Sarah melangkahkan kakinya ke penjuru jalan Champs Elysèes. Sesekali ia memperhatikan gedung-gedung pancakar langit yang indah dan juga sangat mewah. Sarah mengeluarkan kameranya dan mulai membidik satu persatu dari gedung-gedung itu. Sarah memang pandai dalam hal-hal potret memotret juga dalam bidang pembuatan film. Bahkan, dia pernah mendapat juara harapan 1 dalam lomba pembuatan film pendek yang berjudul "Pada Kanvas".
Sarah berhenti di salah satu cafe ternama di kota Paris. Cafe itu bernama Cafe De Flore, yang dimana cafe ini merupakan salah satu cafe tertua yang bergaya klasik dan paling bergengsi di Paris. Cafe ini juga dikenal dengan sejarahnya sebagai tempat pertemuan para kaum intelek, sastrawan, dan seniman elit Perancis pada zaman dulu.
Sarah memesan satu gelas hot chocolate. Ia memilih duduk di area teras cafe dari pada didalam, karena menurutnya suasana luar bisa menenangkan hatinya. Saat tengah mengaduk-aduk minuman tersebut, Sarah dikejutkan dengan suara panggilan dari ponselnya. Dia langsung mengangkat panggilan tersebut setelah membaca nama yang tertera di layar.
"Ha—" ucapan Sarah terpotong seketika. Orang diseberang sana terlebih dahulu menyapanya dengan nada yang riang.
"Halo Araaa! Lo apa kabar? Udah makan siang apa belom?" tanya seseorang itu yang tak lain adalah sahabatnya sendiri, Regan. Regan adalah sahabat terdekat yang dimiliki Sarah, bahkan Sarah sudah menganggap Regan seperti kakaknya sendiri. Walaupun terkadang kepedulian Regan terhadap Sarah bisa dibilang sedikit berlebihan. Dan Sarah tak menyukai sifatnya yang terlalu over portective.
"Gue baik-baik aja kok, ini lagi di cafe. Soalnya dari tadi belum sempet makan, Re." Jelas Sarah lalu meneguk secangkir hot chocolatenya .
"Eumm.. Ra, lo udah ngunjungin makam nyokap lo?" tanya Regan. Pertanyaan itu membuat Sarah sedikit tersedak. Karena Sammy, ia sampai lupa pergi ke makam Mamanya.
"Belum, Re. Gue bakalan pergi besok kok."
"Oh oke deh. Eh Ra, lo rencana mau masuk kampus dimana? Sama gue aja yaaa, supaya kan ada yang bisa nyemangatin gue tiap hari. Hahaha." Kata Regan membuat Sarah juga ikut tertawa.
"Gombal lo. Gue juga nggak tau nih, rencananya sih gue mau coba ke Harvard. Cuma kan nggak mungkin ninggalin bokap sendirian." Jelas Sarah.
"Iya juga sih. Eum.. gue tebak lo pasti udah ngalamin kejadian-kejadian aneh hari ini. Cerita ke gue donggg." Rengek Regan yang terdengar seperti anak kecil tengah meminta mainan kepada mamanya. Dan ini keksempatan Sarah untuk meluapkan seluruh emosinya tentang Sammy.
"Ini mah bukan kejadian aneh. Tapi kejadian horor, Re! Lo tau nggak, gue ketemu sama cowok super nyebelin yang kalo setiap ketemu pengen banget gue siram dia pake air comberan dicampur dengan bulu ketek Mbok Ajeng sama Pak Ahmad. Sumpah. Baru aja satu hari gue disini, dia udah buat gue darah tinggi. Bunuh aja gue sekarang." Jelas Sarah sejelas-jelasnya. Akhrinya dia menemukan tempat untuk meluapkan segala amarahnya tentang cowok itu.
"Jodoh kali ya? Hahaha. Nggak, lo nggak boleh punya pacar sampai sahabat lo ini punya pacar juga."
"Jodoh upilmu! Najis gue. Mau jadi apa anak kita nanti kalo punya bapak kayak gitu. Kalo bisa kentut, gue pasti udah kentut di depan lo sekarang, Re." Kata Sarah. Membuat Regan tertawa terbahak-bahak di seberang telepon.
Setelah banyak candaan yang mereka perbincangkan. Akhirnya Sarah memutuskan untuk pergi berjalan-jalan sedikit sebelum kembali ke apartemen. Sehingga membuat komunikasinya dengan Regan menjadi terputus.
***
Sammy masih berdiri di depan pintu kamar Sarah. Berharap akan mendapatkan jawaban dari gadis itu. Tapi, hasilnya nihil. Sudah sekitar 3 jam ia menunggu, tetapi gadis itu tetap belum datang. Sesekali ia menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan berat. Dia takut kalau Sarah akan membaca agendanya, dan surat yang tak jadi dia kirimkan ke Riska juga akan dibacanya.
Akhirnya Sammy memutuskan untuk mencari gadis itu.
Diperjalanan matanya menjelajahi seluruh sudut kota sampai akhirnya matanya terfokus ke salah satu cewek didekat kerumunan orang banyak. Ya, cewek itu adalah Sarah. Dia tengah melakukan aktvitas biasa, yaitu memotret. Kali ini ia mengambil gambar seorang pria tua yang sedang memainkan pianika, sangat indah. Tak sedikit masyarakat sekitar yang menikmati keindahan alunan melodi yang terpancar dari mulutnya.
Tanpa basa-basi Sammy langsung menghampiri sosok Sarah yang sementara sibuk dengan aktivitasnya.
