Jinyoung - I'm Disappointed..

352 48 12
                                    


Langkah kaki Jinyoung membawanya kembali ke rumah, setelah mengisi perut yang kosong di sebuah restoran bernama Yong Su San restoran. Jinyoung berjalan dengan menyampirkan jasnya ke lengan tangan dan salah satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Sesampainya di depan rumah, dia mendapati ayahnya sedang bersama seorang wanita. Ayahnya terlihat seperti biasanya, menggoda dan bersikap genit kepada wanita itu. Jinyoung yang mulai terbiasa dengan sikap ayahnya memutuskan untuk masuk ke kamar dan menganggap bahwa ayahnya tidak ada di sana.

 Jinyoung yang mulai terbiasa dengan sikap ayahnya memutuskan untuk masuk ke kamar dan menganggap bahwa ayahnya tidak ada di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jinyoung menutup pintu kamar dan menguncinya. Dia bergegas mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah. Lalu, diambilnya buku All She Was Worth karya Miyabe Miyuki dan duduk di atas tempat tidur sambil membacanya. Tak lama dia membaca, rasa bosannya mulai muncul. Bersamaan dengan kebosanannya, tiba-tiba ponselnya berdering menandakan panggilan masuk dari salah satu gadis yang ada di daftar kontak ponsel. Tanpa berpikir panjang, Jinyoung langsung menolak panggilan masuknya. Kemudian, dia memutuskan untuk lanjut membaca isi buku tersebut.

"Ah, kau selalu saja begitu," ujar wanita tersebut dengan sedikit tawa diujung kalimatnya.

"Aku berkata jujur. Kau memang gadis tercantik yang pernah kutemui. Kau bahkan lebih indah dari sesuatu yang bernama nostalgia."

Mendengar hal tersebut membuat Jinyoung semakin penat. Dia langsung menutup bukunya dengan keras dan melemparnya ke atas meja di sebelah tempat tidur. Dia melirik ponsel dan akhirnya berkeinginan untuk menghubungi gadis itu lagi.

"Oh, Jinyoung-ssi."

"Sepertinya aku merindukanmu. Apa kau tidak merasa begitu?" goda Jinyoung dengan tertawa kecil.

"Tentu saja aku merindukanmu. Apa yang membuatmu merasa merindukanku?" tanya gadis itu.

Jinyoung hanya memutar bola matanya dan mengigit ujung bibir bawahnya. "Karena... mungkin aku mencintaimu. Lalu, maukah kau berkencan denganku?"

Setelah mengucapkannya, Jinyoung tidak mendengar suara apapun di ujung sana. "Apa kau tidak mempercayaiku?" tambahnya.

"Kita baru saja saling kenal, dan kau sudah menyatakan cinta padaku. Bagaimana bisa?"

"Bagaimana jika aku percaya dengan cinta pada pandangan pertama?" tanya Jinyoung seraya tersenyum manis.

Jinyoung selalu seperti itu kepada kebanyakan gadis yang dia temui. Wajah tampan dan sikap romantis membuat para gadis begitu cepat terpesona olehnya. Hal seperti itu disebabkan oleh kebiasaan ayahnya yang suka membawa wanita yang berbeda ke rumah. Tanpa Jinyoung sadari dia mulai meniru kebiasaan ayahnya. Dibalik ayah Jinyoung yang suka bergonta-ganti wanita dan mempermainkannya, ada satu alasan mengapa ayahnya bersikap demikian.

-Flashback-

Saat itu ayah Jinyoung merasa dikhianati oleh ibunya, lantaran ibunya mengencani pria lain dibelakang ayahnya. Jinyoung yang begitu dekat dengan ibunya, selama ini tidak mengetahui bahwa ibunya telah mengkhianati janji suci pernikahan. Ibunya selalu membawakan makanan, hadiah-hadiah kecil, dan barang-barang unik lainnya selepas pulang dari dia bekerja sebagai seorang sekretaris di salah satu hotel di Seoul. Semua yang dilakukan ibunya itu, tidak membuat Jinyoung maupun ayahnya menyadari apa yang berada dibalik sikap ramah Ibunya.

Hari ini tepat hari jadi pernikahan orangtua Jinyoung yang ke-20 tahun, Ayah Jinyoung berencana meminta bantuan anaknya untuk memberikan kejutan kepada ibunya yang sedang berada di kantor. Hal itu dilakukan ayah Jinyoung karena ibunya tidak dapat pulang ke rumah dengan cepat. Ayah Jinyoung juga telah menyiapkan kue tart, buket bunga mawar merah, dan membuat reservasi di salah satu restoran favorit mereka di Seoul.

Tepat pada pukul sepuluh malam, Jinyoung dan ayahnya telah tiba di hotel tempat ibu Jinyoung bekerja.

"Apakah Anda mencari istri Anda?" tanya wanita resepsionis hotel tersebut.

"Anda benar sekali. Bisakah saya menemuinya?"

"Tentu saja. Dia sedang berada di ruang direktur, tepat di lantai tiga."

"Baiklah, terimakasih atas bantuannya."

Jinyoung dan ayahnya bergegas menuju ruang direktur di hotel itu. Dengan perasaan tidak sabar, Jinyoung terus mengembangkan senyumnya dengan kue tart ditangannya. Begitu juga dengan ayah Jinyoung, dia terus menatap buket mawar merah yang dibawanya.

Tak jauh dari pintu ruang direktur, Jinyoung dan ayahnya dikejutkan dengan kedatangan ibunya dari dalam ruangan yang menggandeng mesra direkturnya. Sambil tertawa dengan tersipu, ibunya terus memandangi wajah direktur itu, dan tanpa menyadari bahwa Jinyoung dan suaminya berada tak jauh darinya.

"Eomma.." gumam Jinyoung yang melongo memandangi perlakuan ibunya. Kemudian, Jinyoung menjatuhkan kue tart dari tangannya.

Ayahnya dengan geram seketika itu juga menjatuhkan buket mawar merah ke atas lantai lalu menghampiri istrinya dan direktur tersebut. Tanpa pikir panjang, kepalan tangan ayahnya melayang begitu saja tepat ke wajah direktur.

"Ya! Apa yang kau lakukan?!" bentak istrinya sambil mencoba melerai dan menolong direktur yang tersungkur di atas lantai.

"Apa kau sudah gila?!" gertak ayah Jinyoung seraya menarik paksa tangan istrinya menjauh dari direktur, dan membawanya pergi.

Sesampainya di rumah, Jinyoung diminta ayahnya untuk beristirahat di kamar, karena mengingat Jinyoung akan melakukan ujian keesokan harinya. Sementara itu, ayahnya mendudukkan ibunya di ruang keluarga yang tidak jauh dengan kamar Jinyoung. Jinyoung menuruti permintaan ayahnya dengan tidak sedikitpun membantah untuk kali pertama itu. Dia berjalan menuju kamarnya dengan langkah kaki yang lambat dan wajah yang tertunduk.

Jinyoung menutup pintu kamarnya perlahan dan menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidur.

"Kenapa kau memukulnya?!" bentak ibunya dengan tangisan parau.

"Apa kau tidak memikirkan perasaan Jinyoung, perasaanku, dan perasaanmu sendiri?!"

Ibunya hanya terdiam, namun terdengar suara tangisan di bibirnya.

"Apa kau mencintainya?" tanya ayah Jinyoung tanpa menatap sedikitpun wajah ibunya. Dia pun menghela napas panjang.

"Ya. Aku mencintainya."

"Jadi, selama kita menikah dua puluh tahun ini, sudah berapa banyak pria yang kau cintai?"

"Menurutmu aku ini wanita macam apa?!" gertak ibunya seraya menampar pipi ayahnya begitu keras. Sampai-sampai Jinyoung mendengarnya.

"Lalu menurutmu kau wanita yang seperti apa, jika bukan wanita murahan. Kau telah memiliki seorang anak laki-laki yang begitu mencintaimu daripada aku. Apa itu belum cukup untukmu?" ujar ayahnya seraya melirik wajah ibunya yang mulai sembab. "Setiap kali kau pergi bekerja, Jinyoung seringkali membahas dirimu dan membanggakanmu di depanku. Suatu kali aku merasa cemburu, karena dia begitu dekat denganmu, tapi kurasa itu adalah hal baik untuk hubungan seorang anak dan ibu. Apa kau tidak merasakan seperti itu?"

Jinyoung yang mendengar semua ucapan ayahnya pun mulai menangis dari balik pintu kamar sambil memeluk tubuhnya. Dia bahkan menggumamkan 'Eomma.. Appa..' berulang kali.

-Flashback End-  


****

All About Us [Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang