Someone New

245 16 0
                                    

Lintang's POV (it's really hard)

"Iya saya yang ngelakuin itu, saya mau kamu jauhin dia," kata saya sambil bangun untuk berdiri. Saya juga nggak tahu, kenapa saya berani ngomong begitu di depan dia. Dia pasti lagi kaget karena tahu saya yang sengaja nyenggol motor Ryan.

Ryan emang anak nakal, tapi dia nggak pernah usil sama kakak kelas. Dia sering deketin Luna, beberapa kali saya liat raut wajahnya yang takut, jangan dipikir saya nggak merhatiin Luna karena kelas kita yang jauh.

Itu sebabnya saya berani celakain Ryan, niatnya cuma biar oleng, tapi malah keterusan. Daripada bantuin lalu ketahuan, mending saya tinggal pergi. Am i wrong?

Soal mukanya yang babak belur pekan lalu, itu saya juga yang ngelakuin. Biasanya saya nggak pernah perduli, bahkan kalo ada orang yang mau diperkosa, tapi lain halnya kalo orang itu adalah Luna.

Saya nengok ke belakang, melirik dia yang masih ketakutan, tangannya meremas dasi, sambil komat-kamit.

Ponsel saya berdering, tulisan Mr Jack tertera di sana. Saya emang nggak pernah manggil dia dengan sebutan Ayah, tapi lain soal kalo di depan orang. Saya lebih suka panggil dia Pak Jack.

Well, Pak Jack, adalah Ayah saya. Orang yang selalu bantu saya kalo lagi kesusahan. Dia orang yang culas, pemarah, dan jahat, seenggak itu yang saya tahu terakhir kali ketemu beliau.

Terakhir ketemu, kira-kira waktu saya mau masuk SMA. Dia maksa saya supaya sekolah bisnis di Berlin, udah pasti saya nolak, bakat saya bukan di bisnis.

Saya geser icon hijau, dan nempelin ponsel di telinga. "Halo?" sapa saya.

"Saya mau ketemu sama kamu, jam tiga sore di depan caffe."

Dia cuma ngomong satu kalimat, dan memutuskan percakapan secara sepihak. Typical Jack.

Hubungan kita memang nggak baik, nggak pernah nyambung. Saya suka ke perpus, dia suka ke bar. Saya suka baca buku, dia suka nonton film dewasa. Saya suka air mineral, dia suka alkohol. Saya pernah pacaran satu kali, dia.. Nggak tau, mungkin puluhan. Dengan senang hati saya akan kenalin ke kamu, Jack, Ayah saya yang paling brengsek.

Agak kesel juga sih, punya Ayah seperti itu, Ibu juga gak ada perdulinya. Tapi semuanya saya jalanin dengan ikhlas, seperti air yang mengalir.

Saya melangkahkan kaki menuju kelas, karena emang istirahat tinggal lima belas menit lagi.

"Lintang!"

Siapa? Saya diam di tempat sambil naikin alis, secara spontan, tanpa noleh ke belakang. Ada suara derap sepatu, dia mendekat.

Tangannya terulur di bahu saya. "Gue nyariin lo dari tadi." saya mutar badan menghadap dia yang lagi senyum.

"Kenapa?" tanya saya sambil masukin tangan ke dalam saku. "Ini, gue udah ngerjain, sisanya bagian lo." dia ngeluarin flashdisk dari sakunya.

"Kapan deadlinenya?"

"Besok, besok dikumpulin. Oh, ya Tang, hari ini bisa jalan nggak sama gue? Gue mau ngomong sesuatu."

"Okay, jam berapa?"

"Abis pulang sekolah, tapi gue piket dulu, nggak papa 'kan?"

"Gak papa."

"Eh, ke kelas yuk." saya mengangguk mengiyakan ajakannya.

Ya, dia Andira.

****

Before Sunrise Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang