His Story

179 14 2
                                    

"Mana Bu? Katanya ada di sini?"

Lah! Itu dia orangnya! Gue bangun sangking senengnya dan kejedot lagi sampai terduduk, sementara Airin menutup mulutnya dengan bahu bergetar. Tahik! Lagi ngetawain gue tuh pasti.

"Luna?" ada nada senang dan geli di suaranya, dia bantu gue untuk bangun. Okay, gue mangap liat dia sekarang!

Gila!!

Lintang!!

Menyedihkan!!

Banget!

This is so asdfghjkl

Dia menjentikan jarinya di depan muka gue. Gue berkedip dua kali sebelum akhirnya sadar gue lagi aib banget.

Omaga! Let me describe his condition.

Parah banget! Lebih parah dari yang gue alami tadi siang. Oke, gue rasa tangannya patah. Kepalanya di perban, mukanya bonyok, lehernya digips, kakinya patah juga deh kayaknya, dia harus pake tongkat buat jalan. Jadi wajar aja kalo jalannya lelet.

"Kamu nggak papa?" tanya dia mengibaskan tangannya di depan gue. Gue mengangguk macam lumba-lumba ancol.

Dia ketawa, ih kangen!!

Rasanya gue pengen banget meluk dia, nangis di dadanya dan bilang kalo gue suka sama dia. Gue mau bilang kalo gue nggak suka dia deket sama Kak Andira, gue mau bilang kalo dia nggak boleh kemana-mana dan harus tetap di samping gue.

Jadi pengen ngusir Airin deh.

"How are you?" Aw! That voice, i really miss him. Entah cuma gue atau emang kalo suaranya agak serak dan bindeng.

"May i hug you?" Gila!Gila!Gila! Sumpah gue goblok banget, seharusnya itu dalam hati.

Sekarang Si Ibu, Airin dan Lintang natap gue bingung sementara gue menutup muka sangking malunya.

Menurut gue sih wajar gue kangen sama dia, karena ... oke, ini alay.

"Ekhm," gue berdeham pelan sebelum akhirnya act-like-nothing's-happened. "I'm fine," jawab gue melepas tangan yang masih di muka dan tersenyum lebar.

"Ada apa nyari saya?" tanyanya lagi.

Nah loh.

Ada apa yah.

* * *
(a/n; sebenernya ngerasa kaku dan alay banget waktu povnya Luna jadi povnya ganti ke author.
Notice the lyrics, it may gives you some clues for what happen to them in the next chapt.)

Luna duduk ditepi ranjang bersama Lintang, keduanya saling membungkam mulut tanpa mau berkata. Airin, sudah pulang sedari tadi karena ditelepon neneknya, sementara Surti melanjutkan pekerjaannya di luar.

Ya, kini tinggal mereka yang berada dalam satu ruangan.

Keduanya saling bergelut dalam pikirannya masing-masing, duduk berjauhan sambil mengulum bibir dan bermain jari.

"Tang," panggil Luna bersamaan dengan Lintang yang memanggilnya, "Lun."

"Oke, kamu duluan."

"Enggak, enggak. Lo duluan."

Before Sunrise Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang