sinα

14.2K 1K 211
                                    

I actually write, someone please give me applause.

"Cie yang mau ke rumah calon mertuaku, hati-hati ya." Goda Karen sambil menarik turunkan alisnya, membuatku mendengus ke arahnya.

"Apaan sih, cuma les doang juga."

"Ahhh gitu aja ngambek, aku kan cuma bercanda. Yaudah salam buat Luke ya, bye!" Aku dan Karen pun berpisah di depan gerbang sekolah. Dia naik mobil jemputannya, sedangkan aku menunggu angkot.

Karen, termasuk salah satu orang yang tergila-gila sama Luke. Benar salah satu, karena aku yakin separuh populasi perempuan (dan mungkin beberapa laki-laki) di sekolahku mengidolakannya.

Dia memang tipe remaja popular. Multitalenta, ganteng, dan pintar. Oleh karena itu tidak heran bagiku ketika Karen membuat lelucon tentang calon mertua itu, aku pun pernah menjadi salah satu dari mereka. Dulu sekali, saat aku masih SMP.

Aku tekankan sekali lagi, pernah.

Waktu itu aku kebetulan sekelas sama dia. Dia orangnya baik, ganteng, dan pintar. Tidak heran banyak yang suka. Dulu dia selalu duduk di belakangku dan selalu memainkan rambutku. Siapa sih yang tidak senang diperlakukan lebih? Aku pikir dia melakukan hal-hal itu karena dia menyukaiku sampai suatu saat aku melakukan hal bodoh.

Menulis surat cinta.

Itu adalah hal paling bodoh yang pernah aku lakukan dalam hidupku di dunia ini. Aku menulis selembar surat cinta dan menyelipkan di buku matematikanya saat jam istirahat.

Lalu yang terjadi berikutnya adalah bencana.

Setelah istirahat jam pelajaran berikutnya adalah matematika, akan tetapi gurunya tidak bisa hadir karena ada suatu urusan jadi kita diberikan tugas mengerjakan soal.

"Asik dapet surat." Ucap Luke yang terdengar olehku. Aku gugup sekali saat itu, aku bahkan tidak benar-benar mengerjakan soal karena menunggu reaksi dari Luke.

Tapi kenyataannya Luke maju ke depan kelas dan membaca surat itu.

Dia membacanya dengan keras.

Dia bahkan membaca bagian akhir surat itu yang bertuliskan Salam sayang, Nicole.

Aku tidak merasa malu ketika teman-teman di kelas menertawakanku, tapi aku merasakan suatu kepedihan setiap kali aku melihat Luke tidak seperti yang aku pikirkan selama ini. Aku tidak sedih. Aku tersinggung karena dia tidak menghargai perasaanku.

Sejak saat itulah aku membenci Luke.

Dan juga membenci matematika. (Selain karena saat itu sedang pelajaran matematika, juga karena ibu Luke mengajar matematika di SMA).

Ketika aku tahu bahwa aku dan Luke bersekolah di SMA yang sama, aku sempat memohon kepada ibuku untuk pindah sekolah. (Setelah dipikir-pikir itu adalah hal paling kekanak-kanakan dan sangat tidak dewasa:-)).

Jadi aku memutuskan untuk melanjutkan hidup dan menganggap Luke tidak pernah ada.

Tak lama, aku sampai ke rumah Bu Liz. Aku mengetuk pintu dan tebak siapa yang membuka.

Luke.

Ingin rasanya berkata kasar dalam bahasa Sansekerta.

Aku pasti melamun cukup lama hingga suara Luke membuyarkan lamunanku.

"Ada apa ya?"

"Ya?"

"Ada perlu apa ya?" Tanya dia sekali lagi dengan tidak sabaran.

"Les matematika."

Bu Liz memang terkenal sering memberikan les tambahan kepada murid-murid yang nilainya kurang. Jadi mungkin sudah tidak aneh lagi bagi Luke melihat berbagai murid di sekolah datang ke rumahnya.

"Oh." Katanya singkat dan mempersilahkanku masuk.

Ruang tamunya tertata rapi, berbeda sekali dengan ruang tamuku. Aku langsung teringat, dulu aku pernah memimpikan berkunjung ke rumahnya sebagai pacar. Entah kenapa kini hatiku terasa sesak.

Ekhm Nicole, ingat komitmen kamu.

"Kenapa?" Tanya Luke tiba-tiba dari belakang membuatku terlonjak kaget.

"Kenapa apa?"

"Kenapa kamu ikut les?" Tanyanya lagi.

"Menurut kamu?" Aku balas dengan nada retorik.

Dia mengangkat bahunya, "Bukannya kamu dulu pintar matematika ya?"

Aku menatapnya bingung.

"Dulu waktu SMP."

***

Anyway, menurut kalian gimana ceritanya? hehehe jangan lupa vomment yaaa yang banyak juga gapapa

I'm so happy when people actually votes on this story.

love ya!

Les Matematika | l.h.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang