Chapter 2 - Nera (Part 1)

422 50 26
                                    

Chapter 2 : Nera

Part 1

Senyuman Sebuah Kebebasan

=============================

Selang waktu berganti

Aku tak tahu engkau dimana

Tapi aku mencoba untuk setia

~ ~ ~ ~ ~

Lilin-lilin berpendar indah. Aroma bunga mawar menguar memenuhi ruangan. Alunan musik Jazz terdengar merdu. Bulan purnama yang menggantung sempurna di angkasa menambah keromantisan malam itu. Aku masih ingat, bagaimana satu persatu orang yang kukenal mulai memenuhi restoran yang terletak di rooftop. Lalu, Terra dengan gagahnya menyeruak dengan buket bunga super besar di tangan. Di depanku dia mengeluarkan sebuah cincin dari sakunya. Aku terkaget dan menangis haru. Malam itu aku resmi dilamar dan saat itu aku berpikir tak ada alasan untukku menolaknya.

Sampai satu hari di bulan Januari. Tiga bulan sebelum pernikahan kami benar-benar terlaksana. Aku menentukan pilihanku. Aku memilih meninggalkan dia dan semua rencana pernikahan kami. Aku benar-benar menghentikan segala persiapan pernikahan yang kurancang persis seperti impianku.

"Kenapa?" Semua orang mempertanyakan itu termasuk Rekha, sahabatku.

"Aku gak siap untuk hidup bersama dia, Kha."

"Gak siap, katamu? Selama enam tahun ini kalian sudah bersama, Ner. Apa bedanya?"

"Banyak, Kha! Banyak! Aku harus mengutamakan keluargaku nantinya. Padahal kantor mengharuskan aku sedia ditempatkan di mana saja. Kamu tahu persis, karirku sedang berada di puncak. Lagi pula, kami sama-sama penggila kerja, akan jadi apa rumah tangga kami nanti? Aku pasti bukan istri yang baik, Kha."

"Dia gila kerja?" Rekha menggeleng. "Segilanya dia mencintai usaha kopinya itu, kamu selalu jadi prioritasnya, Ner. Ini pasti hanya ketakutanmu semata, Ner. Berpikir jernihlah, ini pasti hanya pengaruh stres menjelang pernikahanmu. Kau akan kehilangan dia untuk selamanya, Ner!"

"Keputusanku sudah bulat, Kha. Aku akan membatalkan segalanya."

"Kamu akan menyesal nantinya, Ner. Percayalah. Laki-laki sebaik dia, yang tulus mencintai kamu tak ada habisnya, tak akan mudah kamu dapatkan, Ner."

Aku diam. Aku tahu itu, sangat mengetahuinya. Cintanya untukku memang tak pernah kuragukan. Cintaku untuknya yang patut dipertanyakan. Rasanya, cintaku tak pernah sama besarnya dengan dia. Rasanya, cintaku untuknya tak pernah cukup membalas apa yang telah dia lakukan untukku. Itu yang membuatku memilih menyerah, karena mungkin di luar sana ada yang mampu membalas cintanya sama besar, tapi bukan aku. Lagi pula, aku bersamanya selama enam tahun ini bukan karena aku benar-benar takut kehilangannya. Namun, aku merasa, bersamanya hanya suatu keharusan bagiku. Setidaknya, itu yang bisa kulakukan untuk membalas cintanya yang terlalu besar untukku.

Cintanya yang sangat besar itu membebaniku. Aku takut dia tak sama bahagianya denganku. Aku takut dia tak merasakan cintaku untuknya. Dia memberikan apa pun untukku tetapi aku tak mampu memberikan satu pun untuknya. Kurasa, dengan melepasnya pergi adalah satu keputusan yang benar. Aku juga masih ingin menikmati setiap detik masa mudaku dengan caraku sendiri. Bukan dengan dia yang selalu mengatur ini itu karena takut aku terluka atau ketakutannya aku akan tak setia.

"Maaf...," hanya kata itu yang bisa kuucapkan. Murka keluarganya, kemarahan keluargaku, malunya mereka jelas kuprediksi. Orang tua mana yang tidak murka? Anaknya kutinggalkan setelah kuberi harapan. Keluarganya kupermalukan karena membatalkan pernikahan yang telah banyak diketahui orang. Belum lagi rugi materi yang harus mereka tanggung. Orang tua mana yang tidak marah dan malu? Anak gadisnya bertingkah seperti bajingan dengan meninggalkan kekasih yang telah menjaganya selama ini. Kekasih yang melakukan apa pun untuk anak mereka hingga melamarnya sebegitu mewah dan membuat semua orang bergidik sirik menginginkannya.

SETIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang