Ify dibuat bingung dengan situasinya saat ini, satu-persatu teman, rekan dan undangan tengah memperhatikannya yang terdiam memperhatikan mereka, tidak terkecuali Gabriel Cs. Mereka menghentikan dansa, berjalan mendekat pada Rio, Ify dan juga Debo yang erada tepat di tengah ballroom.
Debo meraih tangan kanan ify, menggenggamnya seraya berlutut. "Fy... malam ini, disini... di depan temen-temen lo, dan temen-temen gue, gue mau bilang kalau gue sayang sama lo, gue mau minta lo buat jadi pacar gue, apa lo bersedia?"
Ify terhenyak, pernyataan yang begitu tiba-tiba, bukankah mereka baru bertemu beberapa minggu yang lalu di jogja karena keperluan kompetisi tapi kenapa hari ini situasinya menjadi begitu lain?
Sama terkejutnya dengan Ify, Rio menatap Debo tidak percaya, tangannya mengepal keras. meski sudah menduga hal ini akan terjadi, dia tidak percaya akan secepat ini dan sesakit ini. Dia memandang sekitarnya yang serasa sesak dan menghimpit, seperti tidak ada ruang yang tersisa untuknya disini, Dia memutar tubuhnya, berlari meninggalkan kerumunan.
Ify melepaskan genggamannya kasar, hendak berlari menyusul Rio namun ditahan Debo, "Buat apa kamu ngejar dia, Fy... dia tuh pengecut, dia nggak pantes buat lo!"
Ify menggeleng, "Nggak, gue harus kejar dia" dia menghentakan tangan Debo kuat-kuat hingga laki-laki itu tidak bisa menahannya, berlari sekuat tenaga untuk menyusul Rio yang sudah menghilang dibalik dinding.
"Tunggu!" Ify mencekal kuat lengan lelaki itu setelah berhasil mengejarnya sampai di dekat parkiran, menahan lengan lelaki yang kini membelakanginya.
"Lepasin gue"
Ify menggeleng tegas, semakin mengeratkan genggamannya. "Nggak, nggak mau..."
"Please, Fy..."
Ify memutari tubuh jangkung itu hingga mereka saling berhadapan, masih dengan genggaman yang belum terlepas, semakin Rio berontak, semakin kuat Ify menahannya meski harus dengan dua tangan sekaligus. "seenggaknya, kasih gue alasan kenapa lo pergi, kenapa lo nggak nyegah Debo, apa sebegitu nggak pentingnya gue buat lo, a... apa... hiks... hiks..." Ify tidak mampu melanjutkan kalimatnya, dadanya sesak, di dalam genggamannya jemari Rio semakin keras berontak hingga membuat genggamannya kehilangan tenaga, meratapi ketidakbersayaannya.
"Yo, gue mohon jangan pergi..."
"M... ma... maaf, gu... gue harus pergi" Rio menarik tanganya dari genggaman gadis itu, berlari menuju mobilnya lalu melesat pergi tanpa berkata apa-apa lagi.
***
Cakka, Gabriel dan Alvin berkumpul di kediaman keluarga Haling sepulang mereka mengantar para gadis, sepanjang jalan mereka dihantui pikiran buruk lantaran Rio tidak bisa dihubungi dan belum kelihatan batang hidungnya sampai malam nyaris berganti pagi.
Jam dinding besar berdentang keras satu kali, sudah pukul 01.00 dinihari tapi si empunya rumah belum juga kembali, Cakka mengendurkan dasinya yang mulai terasa mencekik, membuka beberapa kancing kemejanya menghalau gerah, Gabriel melakukan hal yang sama, sementara Alvin diam di sofa dengan kaki bersila.
"Kayaknya, Doi nggak bakal pulang cepet deh malam ini" ujar Alvin memecah keheningan yang terasa sedari tadi, "Ada baiknya kita tidur dulu bentaran, besok sekolah" putusnya.
Cakka mengangguk, "Bener tuh, Gue juga udah ngantuk banget" lapornya, dia sudah menguap berkali-kali sejak tadi.
"Yaudah, pada tidur sono, ntar gue nyusul" sambung gabriel. Cakka dan Alvin mengangguk.
sepeninggal kedua sahabatnya, Gabriel menggantikan Alvin bersandar di sofa ruang tamu, menghela nafas berat memikirkan apa yang sekiranya terjadi dengan adiknya diluar sana. bila saja Tuhan mengizinkannya mengambil alih permasalahan yang tengah dirasakan adiknya kini, dia akan sangat bersedia. bukan untuk menjadi sok pahlawan, tapi setidaknya, dia lebih bisa berfikir jernih untuk menyelesaikannya. berbeda dengan Rio yang seringkali menjadi begitu lemah saat perasaannya terluka, dibalik kepekaannya yang luar biasa, dibalik tubuh tegapnya, dibalik tatapan tenang dan senyuman damai yang terpeta di wajahnya, tersimpan duka dan ketakutan yang sulit untuk ditinggalkan, dan semua itu karena dirinya, karena perbuatannya dimasa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] LUKA SEMESTA [END]
Teen FictionBlurb : Rio tidak bisa melupakan apa yang mama dan kakaknya lakukan 8 tahun lalu, dia marah tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya diam, berjalan seolah mereka tidak ada, menghilang, menghindar, seolah semua anggota keluarganya sudah mati. Hingg...