Bab XIII - Ambision -

534 29 9
                                    


- Rifan -

Lagu terputar keras didalam mobilku. Memutarkan lagu-lagu kesukaanku. Salah satunya lagu yang dinyanyikan oleh One Ok Rock dengan judul The Beginning. Sountrack dari Live Action Samurai X session I. Aku ikut bernyanyi dengan semangat membunuh rasa kesalku.

Setelah akhirnya menyetir kurang lebih 15 dari rumah. Aku tiba dibasement gedung tempat yang kutuju. Aku menghembuskan nafas berat saat turun dari mobil. Setibanya aku diloby, aku mendongak dan membaca dengan enggan tulisan besar dan elegan di gedung berlantai 10 ini. Tulisan yang selalu membuat Ayah bangga; "RS Internasional Emerth".

Ini hari kedua usai ujian sekolah. Kami yang selesai ujian masih diliburkan hingga nanti saat pengumuman kelulusan. Dan hari ini, Ayah memintaku datang ke sini. Ke Rumah Sakit milik Ayah. Well, lebih tepatnya milik keluarga kami. Karena, Rumah Sakit ini sudah turun temurun. Dibangun awalnya oleh kakek buyutku.

Aku tidak begitu mengerti dan tidak mau terlalu memikirkan apa motif Ayah menyuruhku kesini. Sebagai anak yang baik, aku menurut saja. Aku masih hidup memakai uang Ayah, jadi aku harus selalu mengikuti apa yang dia perintahkan.

Beberapa saat, aku sudah tiba didepan ruangan yang sudah cukup sering aku kunjungi. Dipintunya bertuliskan, Ruang Direktur RS Internasional Emerth. Dibawahnya ada nama Ayahku; Prof. dr. Rifaldi Mahendra Emerth, Sp, Pd.

Itulah Ayahku. Selain menjadi Direktur RS, beliau juga merupakan salah satu dokter spesialis penyakit dalam terbaik. Ayah juga punya beberapa perusahaan yang dikelola. Baik itu perusahaan keluarga maupun perusahaan pribadi. Dan, semua perusahaan Ayah nama pemilik keduanya adalah namaku.

Kenapa? Karena aku satu-satunya anak beliau. Bangga? Tidak! Terbebani? Tentu saja! Itu berarti aku dituntut harus luar biasa seperti beliau. Tapi, aku ragu akan hal itu. Ayah adalah lelaki yang hampir sempurna. Pekerja keras, pintar, cerdas, mencintai istrinya, dan Ayah yang baik untuk anaknya. Aku takkan bisa mengejar beliau. Apalagi mengungguli? Tidak mungkin!

Aku akhirnya membuka pintu ruangan Ayah setelah sebelumnya sudah mengetuk dua kali. Ketika aku masuk, Ayah sedang sibuk didepan laptop dan kertas-kertasnya. Aku menarik kursi didepan meja beliau dan duduk disana. Ayah mendongak ketika aku duduk.

"Eh, Rif. Kamu udah datang?" Saking seriusnya, Ayah baru sadar kedatanganku saat aku sudah duduk didepannya. Aku mengangguk menjawabnya.

"Oke. Sebentar ya." Pinta Ayah. Aku mengangguk lagi.

Saat Ayah kembali fokus ke pekerjaannya. Aku mengalihkan pandanganku keseluruh ruangan. Ruangan yang megah, dengan lemari kaca yang dipenuhi buku-buku, dinding-dinding yang terpajang penghargaan-penghargaan Ayah, foto-foto keluarga kami, serta foto Ayah dan Bunda.

Melihat sekeliling ruangan Ayah, aku tersenyum. Dalam hati aku berkata, kapan ya aku bisa punya ruangan pribadi begini dan berperan sebagai presiden direktur diperusahanku sendiri. Bukan perusahaan keluargaku. Suatu saat, aku pasti bisa membangun perusahaanku sendiri. Pasti.

"Oke. Ayah sudah selesai" seruan Ayah membuyarkan lamunanku. Kini Ayah sudah menutup laptopnya dan menatapku.

"Jadi, ada apa Ayah memanggil aku kesini?" Tanyaku penasaran juga.

"Ayah mau mengajak kamu berkeliling RS Internasional Emerth." Jawab Ayah. Kening sebelahku terangkat. Untuk apa coba?

"Sebentar lagi kamu akan lulus. Sudah saatnya kamu mengenal tempat nanti kamu akan bekerja juga. Tempat ini milikmu nanti" sambung Ayah dengan senyum sumbringah.

Jantungku terpukul keras mendengarnya. Refleks aku mengatupkan rahang. Milikku? Hahaha. Yang benar saja! Apa yang aku bisa coba? Mengelola Rumah Sakit sebesar ini? Aku ragu bisa melakukannya.

When Sunrise Come - Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang