Chapter 2 : Nera
Part 2
Sejumput Kenangan Membawa Sesal
==================
Aku dan Terra bertemu di tempat bimbingan belajar yang sama. Saat itu, aku dan dia sama-sama pejuang SMA yang ingin berkuliah di perguruan tinggi ternama. Layaknya anak SMA kebanyakan, belajar hingga malam adalah hal yang paling membosankan. Kelas bimbinganku yang serius berubah jika Terra mulai melakukan aksi jahilnya. Kelas menjadi tak kondusif tapi menyenangkan jiwa. Aku selalu menjadi objek candaannya juga contekannya. Sejak itu pula kami menjadi dekat. Terra menjadi godaan terbesar untukku, karena rayuan mautnya sering menjerumuskanku pada perilaku bolos les.
Meski sekolah kami berbeda, tetapi letaknya tak terlalu jauh sehingga Terra sering kali membuat kejutan dengan kehadirannya di sekolah untuk menjemputku. Dia akan mengajakku makan siang kemudian keliling kota dan hadir di bimbel saat jam pelajaran ke dua sudah di mulai. Untuk menembus dosa tidak masuk pada mata pelajaran pertama, kami mengambil jam diskusi sampai malam. Lalu, Terra akan mengantarku pulang. Setiap hari sabtu dia bertandang ke rumahku dengan setumpuk buku persiapan UN dan ujian masuk perguruan tinggi. Tentu saja, semua itu membuat gosip tentang kami beredar luas. Tidak hanya di tempat bimbingan belajar tetapi juga di sekolahku dan sekolahnya. Terra hanya tertawa setiap aku mengeluh tentang gossip itu. Tawa yang selalu menjadi favoritku ... mungkin hingga kini.
Terra sewaktu SMA dan sekarang bagi kebanyakan orang tak banyak berubah. Namun, bagiku dia berubah jauh. Terra yang membuatku nyaman adalah Terra yang dulu. Terra yang bisa menikmati hidup di tengah ambisinya. Terra yang santai dan memperlakukanku seadanya tetapi selalu terasa istimewa. Bukan Terra yang terlalu serius jika aku pura-pura marah dengannya. Bukan Terra yang berlebihan mengatakan cintanya dan paranoid, terlalu takut akan kehilangan aku.
Sudah sering kukatakan padanya, tangkai mawar yang kau gengam erat hanya akan melukai telapak tanganmu. Lepaskan dia, tanam dan sirami saja. Niscaya, kau akan memiliki kebun indah penuh mawar. Terra tak mau mengerti.
Bukan aku tak bersyukur, memiliki Terra yang sangat mencintaiku. Melainkan, rasa nyaman itu tak mudah di definisikan dengan kata-kata. Rasa nyaman bukan hanya timbul karena cinta, menurutku. Menjadi istimewa bukan hanya masalah posisi pertama. Sudah rahasia umum, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Sejak lama, aku menginginkan Terra yang dulu. Sejak itu pula, ada yang menghambarkan rasaku untuknya.
Aku menyeka air mata di pipi. Aku baru menyadari bahwa aku telah menghabiskan waktu bertahun-tahun bersamanya, membuat kini hidup tanpa dia terasa lebih sulit. Ternyata, sekeras apa pun aku mengelak, hati tak pernah bisa berbohong. Aku tetap merindukan Terra entah itu Terra yang dulu atau pun Terra yang kutinggalkan.
~ ~ ~ ~
Tiga bulan sudah terlewat. Rindu itu semakin tajam menusuk hingga ke dasar sanubari. Aku mulai merasa hampa. Hidupku mulai terasa kosong. Pesan selamat pagi, ucapan selamat tidur darinya kunanti lagi. Perlahan aku menyadari, bahwa sesal kian menghantui. Sementara Rekha hanya tertawa sinis ketika mengetahuinya. Dia berkata bahwa ini hukumanku dan aku harus menanggungnya. Aku mengangguk setuju.
Sejak penyesalan itu menyelimuti, aku mulai berubah. Tangis menjadi temanku. Sambil meringkuk di balik selimut, air mata semakin manambah dinginnya malam. Berharap akan kehadirannya, belaiannya, bisikan kata cinta darinya. Hati ini semakin tak berbentuk ketika api cemburu melahap tak kenal ampun. Saat ini dia telah berdua. Wanita itu berhasil menariknya bangkit. Dia telah keluar dari lembah keterpurukan. Sementara aku baru saja terjerembab jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
SETIA
Short StoryMereka terjebak dalam satu kontinum cinta Dengan tiga sudut pandang yang berbeda Dengan tiga cerita yang berbeda Dengan alasan yang berbeda pula Pada satu waktu, ada sebuah kisah yang berakhir tetapi sesungguhnya sebuah cerita baru menunggu Apabila...