Chapter 7

42 7 1
                                    

Sudah lama aku mengagumi mu. Entah untuk apa dan karna apa, aku tak tahu. Dan tidak akan pernah tahu.

Aku rindu, aku rindu akan senyuman manis mu, suara indah mu, tatapan teduhmu dan apapun yang ada pada diri mu.

Rinduku ibarat kuku, dan kamu adalah pemotongnya. Ketika pemotong bertemu dengan kukunya, akan menjadi pendek bukan kuku tersebut? Sama halnya seperti kuku, rindu ku akan menipis jika ia sudah bertemu dengan pemotongnya.

Namun satu hal yang aku sadari, aku adalah kuku seseorang yang malas. Malas untuk memotong kukunya. Bahkan enggan untuk mempertemukan pemotong kuku dengan kuku nya sendiri. Entah sudah berapa panjang kuku tersebut, aku tak tahu.

'Kapankah aku bertemu dengan mu lagi?'
Ya. Satu pertanyaan, yang hanya akan dijawab oleh waktu.

Aku benci seperti ini. Disaat rinduku menguasai fikiran ku. Teringat senyum manismu, membuatku tersadar. Senyum mu sudah menjadi favoritku.

Dirimu yang jauh disana, akankah kamu merasakan hal yang sama? Disaat tak bertatap muka dan tak bertukar sapa, masihkah dirimu mengingat ku? Seseorang yang mungkin bukan hal penting dalam hidup mu.

Aku rindu. Cara kau tertawa lepas, cara mu memakai topi, cara mu berbicara, cara mu membenarkan rambut mu, bahkan aku pun rindu pada cara mu menatapku.

Tatapan yang tak berarti apa-apa bagimu, namun lebih dari hal luar biasa untuk ku.

Untuk kamu,
Fikri Putra Fahri.

Lala menatap sendu apa yang baru ia tulis dalam Private Book nya. Inilah yang ia lakukan jika sudah tak tahan menahan rindu. Entah lewat tulisan ataupun tangisan, hanya dua hal tersebut yang dapat meringankan rindu yang terasa.

"Masih aja nulis tentang dia, La." Kak dio pun mengelus lembut rambut adiknya.

"Kan emg ga pernah absen nulis tentang dia, bang." Lala terkekeh.

"Emangnya ngga ada cowok selain dia ya dek?" Ucap kak dio lembut.

Lala menggeleng "ngga ada bang. Ngga ada yang gantiin dia sampe sekarang."

"Make pelet apa sih dia? Adek gua sampe demen banget sama tuh orang"

"Haha apaan sih bang. Ga jelas deh"

"Ngga usah sok seneng lo di depan gue, mata udah berlinang gitu masih aja sok sok an tegar"

Ekspresi Lala berubah, "bang.."

Kak dio langsung menarik adiknya kedalam pelukannya, "kenapa? Butuh sandaran kan? Udah gue peluk nih"

"Gue kangen dia, bang. Banget." Lala memejamkan matanya sekuat tenaga menahan tangis.

Kak dio hanya terdiam, karna ia tahu bahwa adiknya akan melanjutkan ucapannya.

"Kenapa sih gue harus jatuh sama orang yang ngga peduliin gue sama sekali. Kenapa harus dia? Kenapa gue bisa sesayang ini sama dia? Apa sih special nya dia sampe bikin gue sebegitu jatuhnya. Kenapa gue selalu rindu sama hal kecil yg ada pada dia. Gua capek kayak gini terus. Gua capek nunggu orang yang emang ngga pernah nganggap gue ada. Jangankan nganggap, ngelirik pun engga bang." Ujar Lala

Baju kak dio basah akibat tangisan Lala. Namun ia tak peduli. Terlihat jelas bahwa adiknya menahan sakit akibat perasaannya.

"Klo capek kenapa masih terus-terusan perjuangin dia, La. Berhenti. Berhenti perjuangin dia yang emang belum tentu nganggep lo ada."

Lala menggeleng, "Gue ngga bisa berhenti bang. Udah gue coba, tapi selalu gagal."

"Mau ke rumahnya sekarang?" Kak dio mengeratkan pelukannya.

Lala menatap abangnya, "mau. Tapi gue takut bang"

"Kenapa harus takut? Kan lo kangen sama dia, ya ketemu lah biar engga kangen lagi."

"Justru klo ketemu, gue makin kangen sama dia, bang"

"Terus sekarang mau lo gimana deh? Kangen tapi engga mau ketemu. Aneh."

"Dengan gue nangis gini dan ada sandarannya juga udh cukup kok bang. Makasih ya" Lala tersenyum manis pada kak Dio.

Kak Dio menepuk lembut puncak kepala Lala, "Iyaa sama-sama. Lain kali klo mau nangis, samper gue aja. Kan kamar kita sebelahan."

"Pesan gue, jangan maksain diri lo untuk perjuangin sesuatu yang justru bikin lo sakit. Ini cuma masalah waktu, La. Lagian lo juga masih SMP, mungkin pas SMA lo bakal satu sekolah sama dia."

"Ah lo mah jangan bikin gue ngarep bang."

"Apa deh. Kan gue bilang ini tuh cuma masalah waktu."

"Iya sih."

"Cuci muka gih. Jelek tuh muka lu, males gua ngeliatnya."

"Iya bawel lu bang"

"Kerjain pr juga lah dek. Udah jam 10 nih. Udah malem. Tidur sono"

Lala menoleh ke jam dindingnya, "Eh iya apa? Kayaknya tadi masih jam 7"

"Iya. Yaudah sana ngerjain pr"

"Iya bang. Makasi."

Lala pun mengerjakan pr nya dan langsung terlelap setelahnya.

To be continue...

Always Back Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang