Sudah 1 minggu sejak kejadian itu, tapi wajah wanita itu masih setia menghiasi setiap sudut fikirannya. Hanya satu kalimat yang memenuhi kepalanya sejak kejadian itu yaitu 'Siapa dia?'. Sekarang Adrian sudah mendapatkan kembali penggalan-penggalan ingatan tentang malam itu. Dia melakukannya saat masih dibawah pengaruh alkohol dan Adrian ingat saat itu wanita misterius itu melakukannya dengan dirinya karena pengaruh obat perangsang. Dia ingat betul adegan erotis mereka yang berlangsung lama dan berlanjut hingga subuh. Mengingatnya saja sudah membangunkan mamooth kesayangannya. Wanita itu begitu polos terutama saat berada di ranjang malam itu dan hal ini mendukung dugaannya bahwa wanita itu masih perawan. Lebih tepatnya 'perawan bodoh' karena wanita itu memberikan mahkotanya kepada orang yang salah, dan orang itu adalah dirinya, Adrian Amerikan.
"Adrian! Cepat pakai bajumu!" Teriak Ruth, mamanya, saat melihat pantulan tubuh polos Adrian hanya memakai celana dalam di kaca sambil mendaratkan pukulan keras di punggung Adrian.
Banyak orang bilang like father like son, begitulah dengan sifat yang di turunkan oleh Ira Amerikan kepada anaknya, Adrian Amerikan. Sifat yang hanya mengenakan celana dalam di dalam kamar, itu sebabnya Adrian hanya memperbolehkan tiga orang saja yang masuk kedalam kamarnya yaitu Ruth, Ira dan adiknya, Carol. Dengan cepat kaki jenjang Adrian menuruni anak tangga dan menemui keluarganya yang sedang duduk mengelilingi meja makan.
"Pa, ma, Ian berangkat dulu ya." Pamitnya sambil mengenakan tuxedo mahal kesayangannya.
"Iya, hati-hati ya sayang. Jangan ngebut-ngebut." Ruth dengan semangat merapikan pakaian anaknya. "Dan jangan lupa carikan menantu untuk mama." Dengan sengaja wanita paruh baya itu mengerlingkan matanya.
Carol memutar bola matanya, jengah karena mendengar ucapan Ruth. Kata-kata itu sudah 3 tahun belakangan menggelitik indra pendengarannya. "Tuh dengerin bang. Entar keburu lapuk tuh."
"Ssttt.....anak kecil nggak usah ikut campur." Adrian menanggapi dengan ketus.
"Sesekali kamu harus mendengarkan kata adikmu, Ian. Masa udah 29 tahun cuma dipakai untuk kencing doang." Tambah Ira yang membuat Ruth dan Carol tertawa cekikikan.
"Kalau papa udah ngomong begitu, itu berarti tanda-tanda dari kelapukan. Dan kalau barang udah lapuk, enaknya di....?" Carol menggantungkan kalimatnya.
"Kebiri." Tambah Ruth singkat dan menusuk.
Adrian sudah kebal dengan kata 'kebiri' dan dia sudah mendapat ancaman itu sejak 3 tahun yang lalu, tepatnya saat satu per satu teman sebayanya sudah menikah dan memiliki anak. Ruth terlihat sangat iri setiap kali melihat teman-teman satu arisan datang sambil membawa cucu mereka masing-masing dan sengaja memanas-manasi dirinya.
"Ya kalau aku sih terserah ya. Kan kalau aku di kebiri, akan ada satu wanita yang nggak bisa punya cucu." Sindir Adrian sambil melirik Ruth.
Wanita setengah baya itu langsung memamerkan wajah sedihnya. "Mama kan cuma bercanda. Makanya kamu cepetan dong kasih mama menantu dan cucu." Bibirnya sengaja dimonyongkan sambil membenahi lagi pakaian Adrian.
Sungguh aneh tapi nyata, keluarga Adrian memang seperti itu.
Putra satu-satunya keluarga Amerikan itu langsung menyeringai lebar karena menang atas perang mulut yang disulut oleh Carol. "Oke. Kalau gitu Ian pergi berkelana dulu ya." Katanya lalu mencium puncak kepala Ruth, Ira dan Carol secara bergantian. Ini merupakan cara berpamitan ala keluarga Amerikan.
Langkah kaki yang lebar karena memiliki tubuh tinggu dan kaki jenjang membuat Adrian tidak terlalu banyak melangkahkan kakinya menuju mobil kesayangannya. Land Cruiser hitam itu sudah menjadi tunggangannya selama 2 tahun ini menggantikan si Mercy merahnya yang rusak karena berciuman dengan pohon. Elis, begitulah Adrian dan keluarganya menyebut Land Cruiser hitamnya. Dengan kecepatan 100 km/jam Elis melaju di jalanan ibu kota yang entah mengapa sepi malam itu. Hanya butuh waktu 20 menit untuk tiba di gedung pencakar langit yang tempat tujuannya.
Bukan Adrian namanya jika tidak memikat banyak mata untuk mengaguminya. Beberapa wanita dengan dress kurang bahan memperhatikannya secara terang-terangan saat dirinya berjalan menuju lift. Fikiran nakal menguasainya dan membuat beberapa wanita histeris karena mendapatkan senyuman maut dari sosok Adrian. Tapi aksi tebar pesonanya berhenti tiba-tiba saat melihat sosok yang dikenalinya sedang berlari masuk kedalam lift. Adrian langsung berlari mengejar wanita itu, tapi terlambat karena pintu lift sudah tertutup.
Sekali lagi, jangan sebut dia Adrian jika tidak cerdik. Dengan seksama Adrian memperhatikan ke lantai berapa lift itu akan berhenti. Seringai puas merekah di bibir tipisnya saat lantai yang dituju wanita itu sama dengannya.
===
Don't forget to vote and write comment on this story 😊
Happy reading readers
Love, EsCaPak