Prolog

272 76 68
                                    

~ Tidak ada salahnya dengan terdiam di satu tempat untuk memaknai sesuatu~
- Syafir -

***

Arianna Costa hanya terpaku memandang sepasang muda-mudi yang tengah bermesraan di seberang kelasnya. Entah apa yang membuatnya mempertahankan posisi seperti itu. Dia seharusnya memutuskan untuk enyah dari tempat itu dan menenangkan hatinya. Tapi dengan mata yang mulai berkaca-kaca kaki jenjang itu tak beranjak se-inci pun,bahkan kedua ujung bibir mungil itu dipaksanya untuk ditarik ke atas.

'Sto benissimo' (aku baik-baik saja),gumam gadis itu pada dirinya sendiri.

***

"Apa dia sungguh baik-baik saja ?" Tanya gadis yang sedang berduaan dengan Cola Ricci,mantan kekasih Arianna. Lanjutnya," Jangan membuatku menjadi seperti jalang yang hanya mampu merebut milik orang lain !"

Pemuda 17 tahun itu hanya menghela napas. Dari sudut matanya,masih bisa ia lihat bahwa gadis yang memujanya itu tetap setia memandang kearahnya. " Betapa bodohnya gadis itu. Seharusnya dia pergi saat melihat sesuatu yang menyakitinya."

" Ada baiknya kau kembali mengajak Costa berkencan. Kurasa,kau adalah yang pertama baginya," ucap gadis berambut hitam legam itu sambil menahan tawa.

Cola berpaling memandang mata hijau sahabatnya itu. Menelusuri setiap inci wajah gadis asli Italia itu,mencari candaan yang akan terlihat dari ekspresinya. "No !" Akhirnya ia bersuara,lanjutnya," Takdir kami memang harus berpisah. Jadi jangan mengucapkan kalimat semacam itu lagi. Kau mengerti,Emili ?"

Tatapan tajam yang terarah pada Emili hanya ditanggapinya dengan anggukan ringan. Akan menjadi masalah besar jika memulai debat dengan Cola. Dan kembali,pemuda itu mencoba mencuri lihat pada gadis yang sempat menjadi miliknya. Dan ternyata sekarang gadis itu tengah ditopang oleh seorang pemuda.

'Si (ya),pahlawanmu itu akan selalu ada untukmu,Arian. Jadi berlindunglah padanya dan hilangkan aku dari hatimu. Mi dispiace(maaf).'

***

Setetes kristal bening mulai meronta untuk keluar dari rongga mata Arianna. 'Kenapa kau masih berdiri disini,Bodoh ?' Bagian lain dari diri Arianna yang terluka mengumpat. 'Kau seharusnya melangkah pergi dan lupakan pecundang itu !' Suara itu kembali memojokkannya. Arianna hanya mampu menutup telinganya dengan kedua tangan. Berharap suara itu tak bisa menembus perlawanannya itu. 'Bodoh,kau memang bo......'

" Berhenti ! Kumohon berhentilah mencelanya. Aku hanya ingin melihatnya. Kumohon biarkan aku melakukan itu,kumohon," mata gadis yang bercita-cita menjadi psikolog itu terpejam. Kakinya mulai goyah dari tempatnya semula. Dan mulutnya terus berucap kata kumohon dan berhenti. Sampai akhirnya ia hilang keseimbangan dan siap untuk jatuh ke lantai lorong depan kelasnya.

" Untunglah aku tidak terlambat," suara bariton seorang pemuda terdengar jelas di telinga kiri Arianna. Ia tidak jatuh. Seseorang menolongnya. Dan saat itu mata yang masih basah oleh kristal bening terbuka. Bertemu dengan iris kelabu yang tajam. Arianna dibantu berdiri tegak oleh pemuda itu,walau pemuda itu masih tetap menopangnya. Pandangan pemuda beriris kelabu itu beralih ke seberang. Menemukan sebab dari kegoyakan Arianna. Ia menggela napas panjang lalu menatap wajah pucat sahabatnya.

" Grazie,Kev (terima kasih,Kev)," suara parau Arianna keluar.
" Berhentilah bersikap seperti ini ! Ini bukan kau Arian. Ini sama sekali bukan kau." Bentak pemuda itu. Kevin Foco Saverio Arshavin,pemuda keturunan Italia-Rusia, sahabat Arianna.

Setetes kristal bening kembali jatuh," Mi dispiace." Dan pada akhirnya dari setetes menjadi sesenggukan tangis yang memilukan. Kevin merengkuh sahabatnya,mengelus kepala yang dihiasi rambut pirang emas. Sedang mata kelabu itu menatap tajam pada sepasang muda-mudi yang seperti kertas dan lem. Seakan Kevin adalah elang yang tengah mengintai mangsanya.

☆☆☆

Amore Non CorrispostoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang