lanjutan

969 67 0
                                    

Peter melihat keluar jendela dengan tatapan kosong. Ia masih memikirkan yang terjadi sebelumnya, masa lalu Kira dan kakaknya yang mengerikan. Raut wajah Kira setelah menceritakan kejadian itu masih terbayang oleh Kira, rasa menyesal masih membayanginya karena telah membuat Kira mengingat masa lalu yang menegrikan itu, meskipun dia tahu tak mungkin Kira dapat melupakannya.

"Hei!" sapa Susan tiba-tiba, membuyarkan lamunan Peter. Peter terbelalak.

"Kau! Jangan mengagetkanku seperti itu" omel Peter.

"Haha maafkan aku, tadi aku melihat kau berbonceng sepeda dengan Kira. Apakah kau sedang menantang maut?" tanya Susan didalam tertawanya.

"Ohh itu, tadi ban sepedaku bocor dan dia menawari boncengan meskipun aku yang memboncengnya. Kami tak melakukan kemajuan apa-apa" Peter menatap lurus menghadap Susan dan mendeakti wajahnya. "Hei Susan, apa alasanmu mendekatinya ?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Susan agak menjauh, dia merasa tak nyaman dengan posisi Peter.

"Oh maaf, aku hanya penasaran. Kita tak sekelas dengannya, jika kau tak peduli denganya bukankah taka da masalah"

"I-itu. A-aku tak punya maksud lain, dia terlihat selalu sendiri dan aku merasa kasihan. Memangnya kenapa?"

"Begitu? Benarkah ?" Peter menyenderkan tubuhnya dibangku. "Aku ingin membantunya"

"Membantunya?" Susan menyiritkan dahinya.

"Iya. Menangkap kakaknya"

"Baiklah aku juga. Jika kau sampai bersikap seperti itu, kurasa aku bisa mempercayainya"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Tuan Wilson datang terlambat hari ini, dia datang dengan tergesa-gesa untuk menemui kepala kepolisi ditempatnya.

"Maaf. Selamat siang pak, maaf saya terlambat. Maaf juga saya menjalankan misi tanpa perintah" ucap tuan Wilson saat bertemu kepala kepolisi.

"Bisa kau jelaskan apa yang terjadi ? kau terlihat berantakan"

"Saya baru saja melakukan penyelidikan dipanti asuhan 'castle', yang dianggap sebagai tempat tinggal Erina"

"Benarkah ? lalu?"

"Dia tak ada disana, tapi disamping bangunan tersebut ada bangunan lain yang hampir runtuh. Aku melihatnya, dan aku yakin itu benar-benar dia. Dia tinggal disana. Jadi kurasa kita dapat mengepung tempat itu untuk menangkapnya"

"Benarkah ? kau yakin? Jika kau benar-benar yakin, aku bisa menyetujuinya."

"Aku yakin, benar-benar yakin itu alasan aku terlambat"

"Baiklah, malam ini kau kuberi wewenang untuk memimpin pengepungan tempat itu"

"Terima kasih"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Suara sirine berbunyi dikegelapan malam, mobil-mobil polisi mengepung suatu bangunan tua. Banyak polisi yang dikerahkan untuk melakukan penangkapan Erina malam itu. Meskipun Erina hanya gadis remaja, mereka tak berani meremehkan. Semua memakai senjata lengkap, berharap penangkapan malam ini berhasil dan tak ada lagi yang menjadi korbannya.

"Itu dia! Itu Erina!" seru tuan Wilson yang memimpin penangkapan tersebut ketika lampu senternya menyinari orang yang bertudung itu. Erina berlari menjauh, tapi terlambat para polisi telah mengepungnya.

"Kau! Kau harus dihentikan malam ini!" sentak salah satu anggota polisi.

"Jika kau bisa!" ucap Erina tertawa dengan suaranya yang serak.

Semua polisi yang mengepungnya, mengangkat senjata dan mengarahkannya pada Erina. Erina hanya berdiam diri tanpa terlihat takut dan kemudian membuka tudungnya. Polisi yang mengepungnya tercengang melihat sosok itu. Matanya yang tertutup oleh poninya yang lumayan panjang serta luka bakar yang hampir menghanguskan wajahnya. Para polisi bersiap untuk menembak.

"Tembak!" perintah tuan Wilson yang memimpin.

Peluru dihempaskan mengarah kepada Erina. Erina mengelak dengan merendahkan dirinya dengan cara berjongkok. Beberapa peluru mengenai Polisi yang mengepungnya, anggota polisi lainnya menjadi panik. Memanfaatkan keadaan itu, Erina membuka jaketnya yang telah menggantung banyak pisau. Dan menusukannya tepat didada kiri anggota polisi tersebut dengan lincah. Dan melarikan diri dari kepungan polisi tersebut yang sekarang tersungkur ditanah dengan darah yang terus mengalir. Erina menghampiri tuan Wilson.

"Titip salam untuk Kirana" ucap wanita itu dan langsung melarikan diri dengan cepat.

"Kau!" tuan Wilson membalikan badan dan terus menembakan pelurunya kearah Erina, namun tak satupun peluru yang mengenainya.

"Sialan" desis tuan Wilson. "JANGAN ADA YANG MENGEJAR! KITA TUNDA PENANGKAPAN KALI INI! SELAMATKAN ANGGOTA YANG LAIN JIKA ADA YANG SELAMAT! KITA MUNDUR" teriak tuan Wilson kepada pasukannya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~'

Tadi malam anggota polisi mengepung bangunan tua yang diduga menjadi tempat tinggal Erina, tapi hasilnya berbalik banyak anggota polisi yang tewas setelah berhadapan dengan wanita itu. Erina berhasil melarikan di..

CTEK!

Televisi dimatikan Kira, perasaannya campur aduk. Ia kecewa karena Erina tak berhasil ditangkap tapi disisi lain ia bersyukur Erina selamat karena bagaimanapun Erina juga tetaplah kakak kandungnya yang pernah menyayanginya. Tapi, raut wajah Kira tetap menampakan wajah kecewa.

"Maafkan aku" ucap tuan Wilson dengan rasa penuh penyesalan.

"Tak perlu meminta maaf, kau sudah kehilangan anggota untuk menangkapnya. Ini semua salahnya" ucap Kira sambil menghampiri tuan Wilson.

"Dia berkata sesuatu padaku"

"Apa?"

"Dia menitip salam untukmu" Kira menjadi kaku, suaranya tercekat mendengar kalimat tersebut.

"Kau? Berbohong kan?" tanya Kira dengan wajah penuh kengerian.

"Maafkan aku Kira"

"Sudah kubilang tak perlu meminta maaf. Oh iya, aku permisi dulu" Kira pamit menuju kamarnya. Disana ia terpaku, memikirkan hal tadi. DRRTT. Ponselnya bergetar, Kira mengangkatnya.

"Halo adikku? Sudah dengar berita pagi ini?" suara serak Erina terdengar, membuat Kira bergidik ngeri.

"Kenapa kau menelpon?" ucap Kira melawan rasa ngeri-nya.

"Aku hanya ingin mengatakan, sesuatu"

"Apa?"

"Kau sudah memulai permainan yang berbahaya, jangan lari tuntaskanlah haha" tawa Erina mengakhiri.

Kirana terjatuh mendengar kata-kata Erina. Peter, Susan, Bella, dan semua kerabat dalam bahaya.

WHO?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang