Lagi, Leona menjadi nyamuk yang keberapa kalinya dalam satu minggu ini. Gadis itu berjalan dibelakang Calista dan Hugo yang sedang mengobrol. Mengenaskan ya?
Sebuah bola basket memantul kearah kakinya, ia mengambil bola itu lalu mengedarkan pandangannya pada murid laki-laki yang sedang bermain basket. Sebelum Leona melempar bola basket itu, seseorang langsung mencegahnya
"Leona! Kasih gue aja" Leonard datang dan menyodorkan tangannya, siap menerima lemparan bola Leona
"Oke" Leona melempar bola basket itu pada Leonard
"Thanks ya" ujar Leonard
Dilihatnya Calista dan Hugo sudah semakin jauh, ia pun malas untuk mengikuti mereka. Untuk apa juga dirinya mengikuti mereka? Lebih baik ia duduk di tepi lapangan, menonton Leonard yang sedang bermain basket
Mata Leona tak luput dari pergerakan Leonard, seakan-akan lelaki itu pusatnya. Leonard berhasil memasuki bola kedalam ring, membuat Leona berteriak kegirangan. Ia langsung menutup mulutnya, ia kelepasan. Ia merutuki dirinya sendiri, Leonard dan teman-temannya yang sedang bermain basket melihat kearahnya
Ia memilih pergi dari situ, daripada malu?
*
Dari kejauhan Leona bisa melihat Syifa yang terus menempel dengan Leonard, cewek itu merangkul lengan Leonard. Jelas-jelas Leonard ngga nyaman, kenapa Syifa masih saja mendekati Leonard? Kenapa juga Leona harus mengurusi itu semua?
Leona mendengus lalu berjalan melewati Leonard dan Syifa. Leonard meminta bantuan dari tatapannya, sedangkan Leona berusaha tak melihat itu semua. Leona terus berjalan, sampai seseorang menghentikan langkahnya karena menarik pergelangan tangannya
"Sorry Syif, gue pulang bareng ni anak" ujar Leonard lalu menarik Leona menjauh dari sana
Leona tahu, nantinya akan banyak kejadian-kejadian tak terduga
*
Seperti saat ini, Leona dan Leonard di pilih menjadi perwakilan kelas untuk mengisi data-data siswa di kelas mereka. Berhubung mereka berdua adalah ketua kelas, lalu kenapa hanya mereka berdua? Karena kelas mereka belum mengumpulkan data tersebut, kalau kata Gilang si ketua OSIS menyebalkan, "Ngga apa-apa kan berdua? Kan biar ada temennya"
Untuk Leonard mungkin hal ini biasa, untuk Leona? Tidak sama sekali. Sekolah sudah sepi, kelas apalagi. Yang tersisa hanya mereka berdua, yang duduk saling berhadapan. Ini gawat untuk jantung Leona
Tiba-tiba pulpen Leona terjatuh, entahlah mungkin karena ia terlalu gugup. Refleks, mereka berdua mengambil pulpen itu secara bersamaan. Mengakibatkan kepala mereka yang bersentuhan, dengan suara yang agak keras
"Aduh" pekik mereka bersamaan
Mereka mengusap pelan dahi mereka. Tiba-tiba tangan besar itu meraih dahi Leona, mengusapnya pelan. Pipi Leona merona merah, ia menahan napasnya
Jangan gugup, jangan gugup
Tiba-tiba Leonard menangkup kedua pipi Leona. Membuat jantung Leona tak karuan, Leonard menepuk-nepuk pelan kedua pipi Leona
"Lo demam ya? Kenapa pipinya merah banget?" Leonard meletakkan punggung tangannya diatas dahi Leona, sedangkan satu tangannya berada di dahinya sendiri
"Ngga panas sih, lo mau pulang aja? Biar nanti gue bilangin Gilang kalo lo ngga bisa nyelesaiin besok" ujar Leonard
"Ngga usah, gue ngga demam kok. Gue cuma kepanasan" Leona mengibaskan kedua tangan kearah wajahnya, berusaha mendapat angin dari kedua tangan mungilnya
"Lo kepanasan? Suhu AC nya mau gue turunin?" tanya Leonard
"Ngga usah, mending kita ngerjain ini aja biar cepat selesai"
Leona ngga tahan, ia harus segera menyelesaikan tugas ini. Karena berduaan bersama Leonard itu akan membahayakan jantung dan perasaannya. Bahkan di suhu ruangan yang sedemikian dingin, ia masih terus mengeluarkan keringat
Leonard telah selesai lebih dulu, lelaki itu bersandar pada kursi. Ditatapnya sang gadis yang sedang serius menulis, ingin cepat-cepat pulang. Yang dilihat Leonard, Leona nampak santai mengerjakan kerjaan gadis itu. Tapi kenyataannya, Leona berusaha mengerjakan dengan cepat agar ia berpisah dengan Leoanard
"Udah selesai? Yuk" Leona mengangguk lalu merapikan peralatan tulisnya
Mereka berjalan bersama menuju ruang OSIS, ruangan itu sudah sepi. Mereka berdua meletakkan pekerjaan mereka diatas meja Gilang. Sekolah sudah sepi, hanya anak-anak ekskul basket yang sedang bermain di lapangan
"Pulang sama gue ya Na?" Leona masih diam, tak tahu jika Leonard bicara padanya. "Leona?" Leonard menunduk, mensejajarkan tingginya dengan Leona
"Eh iya? Kenapa?" Leona terperanjat, wajah mereka sangat dekat
"Pulang sama gue ya?" tanya Leonard lagi
"Iya" Leona mengangguk mengiyakan
"Tunggu di parkiran dulu ya, gue mau ke Jaya sebentar" Leonard menepuk puncak kepala Leona pelan, lalu berlari kearah lapangan menghampiri Jaya
Kalau di pikir-pikir, Leonard, Fazal dan Jaya adalah perkumpulan lelaki tampan di sekolahnya. Leonard yang jelas-jelas tertampan dari semuanya, dengan rahangnya yang tegas dan tatapannya yang tajam. Fazal adalah tipe lelaki manis yang baik terhadap semua orang. Jaya termasuk lelaki dingin dengan perawakannya yang tinggi, tapi sifat dinginnya adalah daya tarik dari lelaki itu
Kalau di pikir-pikir lagi, mereka semua jomblo. Jika Leona tidak bisa mendapatkan Leonard, kenapa tidak dengan temannya? Baiklah itu pemikiran yang konyol sekali. Tapi walaupun Leonard yang tertampan dari ketiganya, bukan berarti Fazal dan Jaya tidak tampan. Mereka tampan!
Dan sekarang dalam perjalanan menuju parkiran, Leona masih disibukkan dengan fangirling-an? Salah satu orang yang dipikirkan Leona datang, ia sedang duduk disalah satu motor sambil memainkan ponselnya
"Fazal?" tanya Leona, takut salah orang
"Iya? Eh Leona" Fazal tersenyum, bahkan dengan wajahnya yang kumal karena keringat ia masih terlihat tampan. Leona berdecak kagum
"Ngapain disini?" tanya Leona lagi
"Nunggu Jaya" jawab Fazal "Lo ngapain disini?"
"Nunggu Leonard" Fazal mengangguk lalu membelalakan matanya, kemudian tersenyum dengan senyuman penuh arti. "Lagi dekat nih ceritanya"
"Eh bukan, kebetulan kita tetangga" elak Leona
"Ya dekat sama dia juga ngga apa-apa sih Na, cuma hati-hati aja ya sama Syifa. Sangar banget dia" Leona tertawa, si cantik Syifa sangar? "Nah itu orang yang ditunggu datang" Fazal menunjuk kearah dibelakang Leona
"Sorry Na lama" ujar Leonard
"Ngga, lagian ada Fazal kok"
"Yaudah kalau gitu gue pergi ya" Fazal menepuk pelan bahu Leonard lalu tersenyum pada Leona
"Loh kok Fazal balik ke lapangan?" tanya Leona heran
"Gue yang minta dia kesini, biar nemenin lo" jawab Leonard lalu melajukan motor hitamnya
Menemani dirinya? Walaupun bukan bentuk perhatian yang besar, namun Leona senang. Setidaknya Leonard masih memikirkan dirinya.