Suasana pagi yang begitu dingin perlahan membuat laki laki berusia lebih tua dari perempuan yang tinggal bersamanya ini terbangun. Entah karena cuaca yang tidak begitu bersahabat atau dia sengaja untuk bangun lebih awal.
Regan menyibakkan selimutnya dari sofa dan meloncat begitu saja. Kakinya melewati sebuah ruangan yang diisi oleh seorang perempuan. Bukannya berniat untuk pergi ke dapur, laki-laki itu berhenti tepat di pintu perempuan yang menjadikannya kakak angkat itu. Ia membuka pintu perlahan, namun tak ada yang bisa dilihat. Lampu kamar itu mati.
Regan masuk menghampiri Sarah yang masih tertidur lelap. Dilihatnya wajah gadis itu lekat-lekat, sangat mendamaikan. Seandainya gadis itu tahu, orang yang bersamanya sekarang adalah orang yang mencintainya secara diam-diam. Orang yang memendam rasanya begitu lama, entah kapan dia akan keluar dari persembunyiannya yang begitu rapat.
Cowok itu tersenyum tipis, namun banyak hal tersirat dari ulasan senyum itu. Mungkin suatu saat, ada kala ia keluar dan memberitahukan semua yang ia pendam kepada gadis di hadapannya ini. Regan masih duduk disisi kiri ranjang, ia mengelus kepala Sarah lembut takut gadis itu akan terbangun. Lalu, kembali beranjak menuju tujuan pertamanya.
"Lo... Ga jadi pergi kan?" samar-samar suara itu terdengar di telinga Regan. Entah ia salah dengar atau pendengarannya mulai terganggu sekarang. Ia memutuskan tidak ambil pusing dan kembali berjalan keluar kamar.
"Sam...."
Suara itu terdengar lagi. Regan terdiam didepan pintu dengan tangan yang masih memegang gagang. Ia tahu, sangat tahu. Itu suara Sarah yang memanggil Sammy. Lagi-lagi ia harus mendapat percikkan nyeri yang menusuk relung hatinya begitu dalam. Baru kali ini cewek itu menyebut nama lelaki lain dalam tidurnya selain Regan.
Tak mau mendengar lebih banyak lagi, Regan memutuskan untuk keluar dan pergi ke dapur. Mencoba membuat kopi dan beberapa sarapan untuk Sarah. Dan tentu saja, melupakan yang baru saja terjadi.
***
"Wah.. Harum banget," ucap seseorang dari belakang. Cowok itu masih belum bergeming, ia masih duduk di atas sofa sambil menonton acara tv.
"Lo kenapa bangun nya cepet banget?" tanya Sarah. Sekarang ia sempurna berdiri disamping Regan yang masih menonton.
"Emang biasa gitu" jawabnya singkat. Sarah menhernyit, tak biasanya Regan bersikap seperti ini. Biasa dia akan menjawabnya dengan tambahan embel-embel yang sering kali membuat telinga Sarah sakit mendengarnya. Tapi, kali ini sepertinya ada yang aneh.
"Lo kenapa? Lagi dapet? Hari ke berapa?" tanya Sarah dan mulai duduk di sofa sambil menggigit sepotong roti buatan Regan.
"Berisik. Gue lak ban juga mulut lo!" ucap Regan lalu melemparkan bantal sofa ke arah Sarah. Kemudian, mereka berdua tertawa bersama.
"Eh gue ke kamar depan dulu ye" kata Sarah lalu pergi meninggalkan Regan yang pastinya sudah tahu cewek itu akan kemana.
Sarah keluar dan tepat didepannya sebuah pintu apartemen Sammy jelas terpampang disana. Ia mengetuk perlahan, berharap penghuni didalamnya tidak merasa terganggu. Lalu, pintu terbuka dengan pelan. Menampakkan wajah seorang laki-laki dengan raut yang kusut dan juga rambut yang acak-acakan.
"Lo abis ngapain semalem? Komuk lo kayak ga mandi se abad," tawa Sarah seketika meledak melihat wajah baru bangun Sammy.
"Diem lo. Ngapain kesini?" tanya Sammy sambil berdiri di sisi pintu.
"Nggak. Cuma kebetulan lewat aja hahahah"
"Lucu. Gue laper" katanya dingin.
"Ya makan lah. Emang gue emak lo apa?" ucap Sarah masih setengah tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is More Pain
Novela JuvenilBiarkan rasa ini mengakhiri semuanya. Rasa yang sementara tertancap di relung hatiku. Biarkan ia mengalir seperti layaknya air, begitu tenang. Sampai suatu saat kau akan tahu, aku disini mencoba bertahan namun di sia-siakan.