lanjutan

844 61 8
                                    


Kira dan Bella menunggu diruang  tunggu rumah sakit tersebut. Suasana diantara mereka sangat canggung, suara obrolan pengunjung menjadi alat untuk membunuh kebosanan mereka. Kira menoleh kearah Bella, melihat gadis itu yang sedang tertunduk meskipun begitu Kira dapat melihat dengan jelas jika Bella menangis. Melihat pemandangan itu Kira mengingat masa lalunya disaat orang tuanya meninggal, air mata mulai menggenangi matanya. Kira benar-benar paham apa yang Bella rasakan saat ini. Kira menyeka air matanya.

"Bella aku turut berdu-" ucap Kira terpotong.

"Aku tahu dia salah, tapi kenapa dia harus dibunuh?" jawab Bella bergetar.

"Bukan aku yang melakukannya. Percayalah"

"Siapa yang tahu, sampai saatnya tiba" Bella mencoba menyeka air matanya yang terus mengalir.

Kira sedikit geram dengan kelakuan Bella, tapi apa boleh buat dia sedang berduka mungkin dia belum bisa berfikir dengan jernih. Keduanya kembali terdiam, meskipun masih terdengar suara tangis Bella. Tiba-tiba tuan Wilson datang untuk menjemput Kira, Kirapun mengikuti tuan Wilson dan meninggalkan Bella yang masih terisak.

Kira diperiksa sidik jarinya dan kemudian dicocokan dengan sidik jari yang tertinggal ditubuh korban, syukurnya tidak cocok. Kira terbebas dari tuduhan. Evakuasi korban telah selesai, jenazah korban dipulangkan untuk dimakamkan. Sedangkan polisi terus mencari pelaku, serta barang bukti lainnya.

Pada saat pemakaman teman-teman Bella datang, termasuk Kira. Bella dan keluarganya menangis disetiap proses pemakaman. Setelah pemakaman selesai kerabat dan keluarganya pun kembali kerumah, kecuali Kira, Bella, Susan dan Peter mereka masih terdiam didepan makam itu.

Bella tersenyum tipis dengan matanya yang sembab. "Maafkan aku Kira, aku telah menuduhmu"

"Tak apa, aku tahu saat itu kau sedang emosi sehingga tak dapat berfikir jernih" jawab Kira pelan. Bella tersenyum.

"Kami turut berduka Bella" Susan merangkul tubuh Bella.

"Jangan terlalu sedih, semoga saja pelakunya dapat diketahui dengan cepat" Peter menyemangati.

"Semoga saja"

Saat itu semua kembali seperti biasa, rasa benci Bella terhadap Kira telah menghilang. Kira dan yang lainnya menemani Bella hingga malam, setelah itu mereka pamit pulang. Mereka berjalan beriringan sampai berakhir dipertigaan, Susan mengatakan bahwa rumahnya melewati jalan yang berbeda jadi dia berpisah. Kira dan Peter masih melewati jalan yang sama.

"Hei Kira, jadi kau yang dituduh sebaga-" perkataan Peter terpotong.

"Maaf" Kira tersenyum kearah Peter. "Aku melupakan sesuatu. Aku harus membeli kertas untuk ayah asuhku hari ini, jadi lebih baik kau duluan saja" Kira melambaikan tangan kearah Peter dan berjalan kebelakang meninggalkannya. Peter yang melihatnya membalas lambaian tersebut dan segera pulang.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Aissshh. Kenapa aku harus lupa membeli kertas itu, tempatnya dekat dengan panti asuhan 'Castle' dan lumayan jauh, sudah malam begini" Keluh Kira sambil terus berjalan.

Suasana dijalan itu sangat sepi, wajar saja karena disana terdapat bangunan yang pernah ditinggali sang pembunuh berantai, terlebih saat malam para warga sangat berhati-hati melewati tempat itu. Bahkan kalau bisa jangan sampai melewati tempat itu terlebih saat malam. Kira juga begitu, tapi terpaksa dia melewati jalan itu karena janji yang harus ditepatinya.

Diperjalan dia mengeluh sendiri sampai dia tersadar berada didepan panti asuhan 'Castle'. Dia memperhatikan bangunan 2 lantai itu sejenak, dan tiba-tiba menangkap bayangan seseorang, tidak dua orang sedang berada didalam sana. Dia berfikir itu hanya halusinasi, maka dari itu dia menajamkan pengelihatannya. Tepat! Itu bukan halusinasi, ternyata benar-benar ada orang disana dan dengan segera Kira menghampiri tanpa pikir panjang, semoga itu Erina.

Kira memasuki bangunan itu dengan hati-hati, bangunan tersebut memang tidak dikunci entah apa alasannya. Kira melangkahkan kakinya menaiki tangga berusaha tak mengeluarkan suara. Dan akhirnya dia sampai disebuah pintu. Terdengar suara orang sedang berbicara, Kira berusaha mendengarkan percakapan tersebut.

"Jadi dimana pisau yang kau gunakan?"

"Aku telah membuangnya kesungai"

"Bodoh! Bagaimana jika ada yang menemukannya"

"Tak apa, aku tak memegang pisau itu dengan tanganku. Aku juga telah mematikan CCTV sebelum membunuh pria itu"

"Membunuh pria? Jadi mereka pembunuh, apa ada hubungannya dengan Erina? Tapi aku tak mendengar suara Erina didalam sana" gumam Kira dalam hati.

"Yaah. Tapi kita tidak dapat mengotori nama Kira"

Kira tercengang mendengar kalimat tersebut, orang itu pasti seseorang yang dia kenal!

"Kau fikir Bella akan percaya seratus persen terhadap orang itu? Setelah tuduhannya yang telah membunuh ayahnya, tuan Rall? Haha kurasa mustahil"

Kira melotot mendengarnya, orang ini yang telah menfitnahnya dan telah membunuh ayah Bella. Kira dengan geram langsung membuka pintu tersebut, dan melihat kedua orang itu.

"Kau!!" ucap Kira geram. "Bagaimana bisa kau membunuh ayah Bella?! Apa masalahmu dengannya?!" teriak Kira kepada dua orang itu, Susan dan Rangga.

"Kenapa tak bisa? Bukankah kakakmu selalu bisa membunuh seseorang yang tak bersalah?" ucap Susan menghampiri Kira.

"Kau itu temannya kan? Kenapa kau melakukan ini? Apa salahnya?" ucap Kira.

"Kakakmu juga bisa membunuh kerabatnya bukan? Bahkan tanpa alasan" ucap Rangga santai. "Kami memiliki alasan"

"Apa alasanya?!" tanya Kira dengan nada tinggi.

"Untuk mengotori namamu!"

"A-apa?" Kira tak mengerti.

"Ini untuk membalas dendam! Kau tahu! Kakakmu telah membunuh orang tuaku, bahkan melukai kakakku, bahkan hampir membunuhnya!" Susan mendorong Kira meskipun tak membuatnya terjatuh.

"Apa maksudnya?" tak sadar Kira mundur perlahan.

PAAKKK!!! Kira mendapat tamparan dari Rangga.

"APA MAKSUDNYA?! SI PSIKOPAT ITU MEMBUNUH ORANG TUA KAMI !! KAU TAHU MEM-BU-NUH !! ORANG TUAKU TAK PERNAH MEMBUAT MASALAH DENGANNYA, TAPI MEREKA DIBUNUH !! DAN DIWAJAH IBLIS ITU TAK ADA RASA BERSALAH SEDIKITPUN !! BAHKAN DIA LANGSUNG MENYERANGKU !! JIKA AKU TAK OPERASI PLASTIK, MUNGKIN WAJAHKU SAMA DENGAN WAJAH MENJIJIKANNYA!!" Rangga membentak gadis itu dengan emosi yang meluap.

Kira yang melihat kemarahan pria tersebut tak sadar melangkahkan kakinya mundur beberapa langkah. Dia dapat merasakan kebencian dari dalam pria tersebut serta dari sang adik.

"Ma-maafkan kakakku" ucap Kira bergetar.

"MAAF? MAAFKAN KATAMU? AKU AKAN MEMAAFKANNYA SAAT KAU MATI !!" Rangga mengeluarkan pisau dari sakunya dan berjalan menghampiri Kira. Susan melihat hal itu langsung bergegas memegangi tangan Kira agar tak pergi dan melawan.

"Kumohon jangan" Kira mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman Susan.

"Salam buat orang tua kami Kira" Rangga mengangkat pisaunya.

"Hei! Bukankah sudah terlalu malam untuk bermain" suara serak Erina terdengar menggema diruangan itu, membuat aksi pembunuhan tersebut terhenti dan membuat mereka menatap ngeri kearah pintu yang telah terbuka kini.

WHO?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang