Where Are You Now?

234 13 1
                                    

Gue melangkahkan kaki di tempat parkir. Baru pukul enam lewat lima belas, gue datang bersama Ryan, hari ini tepat seminggu Lintang nggak masuk.

Gue udah coba ke apartemennya, tapi kosong. I know there's something wrong. Apalagi semenjak kejadian pekan lalu sama Kak Andira.

Ryan jemput gue di depan rumah, entah dapet dari mana alamat rumah gue, gue belum sempat tanya. Dia pegang tangan gue dan senyum sama Bibi yang mana bikin Bibi bingung karena selama ini gue deketnya sama Lintang.

"Lun, kenapa bengong, masuk yuk?" sekali lagi, dia pegang tangan gue dan tersenyum manis. Bukannya ge-er tapi gue rasa dia suka sama gue.

Gue menghela nafas lalu mengangguk dan tersenyum, biasanya ... biasanya Lintang yang ngelakuin ini ke gue. Udah seminggu hidup gue rasanya hambar. Gue udah coba telfon, sms, sampai kirim e-mail tapi nggak pernah diangkat atau dibalas.

"Lun? Lo dengerin gue nggak sih?" tanya Ryan sambil mengibaskan tangan di depan gue.

"Hah? Eh, kenapa?" tanya gue kayak orang bodoh, gara-gara terlalu mikirin dia, gue jadi nggak ng-eh sama lingkungan.

Apalagi waktu inget ekspresi terakhirnya ke gue. Jadi pengen nangis.

"Gue nanya, boleh nggak setiap hari gue anter-jemput lo?"

Ah, harusnya Lintang yang kayak gini. "Kalo nggak ngerepotin sih boleh." lumayan 'kan, irit ongkos. Untung ngomongnya dalam hati.

"Okay, jadi nanti lo pulang sama gue, dan seterusnya gue antar-jemput ya."

Gue mengangguk, kira-kira, Ryan tau nggak ya kemana Lintang?

"Eh, Yan. Lo tau nggak Lintang ke mana," tanya gue straight to the point.

"Hah?" ekspresinya aneh, dia garuk-garuk tengkuk sambil salah tingkah. "Nggak tau tuh, kenapa emang?"

"Gue ... nggak papa. Hehe, lupain aja."

"Bagus dong, gue mau deket sama lo jadi nggak usah segan, karena takut dicelakain lagi."

Oops! Gue nggak nyangka reaksinya bakal kayak gitu, emang sih, entah cuma gue yang berpikiran kayak gini atau enggak kalo Lintang nyelakain Ryan karena dia berusaha deket sama gue. Tapi, bisa aja 'kan ada maksud lain.

Maksud gue, Ryan 'kan anaknya songong bin bandel, bisa aja dia yang melakukan hal buruk ke Lintang. Eh tapi dia nggak mungkin berani sama kakak kelas.

Gue tersenyum dan menatap lurus ke depan. Gue udah tiap hari ke perpus dan nanyain Bu Lia, hasilnya? Beliau bilang Lintang belum datang lagi semenjak hari itu. Waktu gue ke kelasnya juga cuma ketemu Kak Andira, gue males banget ngomong sama dia, jadi gue tinggal pergi aja.

Waktu itu secara terang-terangan dia bilang dia suka sama Lintang dari awal MOS, dia juga bilang Lintang suka sama dia tapi gue nggak percaya. Setelah itu dia bilang kalo dia bakal mutusin Kak Vian seandainya Lintang nembak dia. She's selfish that way.

Padahal Kak Vian cukup keren, dia ketua PMR. Tampangnya mirip-mirip sama anggota One Direction, Louis Tomlinson. Gue heran, apa Lintang mau nembak dia padahal Lintang tau kalo Kak Andira udah punya pacar. Emang sih, akhir-akhir ini hubungan Kak Andira sama pacarnya merenggang.

Well, gue ngelanjutin hari-hari di sekolah tanpa Lintang.

***

"Luna!!" teriak Airin waktu gue sampe depan pintu, kontan gue langsung tutup kuping. Tuh anak makin hari makin nggak waras aja.

Before Sunrise Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang