Chapter - 14

11.7K 801 2
                                    

Happy Reading...

*****

Cia langsung berlari menuruni tangga dan bersegera keluar rumah untuk segera menuju ke rumah sakit.

Ibunya yang sedang berada di ruang keluarga bingung melihat tingkah Cia yang terburu-buru belum sempat ia bertanya Cia sudah menutup pintunya.

Cia mencari taksi yang lewat tapi dia tidak menemukannya, dia juga tidak sempat menggunakan alas kaki karena terburu-buru. Dia mulai merasakan rintikan hujan mulai mengguyur tubuhnya. Padahal sebelumnya tidak ada mendung.

Dia tidak bisa menunggu lagi untuk bisa menemukan taksi, tanpa pikir panjang dia berlari menuju rumah sakit. Dan anehnya dia tidak bisa menemukan taksi sama sekali.

Cia terus berlari tidak peduli kakinya yang mulai terasa sakit yang ada difikirannya sekarang hanya Zillo.

Dia harus segera sampai, jarak antara rumahnya dan rumah sakit agak jauh butuh waktu sekitar 40 menit dia baru sampai di rumah sakit.

Saat sampai di rumah sakit tubuhnya sudah menggigil kedinginan di tambah dengan AC rumah sakit.

Seharusnya tubuhnya sudah tidak bisa bertahan lebih lama dari ini, tapi dia memaksakan diri. Dia bertanya kepada resepsionis dimana kamar Zillo. Setelah tau dimana kamar Zillo, Cia langsung menuju kesana.

Dia menemukan kamar Zillo. Dan tepat saat ia berdiri disana, seorang dokter keluar dari sana. Menatapnya dengan tatapan terkejut. Terlebih dengan penampilannya yang sekarang.

"D-dok b-bagaimana ke-keadaan Zillo?" Suara bergetar hebat karena rasa dingin yang ia rasakan dan karena menangis disepanjang jalan menuju ke rumah sakit.

"Saudara Zillo sudah bisa melewati masa kritisnya." Jawab sang dokter. Cia menghela nafas lega mendengar penuturan dokter.

"Apa adek baik-baik saja?" Tanya sang dokter.

"S-saya b-baik - ba---" Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya kegelapan mulai menyerangnya. Rasa pusing yang sangat hebat menyerangnya membuatnya tidak bisa bertahan lebih lama dari ini.

Yang ia dengar terakhir kali sebelum matanya benar-benar tertutup adalah suara dengan nada panik dari sang dokter dan para suster. Setelahnya matanya benar-benar tertutup.

*****
2 minggu kemudian....

Dengan perlahan Cia membuka matanya yang terasa begitu berat. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya yang ia terima.

Dia mulai mengingat apa yang terjadi padanya sebelum dia pingsan. Ketika sudah mengingat semuanya, dia terkejut dan mencoba bangkit dari tidurnya.

Entah sudah berapa hari dia tertidur badannya terasa sangat kaku ketika digerakan. Terlebih tangannya, saat dia menoleh kearah samping.

Dia menemukan seseorang mengenakan pakaian yang sama seperti dirinya. Dan juga kepala yang diperban. Karena penasaran dia menyentuh kepalanya dengan pelan.

Tapi sepertinya si pemilik memiliki kepekaan terhadap sentuhan, dan membuatnya terbangun. Cia terkejut ketika mengetahui siapa si pemilik kepala.

"Zi-Zillo..." Sang pemilik nama yang awalnya belum sadar seratus persen, ketika mendengar suara itu ia langsung menoleh ke pemilik suara, yang sudah membuatnya panik bukan kepalang.

"Zillo, bukankah kau.." Belum sempat Cia menyelesaikan ucapannya, Zillo sudah memeluknya dengan sangat erat seolah akan kehilangannya jika dia melepaskan pelukannya.

"Kau tidur terlalu lama, Cia" Hanya itu yang bisa Zillo ucapkan. Dia masih merindukan gadis yang sekarang ada didalam pelukannya.

"Maaf" Dan hanya itu pula yang bisa Cia ucapkan. Dia sendiri masih terkejut dengan kehadiran Zillo.

Yang ia tau Zillo masih berada di ruang rawatnya dengan alat bantu pernafasan terpasang hidungnya. Tapi sekarang malah dia yang menggunakan alat bantu pernafasan.

"Jangan pernah tidur selama itu lagi." Lirih Zillo. Cia membalas pelukan Zillo tak kalah erat. Dia juga sangat merindukan Zillo. Setelah beberapa saat berlalu akhirnya Zillo melepaskan pelukannya.

"Berapa lama aku tertidur?" Tanya Cia. Tangannya yang terbebas dari infus digenggam Zillo dengan sangat erat.

"2 minggu. Kau koma selama 2 minggu. Bagaimana bisa kau kesini dengan berlari sedangkan saat itu sedang Hujan deras? Apa yang ada dipikiranmu Cia?" Geram Zillo. Entahlah rasa takut akan kehilangan Cia membuatnya kalut.

Flashback...

Saat terbangun dari masa-masa kritisnya, dia tidak menemukan Cia menjenguknya sama sekali, hingga akhirnya dia bertanya pada mamanya dan jawaban yang ia terima membuatnya terkejut setengah mati.

'Cia koma'

Kalimat itu terus terngiang dikepalanya. Dia langsung bangkit dari kasur yang ia tempati. Dia ingin melihat keadaan Cia.

Awalnya mamanya tidak mengizinkan karena kondisi tubuhnya yang belum stabil, tapi melihat kepanikan yang ada dimatanya, dengan berat hati mamanya memberi Izin.

Saat sampai diruangan Cia pertama kali, yang ia lihat adalah gadis itu tertidur dengan pulasnya, dengan alat bantu pernafasan.

Bagi Zillo, tidurnya Cia saat itu terasa sangat menakutkan untuknya. Dia memilih duduk di kursi samping tempat Cia. Dia memegang tangan dingin gadis itu.

"Bangunlah..." Hanya itu yang bisa dia ucapkan.

"Jangan tinggalkan aku." Sekali lagi, Zillo mengucapkan kalimat itu. Hanya kalimat itu yang menjelaskan apa yang ia rasakan.

"Jangan tinggalkan aku Cia. Jangan pernah." Suara Zillo mulai bergetar, matanya mulai memanas. Airmata yang tidak pernah ia keluarkan, akhirnya mengalir deras dipipinya.

Flashback end...

"Selama itukah?" Tanya Cia. Cia menoleh ke arah Zillo. Zillo masih memegang tangannya erat.

"Ya, selama itu Cia kau membuatku seperti orang gila karna takut kau tidak akan membuka matamu lagi." Zillo memeluk Cia lagi setelah mengucapkan kalimat itu. Cia membalas pelukan Zillo.

Tidak ada yang bisa dia ucapkan sekarang, dia tidak bisa berjanji pada Zillo untuk tetap bersamanya. Waktunya tinggal sedikit lagi untuknya bertahan bersama Zillo.

*****
Bersambung....

Like sama comment nya ditunggu... Yang banyak, biar cepet ngepostnya wkwk Love you...

130616

HURT (The Last Day Of Dating)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang