Maafkan daku karena lagi-lagi gak apdet selama sebulan penuh, tapi ngurus urusan administrasi di kedokteran itu bener-bener terlalu deh ... Sorry ya.
Berita bagusnya, saya kayanya bakal gak ada alasan lagi sih untuk telat apdet habis ini, jadi mudah-mudahan The Healer bisa apdet teratur sampai tamat ntar (kurang lebih 7-12 chapter lagi).
Tanpa ngabisin lebih banyak waktu, silahkan langsung baca ceritanya!!!
===
Darien mencoba mengingat kembali kapan ia terakhir bertemu dengan adiknya. Satu tahun lalu. Adiknya adalah salah satu dari dua orang yang menyegel kekuatannya, karena itu dia juga diutus setiap tahun untuk memeriksa keadaan segelnya. Pria itu delapan tahun lebih muda darinya, tapi ia memiliki bakat yang cukup besar. Dengan kekuatan penuhnya sekalipun, Darien tak dapat mengatakan kalau ia dapat mengalahkan adiknya dengan mudah, tapi dengan sebagian besar kekuatannya terkunci, ia harus mencari jalan lain jika ia tak ingin diseret secara paksa menuju medan perang. Anggota Maximus lain tak akan ada yang mau menolongnya, tapi ia kini mengenal hutan Samsara. Ia akan menggunakan hutan itu untuk menolongnya.
"Kau mengejutkanku, Kakanda. Kukira kau akan melarikan diri, tapi kau justru memberiku pesan untuk menemuimu di sini." Othniel berseru seraya melompat turun dari kudanya dan berjalan perlahan mendekati tempat Darien duduk di teras belakang pondoknya. Adiknya tampak sama sekali tak terkesan dengan pondok kecilnya, tapi Darien juga tahu, kalau adiknya bukanlah seseorang yang mudah untuk dibuat terkesan.
Pria itu tidak tampak terlalu berbeda dengan yang terakhir kali diingat Darien. Othniel memiliki rambut coklat yang sama dengan Darien, sekalipun Darien memiliki rambut ikal yang diwarisinya dari Ibunya, sementara Othniel memiliki rambut lurus yang diwarisinya dari ayah mereka. Secara fisik, setiap orang yang melihat mereka tak akan menyangkal kalau mereka memang adalah kakak dan adik. Sama seperti wajahnya, Othniel juga mewarisi bentuk rahang tegas dengan dagu tumpul. Darien mewarisi hidung ibunya yang tak terlalu mancung, tapi juga tak dapat dikatakan pesek, sementara Othniel mewarisi hidung elang ayah mereka. Mereka berdua, sekalipun begitu, sama-sama mewarisi mata dari ibu mereka. Mata hijau gelap yang tampak sayu. Sama seperti seluruh anggota keluarga Plouton, Othniel mengenakan jubah yang sama dengannya. Jubah pelindung yang ditenun khusus untuk seluruh anggota keluarganya.
"Adinda, kau tak berubah. Apa sejak terakhir kita bertemu kau masih tetap belum menemukan pasanganmu?" tanya Darien sekedar berbasa-basi.
Othniel mengangkat tangan kirinya dan menunjukkan sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. "Kita menghadapi perang, Kakanda. Ayah tak dapat membiarkanku melajang terlalu lama."
Darien mengangkat salah satu alisnya dengan terkesan. "Kapan pernikahannya?"
"Satu minggu lagi. Kau harusnya dapat undangan, tapi kau sendiri tahu kalau kau tak mudah untuk ditemukan."
Darien tertawa. "Kau tahu aku tak akan datang, kan?"
"Aku tentu saja mengharapkan kedatanganmu, tapi yah, jika aku menjadi dirimu, mungkin aku juga tidak akan datang. Pernikahanku, bagaimanapun juga, akan dihadiri banyak sekali anggota keluarga kerajaan. Kau tak akan mereka biarkan kembali ke persembunyianmu jika kau datang."
Darien bersiul takjub. "Kalu boleh kutahu, siapa yang akan menjadi wanita tak beruntung itu?"
Othniel menghela napas panjang. "Sama seperti dirimu, aku harus menikahi salah satu putri dari keluarga besar Caelan. Egbert memang tak punya anak wanita, tapi adik bungsunya punya, dan aku akhirnya ditunangkan dengan Orlina Caelan."
Darien mengerutkan dahi. "Orlina tahun ini berumur lima belas tahun," serunya setengah tak percaya.
Othniel mengangkat bahu. "Lima belas tahun atau tidak, dia cukup tua untuk punya anak, dan karena kau menolak untuk menjadi pewaris darah bangsawan kita, maka aku yang mendapat tugas untuk menghamili anak lima belas tahun. Jika aku harus memikirkannya, posisiku tidak terlalu jelek, lagipula Orlina tidak jelek."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Healer [Canceled Series]
FantasiaDarien Otoniel Plouton adalah seorang tabib. Muak dengan kehidupannya di kota besar, Darien membereskan seluruh perlengkapannya dan memutuskan untuk menerima panggilan dari Morbos, desa terpencil yang terletak di pulau Vitum. Pulau yang bahkan kebe...