lu lagi. Lu percaya kan?" Tanya Dio memohon.

"Basi banget. Udah gua mau ke kelas" Feren pun mendorong Dio yang menghalangi jalannya. Namun, Dio tak ingin menyerah.

"Lu tahu kan Re kalo... gua suka sama lu?" Tanya Dio menatap Feren tajam. Feren pun terpaku dengan tatapan Dio.

"Gua nggak boong. Gua suka sama lu Re. Gua nggak mau lu ngejauhin gua kayak gini! Iya gua tau gua salah, tapi jangan menghindarin gua terus..." Ucap Dio tampak begitu sedih.

"Semua omongan lu tuh boong Di. Gua nggak bisa percaya lagi setiap perkataan yang keluar dari mulut lu" Ujar Feren dingin.

"Nggak papa Re kalo emang lu belom bisa percaya lagi, yang penting gua bakalan berusaha buat balikin rasa percaya lu lagi" Ujar Dio mantap.

"Oke, gua tunggu" Ujar Feren tersenyum miring lalu meninggalkan Dio yang masih menatap Feren.

"Iya Re, demi dapetin hati lu..." Ujar Dio lemas lalu memasuki kelasnya dengan gontai.

Sesampainya dikelas, Feren hanya melihat beberapa anak kelas XI dan 1 orang kelas X. Ya, itu Vito.

"Hai kak" Sapa Vito ramah. Feren pun tersenyum tipis lalu duduk di bangkunya.

"Kakak kenapa? Kok kayak lagi ada masalah gitu ya?" Tanya Vito dengan lugunya.

"Nggak, lagi bete aja" Jawab Feren santai sembari membuka buku pelajarannya.

"Kakak ada masalah sama sahabat lama kakak kan yang namanya Dio? Putra Dio Andriano?" Tanya Vito penuh selidik.

"Loh kok Vito tahu?" Tanya Feren kaget.

"Vito punya keahlian baca pikiran dan perasaan orang kak, jadi didepan Vito kakak nggak bakalan bisa nutupin dua hal tersebut" Jawab Vito santai. Feren masih terpaku mendengar ucapan Vito.

"Kak Dio... boongin kakak kan? Terus kakak marah dan nggak percaya lagi sama dia?" Tanya Vito lagi. Feren pun mengangguk dan terpesona dengan keahlian Vito.

"Terus dia ngungkapin perasaan dia ke kakak?" Tanya Vito lagi dan dibalas anggukan oleh Feren.

"Masalah perasaan, Kak Dio nggak boong sama kakak. Dia beneran sayang dan suka sama kakak. Jadi kakak nggak usah ngerasa diboongin" Ujar Vito mantap.

"Tapi, gimana aku tau kalo dia nggak boong?" Tanya Feren tak terima.

"Raut muka orang yang boong keliatan kak. Dia nggak bakalan bisa natep mata kakak kalo boong" Terang Vito.

"Kakak harus kasih kesempatan buat Kak Dio ngebalikin masa lalu. Maafin kak Dio abis itu biarin kak Dio melakukan apa yang harusnya ia lakukan kak. Nggak usah nyembunyiin identitas dia lagi dan jadi diri dia sebenarnya" Ujar Vito menatap Feren dengan penuh ketenangan membuat Feren meresapi semua perkataan Vito.

"Maksud kamu.. berhenti jadi cowok cupu lagi?" Tanya Feren tak percaya.

"Iya kak, karena dia udah berhasil ngebuktiin kakaknya kalo ada orang yang bener-bener suka sama dia apa adanya. Dan orang itu adalah... kakak"

Feren pun mencermati kata-kata yang dikeluarkan oleh Vito tersebut.

Apakah ini saatnya ia berdamai dengan Dio?

Apakah ini pilihan yang terbaik?

"Aku tahu kakak sebenernya nggak suka sama Kak Fajar. Kakak cuma suka sama Kak Dio. Iyakan?" Tanya Vito yang dibalas anggukan ragu-ragu oleh Feren.

"Tunggu apalagi kak, cepetan samperin kak Dio dan ngomong kalo kakak udah percaya lagi sama dia" Ujar Vito tegas.

"Okee... Ohh iya, makasih atas saran yang kamu kasih! Kalo nggak, aku bakalan terus biarin ego aku nguasain diri aku ini..." Feren tersenyum manis kearah Vito. Vito pun mengangguk dan membalas senyuman Feren.

Di kelas, Dio dengan gontai mencorat-coret bukunya dengan pulpen. Ia tampak sangat bosan. Namun tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya.

"Di, gua mau ngomong sesuatu. Tapi jangan sekarang. Oke?" Ujar Feren dengan santainya. Dio pun sangat kaget melihat perubahan ekspresi Feren yang begitu cepat.

"Ehm.. Ngomongin apa?" Tanya Dio bingung.

"Pokoknya nanti gua mau ngomong. Dahh" Ucap Feren serius lalu meninggalkan kelas Dio dengan santai.

Dio masih saja termenung dan berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

"Apa... Feren udah maafin gua?" Tanya Dio dalam hati. Tak lupa, ujung bibir Dio terangkat dengan lebarnya. Ya, Dio sangat bahagia.

******

Bel pulang sekolah pun berdering dan menandakan ulangan hari terakhir pun berakhir. Semua murid segera pergi keluar sekolah dengan semangatnya.

"Cantikk" Ujar seseorang tiba-tiba menghampiri Feren yang sedang merapikan bukunya.

"Apa Jar?" Tanya Feren tanpa menoleh sedikit pun kearah Fajar.

"Kan udah selesai ulangan nih, mau nggak jalan bareng?" Ujar Fajar dengan semangatnya.

"Maaf ya Jar, aku ada keperluan jadinya nggak bisa"

"Keperluan apa sih? Masa nggak mau jalan sama aku..."

"Ada deh. Yaudah aku pergi dulu ya! Ajak Ghina aja sana. Palingan dia juga mau hehe"

Feren pun dengan santainya melewati Fajar yang masih terbengong-bengong dengan sifat Feren yang begitu cueknya kepada Fajar.

"Pasti ada yang nggak beres nih..." Gumam Fajar lalu segera mengikuti Feren diam-diam.

Feren pun menghampiri Dio yang sedang duduk sendiri di taman sekolahnya.

"Hmm.. Di" Tegur Feren.

"Ehh iya Re. Mau ngomong apa?" Tanya Dio gugup. Feren bisa melihat bahwa tangan Dio begitu putih karena gugup.

"Maafin gua Di karena ego gua yang terlalu tinggi. Gua ngaku salah karena nggak maafin lu dari awal" Ujar Feren dengan sedikit grogi.

Dio yang mendengar perkataan Feren pun kaget setengah mati.

"Lu... udah maafin gua?" Tanya Dio dengan antusias. Feren pun mengangguk dan memberikan seulas senyumnya ke Dio.

"Gua punya permintaan buat lu..." Ujar Feren serius. Dio pun menatap Feren sebentar lalu mengangguk tanpa ragu.

"Gua mau lu nggak usah dandan jadi anak cupu lagi. Karena lu udah berhasil buktiin ke kakak lu. Dan kedua, gua nggak bisa bales perasaan lu sekarang...."

"Oke, begitu doang mah gampang! Gua bakalan nunggu selama apapun itu Re"

"Hmm... Makasih ya Di, kutu buku dan penyiar kesayangan gua hehe" Feren tampak blushing membuat Dio terkekeh.

"Sama sama, keajaiban kesayangan gua..." Dio membalas senyum Feren dengan manisnya. Senyum yang Feren rindukan.

Dari jauh, Fajar melihat semuanya dengan jelas. Rumput yang ada dihadapannya telah hancur karena diremas dengan kuat oleh dirinya.

"Sialan lu Di! Lu nggak bakalan bisa ngambil Feren dari gua" Ujar Fajar dengan liciknya.

My Handsome NerdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang