Chapter 16 - (Keadaan Menyesekkan)

405 27 3
                                    

Seorang mengguncang lembut bahuku. "Bangunlah," ucapnya lembut, mengusap pelan kepalaku. 

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. Tengkukku terasa pegal sekali.

"Kenapa kau tidur disini?" Tanya Jun Kai ketika aku mulai sadar. "Aku tak tahu jika kau sangat menginginkannya," ujarnya sembari tertawa.

Aku menatapnya dengan pandangan kosong, teringat semua yang semalam terjadi. Kulirik jam dinding diatas tempat tidurnya, pukul empat pagi?!

Aku langsung berdiri dan menatapnya dengan tatapan sangat tajam. "Kau mabuk semalam!" Kataku dengan wajah datar.

Dia terlihat SOK TERKEJUT lalu menundukkan wajahnya. Menghindari kontak mata denganku.

"Semoga saja kau membawa kami semua dan penumpang dengan selamat," kataku pelan menahan semua amarahku.

Dia bergeming, sempurna mulutnya terdiam tak bisa berkata-kata. Bergulat dengan semua perasaan bersalahnya. Aku mulai jengah melihatnya seperti ini.

"Maaf." Katanya pelan.

"Hah?! Kau minta maaf? Kau fikir apa yang telah kau lakukan?!" Teriakku, sungguh. Aku tak dapan menahan amarahku.

Dia mengangkat wajahnya, menatapku dengan wajah memohonnya. "Aku hanya lelah, hanya itu."

"Kau pikir aku tidak lelah?!" Jawabku setengah teriak. "Ya, aku tahu hanya kau yang lelah disini!"

"Maafkan aku," ujarnya lagi.

"Kau sama seperti papahku, Jun Kai!" Segera aku melangkahkan kakiku meninggalkan kamarnya. Membanting pintu dengan keras. Berjalan cepat menaiki tangga. Membuka pintu kamarku dengan sangat kasar.

"Kau terlihat sangat kacau," kata Xida saat melihatku menghempaskan tubuh dengan kasar ke kasur.

Aku mengangkat kepalaku, menatapnya tajam. "Oh, kau sdah disini rupanya?" Sindirku.

"Kau kenapa? Kenapa kau sangat kacau?!" Tanyanya khawatir --lebih tepatnya SOK KHAWATIR.

Emosi memuncak di ubun-ubunku. "Dan kau terlihat segar, LIU XIDA. Tentu saja aku tak bisa sesegar dirimu! Berapa banyak Vodka yang kau minum, HAH?! JAWAB AKU!"

Dia terdiam mendengar kemarahanku. Pipinya memerah menahan malu.

"Berapa bungkus narkotika yang kau nikmati?! Berapa banyak amfetamin yang kau teguk?! Berapa banyak orgasme yang kau rengkuh semalam tadi?! JAWAB AKU!!" Teriakku. Aku benar-benar tidak dapan menahan emosiku.

"Kau pikir kau siapa bisa berbicara seperti itu?!" Balasnya teriak padaku. Mukanya memerah menahan malu dan marah.

"Aku melihat semua perangai buruk rekan kerjaku!" Jawabku kasar.

"Tapi kau tak berhak meneriakiku seperti itu!"

"Kau pantas untuk teriakan emosiku itu!"

"Ini hidupku! Tak ada sedikitpun masalah untukmu!"

"Itu semua karna aku peduli padamu!" Jawabku menahan emosi.

Dia kembali terdiam. Bersusah payah mengatur nafasnya.

Aku menatapnya dalam-dalam. "Aku nelakukan ini untukmu. Dan kau membalasnya dengan teriakan meceramahiku!" Ucapku tajam.

Dia masih bergeming. Dia sukses terdiam.

"Aku melakukan ini karena aku tak mau temanku hancur oleh semua kenikmatan laknat itu!"

"Maafkan aku," katanya pelan. Nyaris tak terdengar.

Aku mendengus kesal. Emosiku masih membara-bara.

"Mungkin... Mungkin kau kelelahan," jawabnya terbata-bata. "Istirahatlah, biar aku yang mengemasi barang-barangmu."

Aku membaringkan tubuhku ke tempat tidur. Membalik badanku hingga tak perlu melihatnya lagi.

"Aku tahu kau bersih dari semua itu, tapi kau juga tak bisa menutup matamu dari kenyataan. Inilah dunia tempatmu bekerja," ujarmya tercekat.

Aku memejamkan mata, berusaha mengabaikan kata-katanya.

"Kurasa kau tahu, jam terbang kita melebihi batas seharusnya. Jam kerjaku hanya delapan puluh lima jam, tapi aku sudah terbang hampir lima puluh jam sepanjang minggu ini." Dia menarik napas sejenak. "Ini benar-benar melelahkan."

"Aku tahu," jawabku datar. Jam kerja yang melebihi seharusnya memang sering menjadi keluhan disaat kamu bertukar cerita sesama pramugari.

"Aku butuh sesuatu yang bisa membuatku bersemangat setiap harinya. Dan semua yang kau lihat semalam itulah yang membantuku."

Aku membalikkan badan, menghadap ke arahnya yang sedang mengemasi barang-barangku. "Kau pasti tahu itu bukan cara yang tepat kan?" Tanyaku melembut. Emosiku perlahan-lahan menyurut seiring kenyataan yang semakin menguak dari kelelahannya.

"Aku tahu. Sangat-sangat tahu. Tapi apa lagi yang bisa kulakukan? Untuk apa uang berpuluh-puluh juta yang kuterima setiap bulannya jika tak bisa menikmatinya?"

Aku terdiam. Menghela napas panjang berkali-kali. Aku bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. "Ya, kuharap kita bisa melayani ratusan penumpang dengan baik hari ini."







TBC

Garing? Datar? Duh maaf ya, susah banget ngelanjutin. Aku malah kepikiran terus sama cerita baru :( vote dan comment 6+ baru aku updte chapter selanjutnya :**

Flying With You (TFBoys fanfiction)Where stories live. Discover now