8

29 6 5
                                    

~ Hitam di tambah hitam akan tetap menjadi hitam ~
- Gin -

***

Arianna masih sulit mencerna pengakuan sahabatnya. Seperti petir di siang bolong. Ia melamun di kamar hotel. Pikirannya terlalu kacau untuk mempercayai semuanya. Di saat itu pintu kamar terbuka, pemuda itu masuk dengan wajah cemas. Setelah mendapati ada orang yang dicarinya, ia membuang napas lega,melangkah menuju gadis itu dan memeluknya. Hal itu cukup membuat Arianna tertegun walau hanya beberapa detik. Lalu ia membalas pelukan itu.

"Terimakasih," ucap Cola sambil melepaskan pelukannya.

"Grazie ? For what ?"

Cola tersenyum singkat. "Karena kau baik-baik saja."

Arianna tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia masih bingung dengan sikap Cola yang sering berubah dan sekarang pemuda itu terlihat mengkhawatirkan dirinya.

"Emm boleh aku menanyakan sesuatu ?" tanya Arianna. Cola menggangguk singkat. "Kenapa kau bersikap manis terhadapku ? Ini bukan kau yang dulu menekanku teramat sangat."

Cola menghela napas panjang lalu berkata,"Maaf untuk apa yang aku lakukan dulu. Aku menyes ..."

"Itu bukan jawaban dari pertanyaanku, Tuan Ricci !" potong gadis itu tajam.

Suasana terasa tidak nyaman setelahnya. Apalagi keduanya malah memilih diam dengan saling tatap. Dua mata tajam bagai predator yang seakan sedang lapar.

"Aku tidak ingin mereka melihatmu sebagai taruhan terus-menerus," akhirnya Cola Ricci memilih membunuh keheningan yang ada.

Arianna terlihat bingung dengan ucapan pemuda yang menjadi penghuni hatinya itu. "Mereka ?" hanya satu kata yang mampu dikeluarkann oleh Arianna.

"Teman-temanku. Jika aku tetap bersamamu saat itu, mereka masih akan melihatmu sebagai bahan taruhan yang kumenangkan," Cola mengalihkan pandangannya. "Dan aku tidak menyukai hal itu !"

Arianna tertegun dan membiarkan bisu menyela pada keduanya.

*****

"Kau yakin ?" tanya Arianna yang telah rapi dengan gaun putih selututnya. Bahunya terbuka menampakkan leher berhias kalung dengan liontin safir kecil. Ia sedang menunggu Cola Ricci yang tengah menata pakaiannya ke koper besar berwarna hitam.

Satu jam lagi mereka akan kembali ke Venesia dengan penerbangan Swiss International Airlines. Karena itu mereka sibuk mengepak segala sesuatu.

"Sure. Mereka tidak seharusnya melihatmu sebagai bahan taruhan lagi mulai sekarang," jawab Cola yang telah menyeret 2 koper. Satu miliknya dan yang satu milik Arianna.

Arianna tersenyum sambil mengambil tas ransel kecil yang selalu dibawanya. Tak lupa ia mengambil tas ransel milik Cola. "Baiklah kalau begitu."

Setelah mereka merasa telah merapikan semuanya, mereka segera menuju ke lobi, tempat berkumpul bersama dengan yang lain. Saat mereka sampai, banyak mata memandang heran pada keduanya. Tidak terkecuali Kevin dan Emili yang notabennya dekat dengan mereka.

"Cola, kenapa kau bersama dengan Costa ?" sebuah pertanyaan langsung dilontarkan Antonio yang memang selalu banyak tanya. Pandangan teman-teman Cola langsung tertuju pada Antonio dengan maksud 'pertanyaan bodoh'.

Cola hanya tersenyum tipis, sementara Arianna tetap berwajah datar seakan ini hal yang biasa. Satu detik kemudian ia menangkap sepasang mata yang menatapnya kosong. "Aku akan ke sebelah sana sebentar. Tidak lama," tanpa menunggu jawaban Cola, Arianna berlalu mencari pemilik mata hitam itu. Siapa lagi kalau bukan Kevin Arshavin.

"Ehem ,,,, jadi sebagai apa kali ini ?" sergah Jason yang dikenal sebagai playboy Sekolah Menengah Venesia.

Cola yang sadar pertanyaan itu ditujukan padanya melihat satu per satu temannya. "Berhenti melihatnya sebagai mainan !" suara Cola sangat dingin, "Atau akan kubuat kalian menyesal telah dilahirkan !"

Cukup dengan 2 kalimat itu mulut para komentator terkunci sepenuhnya.

*****

Arianna mendapati Kevin di bagian paling belakang orang-orang yang berkumpul. Berdiri kaku dengan mata kosong menatap lantai. Ia menghampiri pemuda itu. Tangan putihnya menyentuh bahu Kevin. Pemuda itu mendongak dan disambut oleh sepasang mata biru yang indah baginya.

"Ada apa ?" tanya Kevin.

"Aku merasa kau menghindariku," jawab Arianna.

Kevin mengalihkan pandangannya, menolak untuk memandang mata biru Arianna. "Kenapa kau bersamanya ?"

"Kami memutuskan untuk kembali bersama," Kevin meliriknya singkat. Lalu Arianna kembali berucap, " Dia pemuda yang baik, Kev !"

"Aku tidak bisa percaya padanya, Arian !"

"Kau cukup percaya padaku ! Bukankah kau akan selalu menjagaku walaupun aku bersama orang lain ?" protes Arianna tajam.

Darah Kevin sudah memuncak ke kepala. Sulit percaya bahwa Arianna benar-benar tidak memberinya peluang untuk menjadi seorang kekasih. Karenanya ia berlalu meninggalkan Arianna sambil berkata, "Kau mengubahku sulit mempercayaimu kali ini, Arian !"

"Kevin, Kau harus sadar jika kau lebih penting dari dia ! Dan kau tidak harus menjadi Who_am_i  untuk mendapat perhatianku. Kau harus mendoktrin dirimu dengan itu !" teriak Arianna yang membuatnya menjadi pusat perhatian. Sementara Kevin terus melangkah tanpa melihatnya.

☆☆☆

Hai guys !!!!
Mian ya karena udah terlalu lama nggak update
Yeah walaupun bakal slow update tapi bakal tetep di lanjut sampek ending kok

Grazie buat semuanya
Let's go to the next😇😇😇

Amore Non CorrispostoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang