28 - Tamu Tak Diundang

3.2K 213 10
                                    

2 Minggu kemudian...

Triiiing...

Triiiing...

Triiiing....

Alarm yang berbunyi nyaring hingga memenuhi sudut kamar tidak membuatnya beranjak melainkan semakin merapatkan selimut yang membungkus badannya sejak semalam, memejamkan mata rapat-rapat, menghalau denyutan yang menghantam kepalanya kuat-kuat, rasanya seperti di pukuli benda tajam, badannya lemas, sekujur tubuhnya basah keringat.

Dia menggerang tertahan, sebenarnya dia sudah terjaga sejak pagi, tapi kepalanya sakit bukan main, persendiannya terasa linu hingga memaksanya tetap tinggal di tempat tidur.

Cklekk!

"Woy! bangun, udah siang nih, ntar gue telat jemput Shilla..."

Rio menggeliat suara Alvin terasa berdengung ditelinganya, dia merasa tubuhnya ditarik paksa, tapi tetap tidak berpindah. Wajah Alvin tampak berbayang dalam pandangannya, "Lo duluan aja deh, nanti gue nyusul..." ujarnya pelan.

"Nyusul gimana? udah siang! pasti telat deh lo! buruan ah..."

Lagi, dia merasa tubuhnya ditarik kuat, dipaksa bangun kemudian dijatuhkan kembali.

"Astaga! lo sakit? badan lo kebakaran gini" seru Alvin panik, dia menggerakkan tangannya cepat menyentuh bagian tubuh Rio yang lain, leher, kening, pipi semuanya panas, dia langsung sadar jika wajah sahabatnya itu sangat pucat seperti mayat hidup.

Rio tersenyum tipis, "Muka lo biasa aja dong, gue cuma panas aja kok, Arrgh..." ringisnya saat kepalanya terasa semakin sakit, dia memijat pelan pangkal hidungnya, mencoba meredakan denyutan yang menggila, sesekali memperhatikan Alvin yang malah sibuk dengan ponselnya. Agak lama setelah bicara entah dengan siapa, Alvin kembali mendekat sambil mengulurkan hoddie.

"Bangun, gue anterin ke rumah sakit." titahnya.

"Nggak usah, pusing doang kok. di bawa tidur juga ilang"

Alvin mencebik keras, "Lo nurut, apa gue tinggal!" serunya galak sembari melangkah keluar.

Rio menatap kepergian Alvin dengan sebelah alis terangkat, tanpa ba bi bu, dia segera memakai hoddie itu, merapikan rambutnya, lalu menyusul Alvin sebelum orang itu benar-benar marah.

Alvin mangemudikan mobil Rio dengan kecepatan diatas rata-rata, panik tentu saja, tidak biasanya Rio sakit sampai tumbang begini, biasanya juga kecapekan, tinggal minum obat warung, tiduran, besoknya udah baikan lagi.

Beruntung, mereka lagi-lagi menginap di rumah induk sehingga ada banyak transportasi yang bisa dipakai, coba saja kalau tadi mereka sedang di kostan, apa iya mereka harus pergi ke rumah sakit naik bis?

"Sejak kapan badan lo panas yo?"

"Nggak tahu, pas bangun gue udah lemes"

"Ada yang sakit lagi, nggak? cuma panas aja, kan?"

"Iyaa..."

"Pusing nggak?"

"Iyasih, aduh... Ko, lebay deh lo! perasaan sama Shilla aja nggak gini-gini amat, jangan sampai lo berpaling deh, ntar lo cinta sama gue lagi!" selorohnya mengalihkan perhatian.

Alvin menatap Rio frustasi, "Lo ngelantur sarap!"

"Abis lo nanya kaya emak-emak sih, ngeri gue?"

"Gue tuh khawatir tahu nggak!" Alvin mencak-mencak.

"Iyaa... tahu kok, tapi kekhawatiran lo berlebihan, Vin. Gue nggak suka"

Alvin menghela nafas pelan, memilih fokus pada jalanan di depannya. "Gue cuma nggak mau lo kenapa-napa, cuma lo yang gue punya, gue nggak mau kehilangan orang yang gue sayang lagi, cukup mama aja yang pergi, gue nggak mau lo nyusul mama juga...."

[1] LUKA SEMESTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang