POV Faith
Rasanya seperti mimpi, semua terjadi begitu cepat. Entah apa yang mewarnai hariku pagi ini, tapi aku merasa sangat-sangat bahagia. Setelah membersihkan diri sebelum berangkat kerja, aku menatap wajahku di depan kaca. Cantik. Satu kata yang kupikirkan tentang diriku sendiri. Terutama saat pandanganku jatuh ke bibir merahku yang terpoles cantik oleh lipstick. Thanks to MAC, perusahaan kosmetik yang memproduksi lipstick yang membuat bibirku terlihat sangat-sangat sexy.
Dengan percaya diri aku melangkah masuk kedalam ruanganku. Baru saja aku tiba di perusahaan, beberapa karyawan langsung berlarian ke arahku.
"Dok....dokter. Firman pingsan dok. Nadinya nggak ada, nafasnya juga nggak ada. Dok." Kata salah seorang karyawan wanita.
Rasanya semua pasokan darah mengalir ke wajahku. Cepat-cepat aku berlari mengikuti wanita itu. Shit, pagi-pagi udah dapet kerjaan berat. Teriakku didalam hati. Setelah tiba di tempat Firman sedang dibaringkan, aku langsung meletakkan tas ku.
"Firman! Firman!" Panggilku sambil memukul-mukul bahunya. Tidak berespon. Aku langsung memeriksa pernapasannya. Nihil. Shit! Umpatku. "Tolong telpon ambulan! Minta bawakan alat AED!" Perintahku kepada semua karyawan yang sedang menonton sambil memasang tampang khawatir. Demi Tuhan, rasanya sangat kesal saat melihat banyak orang tapi tak ada satu pun dari mereka yang tau caranya CPR. Tanpa buang waktu, aku langsung memeriksa nadi dan hasilnya NIHIL. Aku langsung melakukan CPR. Entah apa yang kutekan saat ini apakah dada manusia atau batu. Demi Tuhan ini sangat keras. Baru kali ini aku benci pria berotot. Aku baru sadar satu hal, pria berotot sangat menawan saat mereka sadar, bukan pingsan seperti ini.
Karena daerah yang cukup strategis, tidak jauh dari rumah sakit. 10 menit kemudian petugas ambulance datang sambil membawa alat AED atau alat kejut listrik seperti didalam film.
"Pasien sudah bernafas kembali, nadinya juga teraba ada denyutan." Kata salah seorang petugas sambil menatapku. Aku tidak tau keadaanku seperti apa, tapi yang jelas saat ini terduduk di lantai dengan rambut berantakan dan keringat yang bercucuran.
"Faith!" Terdengar suara dari arah kiri. Ternyata Ale. Wajahnya terlihat khawatir.
Aku langsung tersenyum melihat wajah tampannya yang saat ini terlihat memucat. Cepat-cepat Ale mendatangiku dan membantuku berdiri, sedangkan para petugas ambulance sibuk menggotong tubuh Firman. Bahkan saat ini aku sudah hafal nama karyawan itu.
"Makasih." Kataku lalu merapikan bajuku.
Ale masih menatapku dengan wajah pucat, entah apa yang difikirkan pria ini. "Gue kira tadi yang jadi pasien elo. Ternyata Firman. Gue nggak tau harus bersyukur atau nggak. Bahkan saat ini gue udah hafal nama karyawan tadi Firman." Ale meraih kedua tanganku. Pria ini menatapku benar-benar khawatir. "Gue sedih kalau lo kenapa-napa, tapi gue lebih sedih saat liat lo nggak kenapa-napa."
Aku langsung menarik tanganku dari genggaman Ale. "Sialan lo!" Dengan kesal aku langsung mengambil tasku dan melangkah menuju ruang kerjaku.
"Faith.....Faith!" Panggil Ale sambil membuntutiku. "Ih, gitu aja ngambek." Katanya. Aku langsung menghentikan langkahku dan berbalik sambil menatapnya tajam lalu kembali berjalan. Ale menatapku dengan wajah takut dan sedih, lalu pria itu kembali membuntutiku hingga kedalam ruanganku.
"Faith..." Panggilnya masih tak mau menyerah.
"Kenapa?" Jawabku ketus.
"Lo beneran marah sama gue?"
.......
"Faith, gue tadi cuma bercanda. Sumpah gue bener-bener khawatir tadi."
"Iye.." Jawabku sambil membuka file berisi data-data karyawan.
"Lo nggak marah lagi kan sama gue?"
"Le, kayaknya gue mau mengajukan cuti untuk Firman deh."
Ale membenarkan cara duduknya. "Berapa lama?"
"Satu minggu kayaknya. Soalnya udah 3 tahun terakhir dia nggak cek kesehatannya. Gue takut keadaannya akan semakin parah."
"Oke, kalau memang itu yang terbaik. Dan, nanti sore lo bisa temenin gue nggak?"
"Kemana?"
"Tia ngajak gue makan bareng. Kan nggak enak kalau gue dateng tanpa bawa pasangan tuh." Kata Ale sambil membenarkan dasinya.
"Oke. Tapi inget ya Le, gue nggak bisa kalau sampai jam 10an."
"Memangnya jam 10 lo mau ngapain?"
"Tidur."
Ale langsung tertawa. "Yaelah, perawan kok tidurnya cepet banget."
"Justru karena gue perawan makanya tidur cepet."
***
Author POV
Dress cantik yang susah-susah dicarikan Ale selama ini untuk Tia kini terlihat sangat cantik membalut tubuh mungil Faith. Wanita ini terlihat begitu bersinar dengan dress warna putih gading yang terlihat begitu cocok di tubuhnya. Faith sengaja menggelung rambutnya keatas dan memperlihatkan leher mulusnya. Beberapa helai rambut terjatuh disisi kanan dan kiri wajahnya membuat Faith terlihat sangat anggun. Sambil memasang senyum mempesona, Faith menggandeng tangan Ale. Entah angin apa yang membuat pria itu terlihat sangat tampan malam itu. Pria itu mengenakan setelah tuxedo putih yang tidak bisa menyembunyikan lekukan otot-otot indah tubuhnya. Sore tadi Ale mencukur rambutnya membuat wajahnya terlihat lebih fresh. Rasa-rasanya kehadiran Ale dan Faith sore ini mencuri perhatian tamu-tamu undangan Tia. Jujur, awalnya Ale mengira bahwa Tia hanya mengundangnya saja, ternyata tidak. Bahkan restaurant tempat mereka makan saat ini sengaja di sewa untuk para tamu undangan.
Manusia memang peka jika ada yang sedang memperhatikan dirinya. Hal ini dirasakan Faith. Wanita ini merasa diperhatikan, tapi dia tidak mau menoleh karena dia tau siapa yang sedang memperhatikannya dari jauh.
"Le, gue izin ambil cemilan dulu ya. Gue udah laper." Bisik Faith.
Ale langsung terkekeh. Pria itu menatap Faith geli lalu menganggukkan kepala. Tanpa pikir panjang, Faith langsung berjalan kearah berbagai makanan dihidangkan. Saat akan mengambil salah satu cake, tiba-tiba tangannya ditarik. Orang yang menarik tangannya pun membawa Faith menuju tempat sepi yang ada di restaurant itu.
"Adrian?" Ucap Faith.
"Sssstttt.......jangan gede-gede suaranya." kata pria itu sambil menempelkan telunjuknya di bibir Faith.
Dengan pasrah Faith menganggukkan kepala. Beberapa menit mereka habiskan untuk saling menatap dan akhirnya senyuman manis mengembang di bibir Adrian.
"Aku mau kasih tau kamu sesuatu, tapi..." belum sempat menyelesaikan kata-katanya,
"Faith! There you are! Gue heran kenapa lo suka banget ngumpet." Ale berjalan kearahnya sambil memasang wajah khawatir, sedangkan Adrian sudah menghilang entah kemana. Dengan gugup Faith tersenyum. "Kalau nggak niat senyum nggak usah di paksa. Orang tua Tia sama Ian lagi ngasih pengumuman, gue males denger. Tapi gue nggak tau mau pergi kemana."
"Tas gue masih di meja tadi Le. Gue ambil tas, terus kita ijin pulang duluan aja lah ya. Bilang aja besok ada meeting gitu."
"Oke. Gitu aja lah ya. Yuk ambil tas lo."
Sesampainya Faith dan Ale di tempat mereka sebelumnya duduk, Tia melambaikan tangan sambil tersenyum senang. Sedangkan Adrian menatap lurus ke arah Faith duduk saat ini.
"Tunggu dia selesai ngomong baru kita balik ya Le." Bisik Faith dan Ale langsung menganggukkan kepala.
".......Kami mengumumkan pernikahan Adrian dengan Tia akan kami adakan 3 bulan lagi." Kata Ira sambil tersenyum bangga.
Berbeda dengan Ira dan tamu-tamu lainnya, Faith terpaku mendengar kalimat terakhir yang Ira ucapkan. Tubuh Faith membeku, lidahnya kelu dan jantungnya berdetak sangat cepat.
"Faith....Faith..." Panggil Ale samar-samar hingga akhirnya Faith merasa semuanya menjadi gelap.
***
Thank you untuk vote dan commentnya
Maaf agak lama updatenyaHappy reading, readers
Love, EsCaPak