ten

700 61 18
                                    

Hi, masih ada yang mau baca cerita ini?😁

.
.
.
.
.
.
.
.

"Apa yang kamu lakuin hari itu, sama sekali gak lucu, Nayeon." Ucap Junhoe dengan nada tajam, tak lupa dengan tatapan matanya yang seakan ingin menerkam Nayeon hidup-hidup saat itu juga.Nayeon mendengus dan melangkahkan kakinya duduk di salah satu kursi yang memang terletak di halaman belakang rumahnya.

Keluarga Junhoe memang tengah bertamu ke rumah keluarga Nayeon, mungkin membahas soal perjodohan. Entahlah, yang pastinya Junhoe tidak perduli.

"Kamu lupa? Kalau aku ini saudara pura-pura kamu. Jadi, ya sah-sah aja kan aku ngobrol sama sepupu pura-pura aku?" Nayeon menyeringai membuat Junhoe semakin geram. Dengan cepat Junhoe melangkah ke arah Nayeon yang sama sekali tidak menunjukan ketakutannya dengan aura Junhoe yang membunuh. Junhoe mencengkram kedua pipi Nayeon dengan erat, sedikit membuat Nayeon kesakitan.

"Jangan macam-macam, Nayeon. Jauh-jauh dari Minah, kamu cuma bakal bikin dia curiga."

Nayeon memukul tangan Junhoe agar pria itu mau melepaskan cengkramannya.

"Kamu tuh,bisa gak sih gak usah kasar sama aku? Aku tuh cewek, sama kayak Minah. Aku juga pacar kamu!"

Junhoe ingin memberikan pembelaan terhadap dirinya namun suara Nayeon Eomma membuat ia harus mengurungkan niatnya.

"Wah, Junhoe sama Nayeon ada disini? Kalian lagi apa? Gak lapar? Udah Eomma masakin makanan kesukaan kamu loh, Nayeon." Kata Nayeon Eomma sambil mengelus rambut anaknya pelan.

"Ah, ayo Eomma. Kayaknya Junhoe juga udah lapar. Tuh liat mukanya cemberut, ditekuk." Ucap Nayeon sambil tertawa di akhir kalimat. Junhoe hanya merutuki sifat Nayeon yang penuh dengan kebohongan itu. Kalau tidak mengingat orangtua Nayeon, mungkin pria itu tak akan tanggung-tanggung untuk menggeretak gadis itu lagi.

"Junhoe? Eotte?" Tanya Nayeon Eomma membuat Junhoe tersadar dari lamunannya.

Junhoe mendesah pelan.

"Ne, eomonim."

-my boyfriend, junhoe-

Tepat pada hari yang sama, Minah menunggu Junhoe yang katanya berjanji untuk berkencan dengannya. Namun entah untuk alasan apa, hampir setengah jam menunggu dan Minah sama sekali tidak mendapatkan tanda bahwa Junhoe akan datang ke halte bis, menjemputnya. Sesekali Minah menoleh ke kanan dan kekiri juga tak luput untuk berjalan mondar-mandir karena khawatir. Ia takut terjadi sesuatu pada Junhoe.

Kembali Minah menelpon nomor Junhoe namun untuk hal yang sama, ia tidak mendapat jawaban dari pria itu. Hanya suara operator yang mengatakan kalau panggilannya akan dialihkan ke pesan suara.

"June, kamu dimana?" Lirih Minah sambil menatap layar ponselnya yang hitam dengan khawatir.

Suara motor membuat hati Minah refleks tenang.

'Pasti June.' Batinnya lalu menoleh dan mendapati sosok pria diatas sebuah motor sport berwarna biru.

Bukan Junhoe.

Minah menatap pria bermotor biru dibalik helm tersebut. Pria itu membuka helmnya membuat kedua alis Minah berkerut bingung.

"Hanbin?" Gumam Minah tanpa sadar. Pria itu menyeringai, lalu turun dari motornya. Hanbin yang mengenakan jaket kulit dengan motif garis putih dibeberapa bagiannya, menghampirinya dan duduk tepat disampingnya.

"Ngapain disini sendirian?" Tanya Hanbin tanpa menoleh untuk menatap wajah Minah. Minah mendesah pelan.

"June, dia ngajak date tapi belum dateng. Gatau kemana." Ujar Minah sambil tersenyum masam membuat Hanbin merasa simpati.

My Boyfriend, JunhoeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang