Bab 11 : Their Worries

5.2K 502 4
                                    

Gadis itu bangun dari tidurnya, ia mengusap wajahnya yang terasa lengket. Ia mengernyit saat mencium bau nafasnya yang tidak sedap. Lalu terkekeh melihat rambutnya yang seperti rambut singa itu, ia lalu berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Keluar dari kamar mandi, Vea menemukan pakaian bertarung gelap khusus wanita, diatas kasurnya.

Ia bingung dan heran mengapa pakaian itu ada dikasurnya, padahal seharusnya ia memakai seragam Academy. Tapi pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk memakai pakaian ketat itu layaknya seorang kesatria wanita yang siap berperang. Setelah menyisir rambutnya dan merasa penampilannya sudah sempurna, Vea keluar dari kamar dan mengelilingi Istana hanya untuk mencari sosok Qing.

Keadaan agak janggal menurutnya, orang-orang tampak gelisah dan terburu-buru. Mereka terlihat panik dan cenderung berlari-larian, namun Vea mencoba untuk tidak mempedulikannya dan fokus mencari Qing.

Mungkin mereka sedang ada urusan penting. Gumam Vea dan menghiraukan orang-orang yang berlarian dengan keringat di pelipis mereka. Ia lalu melanjutkan pencariannya dan pergi ketaman setelah lelah berkeliling dan juga belum menemukan Qing. Diperjalanannya menuju taman, ia bertemu dengan Lilla dan langsung menanyakan dimana keberadaan Qing, ternyata wajah wanita itu pucat pasi dan ia kelihatan sangat cemas.

"Q-Qing ada di.." kegelisahan terpancar jelas diwajahnya, keringat bercucuran dari pelipisnya. Tubuhnya bergetar halus membuat Vea semakin bingung. "Apa yang terjadi?" Tanya Vea dengan kerut dalam didahinya. Ia memegang kedua pundak Lilla mencoba membuat wanita itu lebih tenang. "Bukankah seharusnya aku ke Academy? Atau seharusnya aku berlatih bersama Qing?" Lanjut Vea dengan pertanyaannya.

Wanita itu menghembuskan nafasnya mencoba untuk tenang agar mampu menceritakan apa yang sedang terjadi. "Para Orc yang bekerja sama dengan para penyihir hitam, menyerang di distrik paling utara. Memang sangat jauh dari sini, tapi mereka sangat berbahaya. Qing dan pasukannya pergi kesana untuk membinasakan makhluk itu yang jumlahnya benar-benar banyak."

"A-apa? Orc?" Ulang Vea tak percaya. "Ya, lebih tepatnya makhluk pemakan daging yang rupanya sama seperti manusia. Bertubuh hijau dan wajahnya mirip seperti babi. Ia monster dengan otot besar yang dibekali kekuatan beserta palu godam oleh para penyihir hitam. Mereka tak bisa disepelekan." Jelas Lilla dengan nafas yang terlalu cepat.

"Ta-tapi mereka hanya mitos. Dan mengapa mereka tidak bisa pergi ke perkotaan atau tempat tinggal manusia biasa seperti aku dulu?" Keringat dingin mulai menetes dari pelipis Vea. Jantungnya berdegub kencang dan ia mulai takut. Gadis itu mulai khawatir akan keselamatan Qing yang sedang melawan monster mengerikan.

"Tidak sadarkah kau, bahwa kau telah masuk ke portal atau dimensi lain saat kau memasuki hutan dimana pertama kali kau bertemu Qing?" Vea menggeleng, ia mencoba mengingat-ingat saat pertama kali ia masuk kehutan dengan mobilnya. Rupanya pohon-pohon besar itu adalah portal antara dunia tengah dan dunia manusia.

"Sudahlah, kita harus berjaga-jaga, kalau-kalau ada serangan mendadak yang menyerang kita." Kata Lilla dan berlalu.

"Tunggu, boleh aku tahu keadaan Qing saat ini?" Tanya Vea. "Kami belum mendapatkan kabar tentang mereka. Bersabarlah." Jawab Lilla dan berlari meninggalkan Vea dengan perasaan campur aduk.

"Bagaimana ini, apa dia baik-baik saja?" Gumam Vea dan mulai berlari mencari siapapun yang bisa menjawabnya.

"Ya! Pasti Bibi bisa menjawab pertanyaanku." Kata Vea seraya berlari menuju ruangan utama dimana sang Ratu berada disana.

Vea berlari menuju ruangan yang terdapat singgasana sang Ratu disana. Namun ia tidak menemukan Bibinya diruangan itu, dan pergi ketempat lain dimana Bibinya itu berada. Vea mendorong dua daun pintu besar itu dengan kasar. Membuat orang-orang didalamnya langsung menatapnya.

Para petinggi-petinggi istana, pemimpin-pemimpin distrik, menteri-menteri dan panglima dari kerajaan-kerajaan dibawah pimpinan kerajaan Evergenity sedang berkumpul diruang pertemuan itu. Vea seperti pencuri yang ketahuan mencuri saat semua tatapan mengarah padanya. Ia gugup, namun mencoba untuk tidak mempedulikannya dan fokus mencari informasi tentang Qing.

Tiba-tiba saat Vea ingin berbicara, seorang pengawal berlari masuk keruangan dengan tergesa-gesa. "Yang mulia! Mereka sudah kembali." Kata pengawal itu membuat semua orang diruangan itu menegang.

••

Gadis itu berlari sekencang mungkin menerobos orang-orang yang berjalan dilorong besar itu. Ia melewati sekian banyaknya ruang perawatan dan mencari ruangan besar dimana orang-orang dalam keadaan darurat sedang ditangani oleh tim medis. Vea masuk kedalam ruangan besar yang pintunya tidak ditutup itu. Ruangan ini sangat luas, dipenuhi rintihan dan erangan dari berbagai orang yang baru saja masuk kesini. Para perawat dan dokter mencoba menolong dan mengobati orang-orang yang terluka ataupun sekarat yang baru saja pulang setelah melakukan perang dengan para Orc itu.

Vea kewalahan mencari sosok Qing dari ratusan orang yang terbaring diatas ranjang putih yang berjajar memenuhi ruangan putih itu. Ia bertanya pada seorang perawat yang terlihat terburu-buru itu. "Panglima Qing ada diujung sana. Ia hanya mengalami luka ringan dipunggungnya."

"Oh syukurlah." Vea bernapas lega.

"Trimakasih." Ujar Vea pada wanita berseragam putih itu, dan perawat itu mengangguk. Vea kembali berjalan dengan perasaan lega, ia menjadi lebih baik dari sebelumnya, ternyata Qing baik-baik saja walau mengalami luka ringan itu. Ia akhirnya menemukan Qing dan langsung menghampirinya. Qing terbaring lemah dengan mata terpejam diatas kasur tanpa memakai baju. Dari perut hingga dadanya diperban.

"Qing..." Vea menyentuh bahu kiri Qing membuat laki-laki itu membuka matanya dan menampakkan ekspresi datarnya. "Aku baik-baik saja Ve." Ucap Qing datar dan Vea diam menatapnya khawatir.

"Tidakkah kau tau aku sangat khawatir?" Kata Vea dengan tulus dan laki-laki itu tersenyum tipis.

"Trimakasih sudah mengkhawatirkanku." Jawabnya.

"Dasar bodoh." Kata Vea mengatai laki-laki dihadapannya yang terkekeh.

"Aku hanya tertusuk tombak dipunggung, Vea Sage. Aku tak apa."

"Hanya?" Vea berdecak kesal. "Kau bisa mati tau." Lanjut Vea kesal dan Qing malah terkekeh lagi.

Tiba-tiba seorang dokter datang dengan perawat dibelakangnya. Dua orang itu tersenyum kearah Vea dan Qing, menampakkan gigi putih yang berjajar rapih milik mereka. "Permisi Tuan Putri, Panglima." Dokter itu menyapa Vea dan Qing, "Kau mau dipindahkan keruang perawatan atau kekamarmu Panglima?"

"Ah Ascer, jangan terlalu formal, aku hanya ingin beristirahat di kamarku." Jawab Qing dengan senyum merekahnya.

"Baiklah, dua jam lagi kami akan memindahkanmu Qing." Kata dokter bernama Ascer itu, lalu tersenyum jahil pada Qing, "nikmati momentmu panglima." Ledek Ascer dan mengedipkan sebelah matanya, Qing hanya memutar kedua bola matanya, lalu dokter itu pergi bersama perawatnya.

Sementara itu Vea duduk dikursi disamping ranjang Qing, sedangkan laki-laki itu kembali memasang wajah datar. "Besok kau harus latihan." Kata Qing membuat Vea menatapnya tak percaya.

"Qing, kau tak lihat kondisimu seperti apa? Apa matamu mulai rabun?" Ujar Vea heran dan berdecak kesal. "Ah kurasa benar, kau memang sudah rabun." Lanjut Vea membuat Qing menghela napas pasrah.

"Besok, aku sudah sehat lagi Vea. Tubuhku akan lebih cepat sembuh dibandingkan yang lainnya. Kau tidak perlu ke Academy lagi, aku tidak ingin kau terluka lagi."

"Lalu, bagaimana dengan pengetahuanku? Bagaimana dengan hal-hal tentang Evergenity yang belum kuketahui?"

"Kau tidak memerlukan itu semua. Yang kau perlukan hanya kekuatanmu, dan untuk mendapatkan itu kau harus berlatih keras." Vea mengangguk yakin, dan tersenyum.

"Baiklah." Jawabnya patuh membuat Qing tersenyum tipis melihatnya yang penurut.





•••

By Rainytale
1 Mei 2016

EvergenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang