1

4K 299 60
                                    

Thanks to skylaralvins (yang masih mau jadi editor saya wkwkwk--I cant do this without you man), Sinetrum (yang dah ninggalin komen ngasi tau typo saya--makasih! makasih!), aminahwahyudin, vedrobodat, dan yuivahana yang sudah mau nge-vote dan komen di cerita saya!

Anyway, chapter 1 ini gak gitu spesial sebenernya hanya sedikit world building, but I hope you'll still enjoy it.

Here goes

---

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pagi-pagi sekali, saat matahari belum menampakkan dirinya, Darien tiba di Vitum. Sebuah kereta, sebagaimana yang dijanjikan tuan tanah Morbos, telah menunggunya. Bagaimana pun juga, sekalipun Vitum merupakan pulau berukuran kecil, Morbos merupakan desa yang terletak di tengah-tengah pulau tersebut, dan dibutuhkan tiga jam perjalanan menggunakan kereta untuk mencapainya.

"Apa ada barang yang bisa saya naikkan ke kereta, tuan Plouton?" tanya kusir kereta itu sopan. Darien tersenyum ramah dan menyerahkan dua buah peti berukuran sedang pada pria yang tampak sedikit lebih tua darinya itu. Melihat ukuran kereta yang disediakan tuan tanah Morbos padanya, ia bersyukur telah mengirim hampir seluruh isi apartemennya ke Morbos satu minggu yang lalu. Kereta itu hanya memiliki ruang untuk dua orang dewasa, dan isi apartemen Darien tak dapat disama besarkan dengan satu orang dewasa. Ia yakin jika kereta ini adalah kereta yang sama yang digunakan untuk mengantar barang-barangnya, maka kereta itu pasti harus melakukan dua atau tiga kali perjalanan bolak-balik untuk mengantar seluruh koleksi buku dan perlengkapannya.

Sepanjang perjalanan menuju Morbos, Darien berusaha untuk mengingat kembali apa yang diketahuinya tentang Vitum. Ada dua desa kecil di Vitum, yang pertama adalah desa nelayan, yang juga menjadi desa pelabuhan tempat kapal Darien melabuh, Pato. Sesuai dengan lokasi geografisnya, masyarakat Pato mencari nafkah dari lautan. Sebagian besar dari mereka adalah nelayan, tentu saja, tapi sisanya menghidupi diri dengan menyediakan jasa transportasi. Menyewakan kapal mereka untuk mengantar penduduk ke pulau utama, atau mengantarkan hasil laut dan bumi pulau Vitum untuk dijual ke Roselan.

Morbos sendiri adalah desa pertanian. Masyarakat Morbos menghidupi diri dengan bercocok tanam, dan mengembalakan hewan. Lokasi desa yang berada di tengah-tengah pulau, berbatasan langsung dengan hutan Samsara, hutan yang luasnya memenuhi separuh pulau. Dari apa yang dibaca Darien, hutan Samsara adalah hutan yang dianggap suci oleh penduduk Vitum, tapi apa yang menarik perhatiannya tentu saja adalah potensi hutan itu dalam menghasilkan tanaman-tanaman obat. Alasan lain yang membuat Darien memilih Vitum sebagai tempat pelariannya.

Tuan tanah Morbos, atau yang bernama Ho'okano Garvi Morbos, adalah penguasa dari seluruh pulau Vitum. Ia awalnya hanyalah seorang pedagang yang cukup sukses di Roselan. Tanpa setetes darah bangsawan pun di tubuhnya, Ho'okano mendapatkan gelar ksatria saat ia secara kebetulan menyelamatkan raja Dontae, kerajaan yang menjadi penguasa hampir separuh benua Arav, saat beliau hampir terjatuh dari kudanya. Sebagai tanda terima kasih, raja pun menghadiahi pulau Vitum, pulau yang menjadi tanah kelahiran Ho'okano, padanya dan memberinya kuasa atas pulau itu. Sesuatu yang sempat menjadi sensasi yang menghebohkan di Roselan beberapa tahun yang lalu.

The Healer [Canceled Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang