lanjutan

909 63 2
                                    

"Ada apa? Kenapa kau mengajak kami berkumpul dirumah mu?" tanya Kira sambil meraih segelas teh yang disajikan oleh tuan rumah, Bella.

"Hahaha bukan apa-apa. Salahkah mengajak temanku bermain kerumah?" tawa Bella.

"Iya benar. Kau ini terlalu kaku Kira" canda Susan.

"Oke kalau begitu, ada yang ingin kubicarakan juga"

"Kebetulan, aku juga puunya hal untuk dibicarakan padamu" ucap Peter yang daritadi sibuk memakan cemilan yang disediakan Bella.

"Kau dengar berita kemarin pagi bukan? Kakakku berhasil lolos dari penangkapan yang dilakukan oleh polisi, para polisi mengetahui tempat tinggal kakakku karena aku yang memberitahunya meskipun agak melenceng dari perkiraanku"

"Maksudnya?" ucap Susan tak mengerti.

"Aku memberitahu polisi suatu tempat yang kuperkirakan tempat tinggal Erina, tapi ternyata ia berada dibangunan sebelahnya."

"Itu berarti perkiraanmu tak salah sepenuhnya. Iya kan?" ucap Bella, menghibur.

"Aku tahu itu. Tapi yang jadi masalah sepertinya Erina tahu kalau aku yang memberikan lokasinya. Dan sepertinya dia akan melakukan sesuatu"

"Tenanglah kami juga sudah memutuskan untuk membantu menangkap Erina, mungkin mustahil tapi setidaknya kami pasti bisa membantu sedikit"

"Apa kalian sudah gila? Polisi saja kewalahan menangkapnya"

"Tak apa" ujar Peter

"Kenapa kalian bersikeras ?"

"Kami punya alasan sendiri" ucap Susan sambill menatap lurus Kira.

Kemudian seorang pria datang dengan senyumnya yang ramah, ia adalah tuan Rall ayah Bella. Dan pria tersebut menuju kamarnya, meninggalkan mereka.

"Nah, jika kita terluka karena Erina kita dapat berobat gratis pada ayahnya Bella. Dia kan seorang dokter" ucap Susan sambil tertawa.

"Enak saja! Walaupun itu kalian aku akan tetap memasang tarif" ujar Bella bercanda.

Mereka semua tertawa. Gelak tawa memenuhi ruangan itu dan mereka tenggelam didalamnya. Kira menikmati canda tawa bersama temannya ini, meskipun sebentar dia dapat melupakan masalah Erina. Matahari perlahan tenggelam menyambut malam. Susan berniat untuk menginap malam ini, jadi Peter dan Kira pamit pulang.

"Sudah hampir malam, bagaimana jika kau ku antar?" tanya Peter mengambil sepeda yang diparkirnya bersama Kira.

"Tak apa, kalau aku cepat tak akan terjadi apapun" ujar Kira mulai menaiki sepedanya. Mereka berdua bersepeda beriringan, keluar dari pelataran rumah Bella. Kira kemudian Kira teringat sesuatu.

"Peter kau duluan saja aku sepertinya meninggalkan sesuatu"

"Aku antar"

"Tak perlu. Kau duluan saja. Bye!" ucap Kira meninggalkan Peter. Peter melihatnya menjauh kembali menuju rumah Bella meskipun mereka belum keluar dari pelataran rumahnya. Kira menjauh, kemudian Peter melanjutkan perjalanannya.

Kira kembali menuju rumah Bella, dia meninggalkan jaketnya disana. Tapi saat dia hendak kembali, dia mendengar suara orang menelpon ternyata hanya ayahnya Bella, Kira tak menghiraukannya. Tapi, dia mendengar sesuatu dari pembicaraan itu. Samar namun jelas dia menyebut nama 'Erina' tadi. Kira memberhentikan sepedanya kemudian menguping.

"Kau ini bodoh sekali Erina, bagaimana mungkin kau bisa ketahuan begitu? .... Apa adikmu? Haha aku tak peduli, yang penting bagaimana dengan hatinya? Kau bisa mengantarnya sekarang bukan? ... besok aku minta ginjal ya?" ucap tuan Rall pada seseorang ditelponnya.

Erina? Hati ? Ginjal? Apa dia sedang bicara pada Erina, dan apa dia yang selama ini mengorder organ tubuh pada Erina.

"Maaf tuan Rall" ucap Kira pelan mendekati tuan Rall.

"K-kau?!" tuan Rall kaget dan dengan panik ia mematikan teleponnya. "A-ada apa?"

"Maaf, aku tak sengaja mendengar tadi. Kau seperti menyebutkan nama Erina"

"Hei! Apa kau tak punya sopan santun, siapa yang mengajarkanmu untuk menguping pembicaraan orang lain?"

"M-maaf aku tak sengaja mendengaranya. Tolong jawab pertanyaanku tuan, apa kau yang selama ini mengorder organ tubuh pada Erina?"

"Yah mau bagaimana lagi kau sudah mendengarnya. Iya, aku yang mengordernya, tapi tujuanku hanya untuk menolong para pasien. Lagipula, camkan ini! Jika hal ini menyebar, maaf mengecewakanmu. Tapi bukan kakakmulah yang akan membunuhmu tapi aku!"

"Aku tak akan memberi tahu siapapun tentang ini. Tapi tolonglah berhenti mengorder padanya"

"Hei! Dia itu psikopat! Walau aku tak mengorder apapun dia akan terus membunuh. Lebih baik kumanfaatkan itu untuk menolong seseorang bukan?"

"Dengan cara membunuh orang lain? Kau menyelamatkan satu nyawa tapi kau juga menghilangkan satu nyawa yang lain? Itu sama saja"

"Kenapa kau menasihatiku? Kenapa tak kau nasihati saja kakakmu?"

"Kalau dia sudah terlambat"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kira kembali kerumahnya setelah mengambil jaketnya kembali. Dia mnegendarai sepedahnya dimalam hari dibawah lampu kota yang menerangi jalan raya. Dia masih mengingat kejadian tadi, diapun melamun. BRAAK! Kira terjatuh, sepertinya ia menabrak sesuatu.

"Oh. Ya ampun, maafkan aku. Tadi aku melamun" ucap Kira tersadar bahwa dia telah menabrak seseorang. Dia pun membantu orang itu berdiri.

"Ah tidak akulah yang harus minta maaf. Hei sepertinya kita pernah bertemu?" ucap seorang pria tinggi yang usianya tak terlihat jauh berbeda dengannya.

"Maaf?" tanya Kira tak mengerti.

"Aku Rangga Smith, dulu aku adalah teman kakakmu." Ucap Rangga mengulurkan tangan untuk berjabatan. Kira terdiam sejenak mencoba mengingat-ingat.

"Ahh.." ucap Kira menemukan titik temu. "Kau pernah datang kerumahku, untuk mengajak kakakku pergi dan setelah itu kau tak pernah kembali. Dan kau Rangga Smith? Apakah kau kakak Susan?"

"Yaa ada suatu kejadian. Oh Susan jadi kau mengenalnya, dulu dia tinggal dengan neneknya maka dari itu dia jarang terlihat"

"Jadi begitu" Kira menenteng sepedanya menemani Rangga.

"Jadidia benar-benar menjadi pembunuh?" tanya Rangga. Kira mengangguk. Rangga pamituntuk pulang karena rumah mereka berbeda arah. Kira melanjutkan menaikisepedanya.    

WHO?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang