one

3K 127 13
                                    

Gadis itu tetap sibuk menggoreskan ujung pensil mekaniknya diatas sebuah sketch book berukuran A4 miliknya. Wajah seriusnya menampakan bahwa ia benar-benar bekerja keras untuk menyelesaikan sketsa yang tengah ia kerjakan tersebut. Hingga seorang pria duduk disampingnya dengan peluh membasahi seragam yang ia kenakan, bahkan tak segan ia membuka semua kancingnya hingga menampakan dada bidangnya.

"Gambar mulu sih, waktu sama aku kapan?" Tanyanya membuat tangan gadis itu terhenti. Ia menoleh dan mendapati pria itu tengah memanyunkan bibirnya. Mau tak mau gadis itu hanya memutar matanya jengah.

"June, kita itu udah empat tahun bareng. Gak cocok manis-manisan kayak gini." Jawab gadis itu sambil menggelengkan kepalanya pelan, melihat kekasihnya yang katanya badboy itu merajuk kepadanya.

"Ah kamu, gak seru. Emang gak boleh kita romantisan waktu kayak pertama kali jadian?"

"Bukannya gak boleh, cuma karena aku udah tahu kamu luar dan dalam. Jadinya jijik." Kata gadis itu terlampau polos dan jujur. Namun bukannya kesal, Junhoe, atau pria yang memiliki panggilan khusus 'June' dari kekasihnya itu, hanya mengacak gemas rambut kekasihnya.

Minah berusaha menghentikan tangan Junhoe yang mengacak rambutnya itu. Minah paling tidak suka ketika rambutnya disentuh dan Junhoe tahu itu, tapi ia malah melakukannya. Alhasil rambut Minah sudah tidak beraturan dan Junhoe hanya tertawa pelan ketika melihat kekasihnya itu hanya menatap tajam dirinya.

Minah membereskan semua barangnya dan beranjak dari kursinya. Dengan menghentakan kakinya kesal, ia meninggalkan Junhoe yang masih bermain di lapangan basket. Seakan tidak perduli kalau kekasihnya itu kesal ataupun marah padanya. Namun bukan Minah namanya kalau ia akan mengalah dan kembali ke lapangan basket hanya untuk meminta Junhoe menahannya. Sekali Minah marah ataupun kesal pada Junhoe, ia tidak pernah main-main. Walaupun dalam hal ini, berarti Minah harus pulang menggunakan trasnportasi umum padahal awalnya Junhoe berjanji untuk mengantar gadis itu pulang.

-my boyfriend, junhoe-

Dengan wajah tertekuk, Minah membungkus satu bucket bunga mawar yang diperintahkan oleh Eomma-nya. Sepeninggal Appa-nya, toko bunga ini sudah menjadi tempat penghidupan mereka selama tiga tahun belakangan. Selain karena Eomma-nya yang hanya lulusan SMA, keadaan Eomma-nya yang memiliki riwayat penyakit jantung membuat wanita paruh baya itu tidak bisa bekerja terlalu berat. Seakan mengetahui kegundahan anaknya, Eomma-nya yang tengah menghitung penghasilan hari ini mendekat ke arah putrinya.

"Ada apa?" Tanyanya dengan nada lembut namun sanggup untuk membuat Minah terlonjak kaget.

"Eomma, jangan ngagetin aku." Ucap Minah sambil mengelus dadanya, namun Eomma-nya hanya tersenyum kecil.

"Eomma gak berniat untuk ngagetin kamu, lagian kamunya ngelamun terus. Terus itu kenapa bibirnya maju-maju kayak bebek? Pasti soal Junhoe, kan." Tebak Eomma-nya dengan tatapan menyelidik sekaligus menggoda putri semata wayangnya itu.

"Eomma, apaan sih? Engga." Kata Minah sambil beranjak dari posisinya tapi Eomma tetap mengikutinya dari belakang.

"Oh gitu, yakin nih bukan karena Junhoe?" Tanya Eomma-nya memastikan sekali lagi. Minah yang jengah dengan kekepoan Eomma-nya hanya bisa menatap Eomma-nya jengah membuat Eomma-nya mengerti kalau anaknya itu tidak ingin diganggu dengan pertanyaan-pertanyaan menyangkut Junhoe, kekasihnya.

Tak lama, Minah bisa mendengar suara deruman motor sport yang sangat ia kenal. Ia berdecak pelan dalam hati dan memilih untuk masuk ke dalam toko, menggantikan posisinya Eomma-nya yang tengah sibuk menghitung penghasilan hari ini.

My Boyfriend, JunhoeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang