Nice Boy

419 25 0
                                    

"Jam berapa ini, Luna?" tanya Anya saat melihat keponakannya pulang.

"Dari mana aja kamu? Itu jaket siapa?" tanya Anya melirik jaket yang membalut tubuh keponakannya.

"Tadi.. di jalan hujan.. Trus, Luna-"

"Hujan?! Jangan kamu pikir Bibi bodoh, ya. Malam ini cerah dan kamu bilang hujan?"

Luna menatap sepatunya, lalu memainkan jemarinya.

"Tell me the truth." suara Anya yang datar membuat Luna ketakutan.

"I'm from the beach. Dont ask anything, i'm tired."  Luna melewati Anya yang menatapnya tajam, lalu berjalan ke atas.

Di anak tangga ke enam, Anya membuka suaranya, "tadi Ibumu nelpon."

"Ibu bilang apa?" dia membalikan tubuhnya, rasa penat seakan lepas begitu mendengar bahwa Ibunya menelpon

"Dia sakit, dia minta kamu untuk jenguk dia." Luna terlihat berpikir sebentar.

"So, i have to visit her?" tanya Luna

"It's better than you're just going around, you're a student, remember?" sindir Anya. Baru sehari Luna sudah membuatnya khawatir.

"Okay, bisa diatur." Luna mengacungkan jempol lalu kembali melanjutkan perjalanannya menaiki tangga.

Luna berjalan ke kamarnya, setelah berganti baju, dia mengerjakan PR Sejarah yang sempat tertunda.

Berpikir tentang Ryan, dia benar-benar takut untuk pergi ke sekolah. Dia menghela nafas dan selalu memutar kata-kata di pikirannya, cuma satu semester, enam bulan lagi dan gue bakal pisah sama dia. Jangan takut.

Mengingat betapa memalukannya dia, saat menangis di depan Lintang, saat dia merentangkan tangannya di depan umum.

Dengan spontan dia memeluk dirinya sendiri, saat membayangkan apa yang akan dilakukan Ryan jika Pak Ketut tak datang.

Luna juga mengingat betapa rindunya dia pada Ibunya, padahal dia baru sehari di sini.

Dia bangkit dari duduknya dan segera packing, besok dia akan pulang ke Bekasi.

****
Dia menunggu bis jurusan Bekasi di terminal. Hanya beberapa potong baju yang dibawanya, tentu bersama jaket Lintang yang belum sempat dikembalikan.

Perjalanan memakan waktu sekitar setengah jam, Luna memasang headset lalu memejamkan matanya.

Seorang pemuda duduk di sampingnya, pemuda itu melihat Luna dengan tatapan kagum. Tangannya naik untuk membelai pipi Luna.

Luna hanya mengerang, dia pura-pura tidur, dia berpikir bahwa di sampingnya ada Lintang, tanpa sadar, Luna mengulas senyum. Teringat wajah tampan Lintang saat terbasuh air wudhu semalam.

Luna membuka matanya perlahan dengan senyum yang belum pudar.

Seketika senyumnya hilang, mata yang tadinya tertutup rapat terbuka lebar-lebar saat mendapati pria tak dikenalnya duduk di samping.

"Woy! Ngapain lo!" sentak Luna, si pemuda itu terkejut dan menarik dompet dari tas Luna.

Saat pintu bus terbuka, pemuda itu turun dengan seringaian licik di wajahnya, diikuti Luna di belakang.

Before Sunrise Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang