"HAHA, kau berbicara tentang kekerasan! Memangnya dirimu sudah bersih dari kekerasan?! Kau lupa apa yang sudah kau perbuat pada Mei Qi?!"
"Tapi aku tahu kapan harus berbuat kekerasan!" Serunya pelan seperti menahan amarah.
Aku tak dapat menahan semua emosiku. Jun Kai, aku sudah lelah dengan semua ini. Jun Kai kembali diam. Menatap mataku dalam.
"Kau sebaiknya pulang Kai," kataku lagi, mengusap semua butiran2 air mata yang jatuh. Ini sangat memalukan.
"Seberapa sering kau di pukul seperti itu?!" Tanyanya.
"Hampir setiap malam dia mabuk, jadi hampir setiap malam aku dipukuli." Jawabku polos.
"Mengapa kau diperlakukan seperti itu? Apa salahmu padanya?" Tanyanya sambil terus menatapku.
Aku mencoba tersenyum walaupun palsu. "Wanita yang lemah tidak akan sanggup melewati ini, Jun Kai."
Matanya melukiskan beribu perasaan yang bergejolak dihatinya, dia sempurna, Tuhan.
"Aku memang tak kuat secara fisik, Jun Kai, kau seharusnya mengerti aku!"
"Mengapa dia sangat2 membencimu?"
"Papah tak membenciku, dia hanya sedang mabuk," jawabku.
"Jangan berbohong! Sudah jelas dia tak mau bersikap manis padamu!"
"Setidaknya dia bersikap lebih manis sekarang."
Dia kembali terdiam. "Tak mau bercerita padaku?" Tanyanya lembut.
Aku mengeleng. "Belum saatnya, sekarang saatnya kau pulang, Kai."
"Mau becerita lain waktu?"
"Kenapa kau ingin tahu?"
"Aku..." Dia bergeming tak melanjutkan kata2nya tadi.
"Kenapa?" Tanyaku lembut.
Tak ada lagi sosok menyebalkan di diri Jun Kai, yang terlihat hanyalah Jun Kai yang tiba2 seperti malaikat yang tengah menggendong dan menghapus semua kesedihanku.
"Aku... Hanya... Rasanya aku lebih beruntung darimu," ujarnya.
Aku tertawa pelan. "Kau tak punya alasan untuk merasa lebih malang dariku, Jun Kai."
"Sayangnya aku punya alasan itu, gadis manis!" Katanya tegas.
"Maaf aku tak tahu haha," balasku.
Dia mengela napas panjang. "Aku pulang sekarang ya." Dia berhalan pelan menuju mobilnya.
"Jika aku melihatmu diperlakukan lagi seperi itu. Aku tak segan2 untuk membunuhnya. Tak perduli walaupun itu calon mertuaku sendiri." Jun Kai membuka pintu mobil. "Selamat Malam."
Aku terdiam mendengar kata2 dari Jun Kai barusan, apa maksudnya calon mertua? Ahh itu mungkin hanya lelucon dari Jun Kai. Mana mungkin aku bisa menjadi istri dari Jun Kai.
Kadang aku tak mengerti dengan sikapnya yang berubah menjadi seperti pelindungku. Perubahan sikapnya bisa terjadi dalam waktu yang lumayan cepat. Dia bisa menjadi setan dan kadang2 bisa menjadi malaikat.
"Selamat Malam Juga. Jun Kai," balasku mengirimgi deru mobilnya.
Aku menuju kamar Papah. Membuku pintu perlahan lalu duduk disebelah Papah. Senyuman kecil terulas dibibirku. Seingatku, Papah hanya dapat tersenyum dalam tidur. Mungkin sekarang Papah sedang bertemu Mamah.
"Aku iri padamu, Pah. Setidaknya kau lebih beruntung bisa bertemu Mamah di mimpi." Kataku pelan.
Tatapanku jauh pada sebuah foto seorang wanita cantik yang tersenyum angun. Iya itu Mamah. Dia sangat cantik, matanya memancarkan keteduhan. Ya aku hanya bisa memandang lewat foto.
"Tapi anak itu membunuhmu, dia pembunuh!"
Aku terkejut ketika mendengar suara teriakan Papah. Hatiku sakit mendengarnya. Bahkan dalam mimpi Papah sangat membenciku.
"Aku tak bermaksud membunuh Mamah," kataku pelan menahan tangis yang akan keluar. "Terkadang aku berharap, Tuhan memutar waktu kembali, mungkin lebih baik aku yang meninggal bukan Mamah, mungkin lebih baik aku tidak dilahirkan, Pah."
Aku mengecup kening Papah. "Selamat Tidur, Pah. Semoga Tuhan menghapus bencimu padaku."
•
•
•
•
•
•
•
TBCHaii selesai kan janjiku update dua chapter? :v hehe, next kalo vote mencapai 5 yak :D okee see you next chapter~ JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT!
![](https://img.wattpad.com/cover/62554918-288-k947760.jpg)
YOU ARE READING
Flying With You (TFBoys fanfiction)
FanfictionFlying With You (TFBoys Fanfiction : Wang Jun Kai) Cerita ini mengandung unsur 17++ kalau ga kuat silahkan tinggalkan cerita ini. terima kasih :) Benci jadi Cinta? Iya itu yg aku rasakan, aku sangat membenci pilot bernama Wang Jun Kai. Ternyata sema...