Chapter 2
Mentari tampak tersenyum malu-malu burung-burung bersenandung merdu menyemarakan pagi ini.
Seorang gadis cantik masih bergelut dengan selimut tebalnya,perlahan ia mengerjapkan kedua bola matanya lalu menyingkap selimut sembari menutup mulut karena menguap.
"Udah jam berapa sih?" gumamnya.
Ia pun mengambil jam waker disamping tempat tidurnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.15.
Ia pun bergegas melangkah gontai menuju kamar mandi untuk melakukan ritual setiap harinya. Semalam Yuki bisa tidur cukup nyenyak karena kondisi ayahnya mulai membaik dan semalam ada yang menjaga ayahnya sehingga ia bisa istirahat dengan tenang. Ia akan mengucapkan terima kasih pada orang yang sudah menunggui ayahnya.Yuki duduk didepan meja riasnya ia menghela nafasnya lega paling tidak setelah mendapat tidur yang cukup kedua matanya sudah mulai membaik. Ia pun menyapu sedikit blush on sehingga menimbulkan kesan merah merona dipipi mulusnya kemudian menggores sedikit liptint dibibir merah jambunya untuk memberi kesan segar. Ia menatap pantulan dirinya dicermin. Dengan kemeja kotak-kotak dan celana jeansnya ia terlihat casual dan simple akan tetapi menimbulkan kesan manis dan menarik. Setelah penampilannya dirasa cukup rapi ia pun mengambil tasnya lalu bergegas pergi kerumah sakit.
Perjalanan menuju rumah sakit tidak memakan waktu lama mobil merahnya melaju dengan kecepatan sedang.
Yuki pun sampai didepan kamar rawat ayahnya namun ia masih diam didepan pintu yang bagian atasnya terlihat transparan sehingga membuat Yuki dapat memerhatikan aktivitas ayahnya yang sedang berbincang dan sesekali tersenyum dengan orang yang duduk disebelahnya. Tiba-tiba perasaan Yuki berubah tak karuan memandang punggung tegap yang membelakanginya.'Apa dia calon suami gue?' batin Yuki bertanya-tanya tentang siapa lelaki yang terlihat sangat dekat dan akrab dengan ayahnya. Yuki menghela napas sejenak untuk mengusir perasaan gugup yang tiba-tiba menghujaninya lalu menekan pelan kenop pintu. Yuki masuk dengan mengucap salam yang dijawab oleh papa dan lelaki disampingnya yang otomatis spontan menengok kearah Yuki. Sepersekian detik manik keduanya bersirobok Yuki tersenyum samar yang dibalas senyuman tipis oleh pria itu.
"Pagi papa" sapa Yuki kemudian mencium punggung tangan yang sedikit memucat . "Pagi, putri papa yang paling cantik udah dateng" balas Awan menyunggingkan senyum tulusnya.
"Iya dong gimana keadaan papa hari ini? Udah mendingan?"tanya Yuki menatap wajah pucat sang ayah. "Ya seperti yang kamu lihat papa udah lumayan mendingan."Jawab Awan sekenanya. "Syukur deh kalo gitu pokoknya papa harus cepet sembuh" ucap Yuki. "Aamiin... oh ya Yuki kenalkan itu Stefan, dia pegawai terbaik papa" Yukipun menoleh ke arah Stefan yang tengah menyunggingkan senyum tipis kepadanya lalu mengulurkan sebelah kanan tangannya. "Stefan" ujarnya memperkenalkan diri. Yukipun membalas uluran tangan Stefan. "Yuki" balas Yuki dengan senyum canggung kemudian melepas jabatan tangannya.Untuk beberapa saat suasana tampak hening dan canggung diantara Yuki dan Stefan. Papa Yuki bercerita banyak tentang prestasi-prestasi yang sudah Stefan raih selama bekerja diperusahaannya. Papanya pun tak segan memuji-muji Stefan namun Stefan hanya tersenyum kaku dan bersikap rendah hati. Yuki yang mendengarnya hanya tersenyum namun terlihat jika itu senyum yang dipaksakan dan berpura-pura ikut terkagum padahal Yuki menilai biasa saja. Yuki malah cukup jengah mendengar perbincangan ayahnya. Dugaannya benar jika orang dihadapannya memang benar-benar calon suaminya.
Buktinya semenjak tadi obrolan papanya seperti sedang mempromosikan Stefan.Perbincangan mereka terinterupsi saat kedatangan dokter. Seperti biasa dokter yang dibantu suster datang untuk memeriksa keadaan Awan secara rutin.
"Yuki kamu udah sarapan?" tanya Awan sesaat sebelum diperiksa. Yuki menggeleng ia tadi belum sempat untuk sarapan karena malas juga tidak ada teman yang menemani makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
IF YOU
ФанфикBlurb Yuki terpaksa menikah dengan laki-laki yang tidak ia harapkan sebelumnya karena untuk menuruti permintaan terakhir mendiang sang ayah. Akhirnya ia pun menjalani pernikahannya dengan keterpaksaan. Ia tidak bisa menerima dan mencintai suaminya k...