Part 3

2.3K 127 0
                                    

"Eyes Voice"

Part 3

_______

Sedari tadi Iqbaal menatap mata Aldi. Ya! Tidak ada kebohongan, Aldi jujur mengenai perasaannya pada (namakamu). Pintar sekali selama ini Aldi menyembunyikan semuanya hingga Iqbaal tidak menyadari hal itu.

"Mata kuliahnya udah selesai? Ada tugas gak?"
Bastian mengangkat wajahnya dengan mata terkantuk-kantuk. Sedari tadi Bastian tergolek di atas mejanya, mungkin laki-laki itu tertidur. Ck! Iqbaal tidak perduli. Yang Iqbaal perdulikan saat ini, ketika ia mati nanti ia akan melihat (namakamu) bersama Aldi.

Selama 3 SKS mata kuliah berlangsung, sesekali Iqbaal menatap ke arah (namakamu). Mendapati gadis itu yang belum berhenti menguap, gadis malas. Padahal Iqbaal tahu tadi malam (namakamu) tidak melakukan perintahnya untuk mencoba menulis artikel, malah pergi menonton bersama Aldi.

Prak... Bolpoin Iqbaal terjatuh tanpa sebab dari atas mejanya. Membuat Iqbaal menoleh ke samping kirinya. Iqbaal mendesah, bergumam seraya membungkuk meraih bolpoinnya, "aku cuma kesel sama (namakamu) karena gak nulis artikel, bukan karena dia pergi nonton sama Aldi."

"Apa?"
Aldi yang duduk tepat di samping kanan Iqbaal mendengar gumaman tak jelas itu.

Iqbaal menggeleng, kembali meletakan bolpoin di atas mejanya. Tatapannya kembali lurus ke depan kelas.

"Gue pikir, ketika gue bangun dari tidur singkat gue, mata kuliah udah selesai. Ternyata enggak."
Bastian menggumam lagi, lalu kembali menenggelamkan wajahnya, menutup permukaan wajahnya agar tidak terlihat sedang tertidur. Iqbaal dan Aldi hanya menggeleng heran. Apa sebenarnya tujuan anak itu datang ke kampus? Hanya untuk numpang tidur?

Mata kuliah 3 sks yang membuat mata Bastian kenyang terlelap itu akhirnya berakhir. Iqbaal sudah membantu dosen paruh baya itu untuk melucuti kabel-kabel laptop pada proyektor kelas dan membantu merapikannya.

"Terimakasih," ucap dosen pria itu ketika Iqbaal sudah membereskan dengan rapi semua peralatannya.

"Sama-sama Pak."
Iqbaal mengangguk dan tersenyum sopan.

'Nama anak ini siapa ya? Saya lupa.'
Dosen itu memejamkan mata seraya mengetuk-ngetuk keningnya.

"Saya Iqbaal Pak," jawab Iqbaal seraya memberikan softcase laptop yang selesai ia rapikan.

"Ya?"
Wajah dosen di hadapan Iqbaal itu kini terlihat kebingungan. Bukankah ia tadi hanya bergumam di dalam hati?

Iqbaal tersenyum tipis. Bodoh, untuk apa ia menjawab pertanyaan dalam benak orang lain? Iqbaal meringis.

"Ya, Iqbaal. Terimakasih."
Pria paruh baya itu menepuk-nepuk pundak Iqbaal, lalu melangkah kan kakinya keluar kelas.

Iqbaal kembali melangkah gontai melewati rongga antar bangku. "Temuin gue di perpustakaan," ucapnya pada seorang gadis yang baru saja selesai menguap.

(namakamu) menoleh, tanpa sempat menjawab atau mengatakan hal apapun, Iqbaal sudah kembali melangkahkan kakinya menjauh.

"Iqbaal barusan ngomong sama lo?"
Salsha menggoyang-goyang pundak (namakamu). Aksi Salsha menghentikan (namakamu) yang baru saja akan menguap lagi, "Kok bisa?"
Salsha belum berhenti menggoyang-goyang pundak (namakamu).

"Kan lo sendiri yang suruh gue buat minta tolong sama Iqbaal. Ya udah-"

"Aaaaa! Gue berharap lo bisa bikin Iqbaal balik lagi kayak dulu. Ngobrol bareng kita lagi. Makan bareng. Nongkrong bareng."
Sikap Salsha sangat antusias, menghiraukan mata (namakamu) yang terkantuk-kantuk dengan kuota melemah.

Eyes voice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang