Chapter - 10

12.8K 990 6
                                    

Happy Reading...
Warning, typo berkeliaran :'v

Rasa percaya itu seperti anak tangga yang licin, Sayang. Ketika kau menemukan kecewa di atas sana, kau akan tergelincir dan jatuh ke bawah.

•Penagenic
*****
Hubungan Zillo dan Cia pun semakin membaik setiap harinya. Zillo yang menjadi lebih perhatian, dan Cia yang menjadi lebih ceria dari biasanya.

Namun ada sesuatu yang mengganjal di hati Zillo setiap melihat Cia. Meskipun Cia selalu terlihat ceria ketika berada di sampingnya tapi itu tidak menutupi wajah putihnya yang terlihat pucat.

Zillo merasa ada sesuatu yang disembunyikan Cia darinya. Sebenarnya Zillo ingin bertanya pada Cia. Tapi dia tau Cia tidak mungkin memberitahunya. Zillo menunggu Cia yang memberitahunya.

Saat ini mereka tengah berada dikantin. Cia dengan lahap menyantap makanannya. Zillo tertawa geli melihat cara makan Cia.

"Kalo makan pelan-pelan" Tegur Zillo. Dan Cia seketika tersedak oleh bakso yang tengah dimakannya. Zillo pun ikut panik dan memberikan minumannya pada Cia.

Setelah meminum minuman yang diberikan Zillo. Cia menatap Zillo dengan kesal. Dan Zillo mengerutkan dahinya, bingung kenapa Cia menatapnya seperti itu.

"Apa?" Tanya Zillo bingung.

"Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit sensitive hari ini." Jawab Cia karna memang hari ini perasaannya sedikit sensitive. Mungkin masa periodenya akan datang.

"Ku kira kau akan mar---" ucapan Zillo terhenti ketika mendapat panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenalnya. Dahinya berkerut karna nomor itu benar-benar asing.

"Siapa?" Tanya Cia bingung karna Zillo tidak segera mengangkat panggilan itu. Zillo hanya mengedikan bahunya pertanda bahwa dia juga tidak tau siapa.

"Angkat saja. Siapa tahu penting" Suruh Cia. Zillo pun menganggukan kepalanya, meskipun dia sendiri masih ragu untuk mengangkatnya.

"Hallo. Ini siapa?" Ujar Zillo setelah memutuskan untuk mengangkat panggilan itu.

"....."

"APA?" Kaget Zillo. Cia mulai penasaran dengan lawan bicara Zillo, dan apa yang sedang mereka bicarakan.

"Zillo akan kesana sepulang sekolah." Jawab Zillo dan segara menutup panggilan itu.

"Siapa?" Tanya Cia.

"Orang tua Cara. Mereka bilang Cara mengalami kecelakan saat berangkat sekolah. Dirawat di RS. Harapan dan kondisinya masih kritis" Cia terkejut mendengar penjelasan yang Zillo lontarkan.

Dia juga melihat raut khawatir yang terlihat jelas di wajah Zillo. Dia hanya tersenyum tipis melihatnya. Dan dia juga sadar akan satu hal. Nama Cara masih melekat dihati Zillo.

"Semoga Kak Cara bisa melewati masa kritisnya" Akhirnya hanya itu yang bisa ia ucapkan. Setelah itu mereka memutuskan untuk kembali ke kelas. Karna jam istirahat juga akan berakhir.

******
Sepulang sekolah Cia menunggu Zillo didepan kelasnya untuk mengantarnya pulang. Tapi setelah 15 menit Zillo tidak juga muncul.

Sekolah juga sudah mulai sepi, hanya ada anak-anak yang sedang mengikuti ekskul. Cia memutuskan untuk berjalan ke arah parkiran. Melihat apakah mobil Zillo ada disana.

Setelah sampai diparkiran dia tidak melihat mobil Zillo terparkir disana. Dan saat itu juga dia menyadari sesuatu. Dia pasti ke rumah sakit.

Zillo melupakannya. Dia tidak boleh bertingkah ke kanak-kanakan dengan marah ke Zillo, hanya karena Zillo tidak mengantarnya pulang. Zillo bukan supir pribadinya. Dia bisa pulang sendiri.

Akhirnya Cia memutuskan untuk pulang dengan taksi. Di sepanjang perjalanan pulang, Cia berharap semoga Zillo tidak melupakan acara kencan mereka nanti malam. Hanya itu yang Cia harapkan. Karna ini adalah kencan pertama mereka.

*****

Sesampainya dirumah. Cia memutuskan untuk segera menuju ke kamar. Dan bersegera tidur. Dia lupa tidak meminum obatnya.

Malampun tiba, Cia sudah bersiap-siap. Dia terlihat cantik dengan menggunakan gaun putih yang dia kenakan. Dia benar-benar tidak sabar.

Saat hendak keluar kamar. Dia mendapat panggilan dari Zillo. Dengan semangat dia mengangkat panggilan itu.

"Zillo kau ada dimana? Aku akan menunggumu didepan rumah." Sebelum Zillo berbicara Cia sudah berbicara lebih dulu.

"Cia... Aku... Ti--"

"Aku akan menunggumu. Cepatlah. Aku sudah berdandan seperti yang kau inginkan." Lagi-lagi Cia memotong ucapan Zillo. Matanya sudah berkaca-kaca. Pertanda bahwa dia akan menangis.

"Cia-- Aku--"

"Segerah lah sam---"

"CIA DENGARKAN AKU. DAN JANGAN MEMOTONG UCAPANKU" Bentak Zillo. Dan akhirnya pertahanan yang sedari tadi Cia bangun, runtuh seketika mendengar setelah bentakan Zillo. Dia susah payah menahan isakannya.

"Aku tidak bisa pergi denganmu. Sekarang Cara lebih membutuhkanku. Maaf." Sesal Zillo. Dia menunggu jawaban yang diberikan Cia.

"Lalu, bagaimana dengan acara kencan kita?" Parau Cia. Dia sudah tidak bisa menahan isakannya. Biarlah. Biarkan Zillo tau.

"Cia ada apa dengan suaramu? Kau menangis? Oh ayolah Cia, ini hanya acara kencan. Kita bisa melakukannya kapanpun. Tapi tidak sekarang. Saat ini Cara lebih membutuhkanku. Jangan seperti anak kecil." Mendengar apa yang diucapkan Zillo. Membuat hatinya semakin sakit.

"Maaf..... Maafkan aku.... Ya, aku memang seperti anak kecil. Sekali lagi maafkan aku. Hanya saja aku sangat menginginkan hari ini. Aku sudah lama sekali menunggu untuk berkecan denganmu. Setiap kali kita akan berkencan, kau selalu saja membatalkannya.

Dan aku yang harus memaklumi itu. Tidak bisakah sekali saja kau yang memahamiku? Tapi ini bukan kesalahanmu sepenuhnya. Mungkin disini aku kecewa karna aku terlalu berharap. Maafkan aku. Dan jaga Kak Cara baik-baik." Ucapan Cia seolah menampar Zillo telak. Hatinya menciut. Setelahnya Cia memutuskan panggilannya.

*****
Bersambung....

Ini udah panjang belum sih? :"v Vote sama Commentnya ditunggu. :*

HURT (The Last Day Of Dating)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang