Seharusnya aku tahu itu bukanlah kali terakhir laki-laki itu membuatku tertegun, hingga tidak bisa berkata apa-apa. Selain suka bertindak dan berkata seenaknya, ada satu hal lagi yang kuketahui tentangnya--dia benar-benar serius dengan ucapannya. Jadi, bukan hal yang aneh lagi seharusnya, ketika aku memasuki kelas dan menemukan sesuatu di mejaku--kotak susu, tentu saja.
"Bisa kulihat dia belum menyerah juga.." Nana tertawa kecil mendapatiku yang sedari tadi hanya bisa tertegun memandangi kotak susu yang sudah berada di atas mejaku--lagi.
"Dan perkataanmu soal dia yang suka berbuat seenaknya.. Ternyata itu benar.." Aku menghela napas ketika mengingat perbincangan kami kemarin.
"Well.. Kalau saja dia bukan tukang onar di sekolah, sebenarnya dia itu lumayan. Wajahnya juga tampan.. Dan dia cukup populer di kalangan gadis-gadis di sini.." Nana bertepuk tangan pelan. "Kau benar-benar beruntung, Rei-chan~"
Aku mengeluarkan buku dari tasku. "Sudahlah, jangan membicarakan dia lagi. Jadi, bagaimana nanti sepulang sekolah? Kau jadi menemaniku, kan?" tanyaku.
"Ah, benar juga.. Maaf, sepertinya aku tidak bisa.." Nana mengatupkan kedua tangannya di depan dada, matanya menyiratkan rasa bersalah. "Aku ada janji dengan Kak Makoto."
"Kau sudah baikan dengannya?" Aku tersenyum. Temanku ini--Nana--saat ini memang sedang menjalin hubungan dengan Kak Makoto, senpai di sekolah ini. Mereka berdua sebenarnya sangat cocok--Nana yang cerewet, dan Kak Makoto yang selalu bersikap dewasa. Hampir setiap saat mereka bertengkar--lebih tepatnya, Nana-lah yang selalu memulai pertengkaran--dan beberapa saat kemudian, mereka akan kembali berbaikan. Love is blind--kalimat klise yang kutahu memang benar-benar nyata--aku menjadi saksi matanya.
"Tentu saja sudah. Karena itu, aku berniat mengajaknya kencan nanti.. Jadi--" Nana kembali menatapku lekat. "Maaf ya.. Kau bisa pergi ke toko buku sendirian, kan?"
"Aku sudah 16 tahun, Nana.." Aku tertawa kecil.
"Kau memang teman yang paling pengertian~" Nana mengedipkan sebelah matanya padaku, yang hanya kubalas dengan senyuman kecil. Tak berapa lama guru masuk dan kelas pun dimulai.
"Ingat ya, jangan menoleh jika ada orang yang menegurmu di tengah jalan--langsung lari saja, atau pura-pura tidak tahu. Hati-hati kalau menyebrang jalan, jangan sampai kau tertabrak mobil. Dan jangan melamun terus di halte, atau kau bisa ketinggalan bus. Kalau kau merasa lapar, kau harus langsung makan--jangan ditunda-tunda. Apalagi yaa.. Kalau kau lelah, langsung duduk saja, jangan memaksakan diri. Handphone-mu harus selalu aktif! Aku akan menghubungimu nanti. Kau tidak lupa mengisi baterainya, kan?"
Itu adalah pesan yang selalu diberikan oleh Nana padaku setiap saat ketika aku pergi ke luar sendirian--aku bahkan hampir bisa mengingat setiap kata demi kata--karena isi perkataannya selalu sama. Dan dia baru akan berhenti dan beranjak pergi ketika aku menjawab dengan, "Baik, Okaasan.." dan herannya, dia sama sekali tidak pernah marah mendengar jawabanku. Aku menatap sosoknya yang terus membalikkan badannya ke belakang setiap beberapa detik hanya untuk melambaikan tangan ke arahku. Ingatkan aku kalau aku benar-benar sudah berumur 16 tahun..
Jarak antara sekolah dengan toko buku langgananku sebenarnya tidak terlalu jauh--hanya 20 menit menaiki bus sampai halte terdekat, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki kurang lebih 5 menit. Aku menaiki bus yang biasa kutumpangi dan duduk di salah satu kursi dekat jendela--untung saja bus sedang tidak terlalu penuh dengan penumpang. Tak berapa lama, halte yang kutuju mulai terlihat dari kejauhan, dan aku bergegas turun dari bus.
Ketika tengah berjalan menyusuri trotoar, aku melihat beberapa pria dengan tampang menyeramkan berjalan keluar dari dalam sebuah gang sempit di antara 2 toko. Aku berhenti melangkah. Kalau bertemu orang mencurigakan, berhenti berjalan, dan langsung menjauh!-kata-kata Nana kembali teringat olehku. Aku diam sejenak, melangkah merapat menuju dinding salah satu toko, menatap ke depan. Orang-orang itu terlihat bicara sebentar, sebelum kemudian berjalan pergi. Setelah memastikan keadaan aman--orang-orang menyeramkan itu tidak berbalik lagi--mereka tidak akan kembali lagi kan..?-aku kembali melanjutkan langkahku dengan perlahan. Saat ini memang tidak ada orang yang berlalu lalang di dekatku, jadi aku memilih untuk lebih waspada. Ketika melintasi depan gang sempit tempat orang-orang tadi berdiri, aku berusaha untuk tidak memperhatikan ke sana. Tapi entah kenapa, aku seperti tertarik--entah oleh apa--untuk melihat ke sana, dan aku melihat seseorang tengah duduk bersandar di dinding, menundukkan kepala--sepertinya aku kenal dengan seragam itu.. Aku terus memperhatikan, tidak sadar kalau langkahku sudah terhenti, dan aku terus menatap ke arah orang asing itu. Dan ketika orang itu mengangkat kepalanya, aku tidak bisa menahan keterkejutanku--dia..?
KAMU SEDANG MEMBACA
MilKy Love
Random"Don't judge a book by its cover" Ok.. This is not a book--not really. But, let's make a fair judge for this story--by its cover.. Don't make too much expectation.. It's just a simple story.. As simple as you can imagine.. Once again.. Don't hope to...