"Gue mau bicara sama lo." Sammy menarik tangan Sarah dan mencengkramnya dengan kuat. Kali ini cengkramannya lebih menyakitkan dibanding saat pertama kali bertemu dengan cewek itu. Hal itu membuat Sarah sampai meringis kesakitan.
"Aw! Sakit.. lo apa-apaan sih?" Sarah langsung melepaskan tangannya dari genggaman Sammy saat mereka sudah keluar dari kerumunan orang-orang yang sedang menyaksikan pianika milik pria tua itu.
"Mana agenda gue? Gue yakin saat koper kita ketuker, lo ngambil agenda itu. Lo tau, agenda itu berharga banget bagi gue. Balikin sekarang!" pinta Sammy.
"Agenda apa sih? Gue nggak nemuin agenda atau buku apa-apa di koper lo. Mungkin lo aja yang lupa bawa, jangan asal nuduh gue." Sarah mengatakan kalimat itu tanpa diawali dengan berfikir. Dia lupa kalau agenda milik Sammy sekarang masih berada di kamarnya.
"Jangan bohong lo! Gue nggak mungkin lupa dengan agenda itu. Gue selalu bawa kemanapun gue pergi. Jadi, sebelum gue tambah marah sekarang mending lo balikin agenda itu." Sammy semakin menekankan kata demi kata yang telah dia ucapkan. Dan lagi-lagi mereka berdua menjadi pusat perhatian di daerah itu. Orang-orang yang berlalu-lalang menatap mereka berdua heran, karena bahasa yang mereka gunakan sangatlah berbeda.
"Gue nggak tau, Sam! Buat apa juga gue nyimpen agenda lo. Nggak ada kerjaan banget. Udah ah, gue mau pulang dan jangan ganggu gue lagi." Sam? Saat menyebut nama panggilan itu, Sarah tersadar bahwa dia berkata seakan-akan telah mengetahui banyak tentang cowok didepannya ini. Sarah melenggang pergi meninggalkan Sammy dengan suasana hati yang sangat kesal.
"Gue belum selesai ngomong kecebong!" Sammy meneriaki gadis itu dengan suaranya yang berat.
Baru saja ia bercanda tawa dengan Regan yang sempat membuatnya melupakan pertemuan-pertemuan bersama Sammy. Dan tiba-tiba saja Sammy datang kembali dan menghancurkan semuanya.
Sammy masih terpaku di tempat ia berdiri sekarang sambil melihat punggung gadis itu menjauh pergi dari hadapannya. Menyisakkan ruang kehampaan yang dalam dan dicampur dengan kekecewaan saat ia mengetahui agenda itu tak bersama gadis yang baru saja berbicara dengannya. Ia masih berpikir apakah harus mempercayai gadis itu atau sebaliknya? Sammy hanya bisa pasrah dengan keadaan yang sama sekali tak diharapkannya datang.
Sarah kembali ke apartemen dan membuka pintu kamarnya kasar. Dia melemparkan tas selempang yang tadi ia kenakan ke atas ranjang dengan diikuti bersama kegusaran hati yang dirasakannya sekarang. Sarah butuh Regan lagi saat ini, tapi untuk meneleponnya sekarang sangatlah tidak mungkin. Karna saat menjelang sore begini, pasti Regan sedang berada di kampus sampai malam tiba.
Sarah memperhatikan seluruh sudut kamarnya, dan mendapati sebuah buku terletak di atas mejanya. Sarah hendak membuang buku itu saat mengetahui ternyata itu adalah agenda milik Sammy. Matanya terbelalak saat melihat baik-baik buku itu dan tiba-tiba teringat pertemuannya bersama Sammy tadi siang. Apa yang baru saja aku lakukan? Buku itu berada disini.. Ah, kenapa penyakit pelupaku belum juga hilang sih? Keluh Sarah dalam hati.
Dia tak tau harus berbuat apa lagi. Dia lupa jika buku itu masih berada ditangannya. Perasaan takut dan cemas mulai menghantui Sarah, ia bingung apakah harus mengembalikkan buku itu sekarang tapi harus siap menerima resiko kemarahan Sammy yang membara terhadapnya. Atau nanti saja? sampai mendapatkan waktu yang tepat. Saat ini, Sarah sangat tak ingin berdebat banyak dengan cowok itu. Dengan selalu meladeninya, pasti akan ada-ada saja hal-hal yang akan terjadi dan melibatkan mereka berdua lagi.
Setelah berkutat dengan pikirannya, akhirnya Sarah memilih untuk memberikan buku itu nanti saja. Dia akan mengembalikannya saat emosi Sammy yang saat ini masih menaklukan dirinya perlahan mulai hilang. Sebenarnya ada rasa kasihan yang terselip pada diri Sarah terhadap Sammy saat membaca surat itu. Melihat gambaran kenyataan jika surat Sammy selama ini tak pernah terbalaskan oleh sang kekasih membuat Sarah berdecak miris. Jika saja dia berada di posisi cowok itu sekarang, pasti ia bisa merasakan betapa sakitnya melihat cinta tulus kita yang sama sekali tak dihiraukan oleh orang yang sangat kita sayangi.
A.N:
Hai readers! Kalau kalian sudah baca jangan lupa vote dan comment yaw :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is More Pain
Fiksi RemajaBiarkan rasa ini mengakhiri semuanya. Rasa yang sementara tertancap di relung hatiku. Biarkan ia mengalir seperti layaknya air, begitu tenang. Sampai suatu saat kau akan tahu, aku disini mencoba bertahan namun di sia-siakan.