Dua

1.6K 154 51
                                    


2. Awal dari Segalanya

Tidak hanya murid lama saja yang memekik senang saat mendengar bunyi bel pertanda istirahat berdering di penjuru sekolah, Alona bahkan merasakan hal yang sama. Entah kenapa, guru yang mengajar saat ini memuakkan dirinya. Cara mengajar yang datar dan tidak ada sesuatu yang menarik, ia benci itu.

Setelah guru sejarah keluar dari kelas, beberapa murid pun ikutan berdiri untuk meninggalkan tempat ini, untuk ke kantin atau tempat lain.

"Eh lo, siapa tadi namanya?" seorang perempuan dengan rambut yang dikuncir ke samping sudah berdiri di sisi meja Alona, bahkan Alona sendiri tidak menyadarinya, "Alona ya? Mau ke kantin nggak?" sambung orang itu.

Alona menoleh ke arah Aliya, berniat mengajak teman sebangkunya untuk ikut ke kantin, namun, Aliya justru terlihat membuang muka ke arah ponsel di tangannya. Alona menghela nafas, lalu mengembalikan pandangan ke arah perempuan di sisi mejanya, "Duluan aja."

Perempuan itu hanya mengangkat satu alisnya sebelum meninggalkan Alona dan Aliya bersama dengan kedua teman perempuan itu.

Alona mengernyit, merasa ada sesuatu yang ganjal. Pertama, mengapa tadinya hanya Aliya saja yang duduk bersama dengan seorang murid laki-laki, dan yang kedua, mengapa Aliya seakan tak dianggap oleh perempuan tadi.

Alona berdeham, ingin mengajak Aliya ke kantin bersamanya, "A--"

"Nggak ke kantin?" lagi-lagi Alona menoleh, menatap sosok laki-laki yang entah sejak kapan sudah menumpukan kedua telapak tangannya di atas meja Alona.

"Iya, ini mau ke kantin,"

Orang itu membulatkan mulutnya, lalu kembali tersenyum miring. "Ya udah, gue duluan ya," laki-laki itu menyentuh dagu Alona singkat sebelum berteriak mengajak gerombolannya --yang habis meneriaki perbuatannya terhadap Alona-- untuk keluar dari kelas.

Alona menggeleng malas, laki-laki yang menempati tempat duduk di belakangnya itu sangat mengganggu. Mungkin masa kelas 10nya tidak akan setenang yang ia pikirkan.

"Aliya," akhirnya, setelah sekian cobaan yang menghalanginya untuk berbicara pada Aliya, kini ia dapat memanggil perempuan itu.

Aliya menoleh, "Iya?"

"Ke kantin yuk,"

Seulas senyum Aliya mengembang, ia lalu mengangguk antusias dan langsung berdiri dari kursi. Bahkan saat ini ia terlihat lebih semangat dari Alona.

***

[Nael POV]

Sekarang, gue dan teman-teman gue lagi duduk di salah satu bagian kantin yang letaknya terpojok dan terpencil.

"Rokok dong rokok,"

Erik melempar bungkusan kecil yang gue minta, tanpa menunggu lebih lama lagi, gue segera membukanya dan mengeluarkan apa yang ada di dalam bungkusan itu.

Keadaan kantin yang gue lihat dari tempat ini cukup ramai, ditambah lagi, sekarang adalah jam istirahat pertama. Sudah pasti semua murid berlomba-lomba memenuhi kebutuhan perut mereka secepat mungkin, hingga akhirnya bola mata gue terpaku pada kedua perempuan yang berjalan bersisian menuju kantin.

Salah satu dari mereka terlihat sedang melempar pandangan ke kanan dan ke kiri untuk mencari tempat kosong, sudut bibir gue terangkat.

"Demi bulu dada Pak Yusman yang setebal hutan rimba, itu siapa anjing?!" suara Arkan membuat semua manusia di tempat ini menoleh.

"Wiih, pendek banget roknya, kasihin kipas yuk biar ke angkat," sambung Tora yang langsung mendapat lemparan botol air mineral dari Erik.

"Itu anak baru di kelas gue," jawab Ferry mendahului siapapun.

Sister's Boyfriend ( REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang