Duapuluhdua

467 41 16
                                    


22. Ketahuan

"Alona!"

Yang namanya dipanggil terus saja berjalan, seolah tidak ada sesuatu yang menahan dirinya. Sedangkan orang yang melangkah di sisi Alona lah yang beberapa kali sudah menoleh secara berulang ke arah belakang, melihat kegigihan Nael untuk berbicara pada temannya itu.

Kini Nael sudah berhasil memegang tangan Alona, yang akhirnya membuat perempuan itu menghela napas malas sembari membalas tatapan yang laki-laki. "Kenapa lagi sih, El?"

"Tadi lo bilang, pulang sekolah mau ngomong sama gue?" Nael mulai melepaskan pegangannya dari Alona, tak ingin membuat perempuan itu risih. "Kenapa malah mau pulang duluan?"

"Ya, kan tadi udah ngomong."

"Belom."

"Udah!"

"Kapan?!"

"Gue duluan deh ya," Aliya menyela.

"Iya." , "Enggak!" Nael dan Alona menjawab bersamaan, kemudian mereka kembali menatap satu sama lain dengan sorot yang tak bisa diartikan. Aliya mendengus melihat kelakuan kedua orang itu. Ia serasa sedang menonton drama Korea tepat di depan wajahnya.

"Kalian ngobrol dulu aja," Aliya menengahi. "Gue tunggu lo di depan meja piket ya, Al."

"Aliya!" Dan panggilan Alona tidak diindahkan sama sekali oleh perempuan bertas merah muda itu. Yang mana justru membuat Nael tersenyum kecil menahan rasa senang.

Entah untuk yang keberapa kalinya, Alona menghembuskan napas dengan berat dalam hari ini. "Mau ngomong apa lagi sih?"

Nael tidak langsung menjawab. Ia memilih untuk menunduk dan melihat ke arah lantai, sampai ia menyadari bahwa salah satu tali sepatunya terlepas. Sejak kapan Nael melepasnya? Ia lupa betul.

"El!" Suara Alona kembali terdengar, membuat laki-laki itu mendonggak dan menemukan sorot kesal dari pandangan Alona padanya.

"Lo marah sama gue, Al?"

"Astaga," tangan Alona terangkat naik untuk mengusap wajahnya. "Lo kenapa sih? Sebegitu pentingnya apa obrolan ini?"

"Penting, Alona."

"Apanya?!"

Nael menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Gue nggak mau lo marah sama gue, nggak enak banget rasanya."

"Ya, lo lagian! Ngapain coba sampe ngambil bukunya Pak Evan kayak tadi?! Jelas gue marah lah!"

"Bukan itu, Al,"

"Terus apa lagi? Yassalam,"

"Semalem itu lo kan? Yang gue liat di warung?" Dengan keberanian penuh, Nael akhirnya membahas persoalan yang sangat ingin ia tanyakan sejak kemarin.

Yang perempuan mengerjap sebentar, berusaha untuk terlihat biasa saja, walau sebenarnya ia merasa kesal setengah mati bila diingatkan tentang kejadian semalam. "Ooh, iya itu gue. Emang kenapa?"

"Dia temen gue, Al." Nael menjelaskan tanpa diminta, "Lebih tepatnya, dia itu temennya sodara gue dan dikenalin ke gue sekitar seminggu yang lalu. Dan kemaren gue cuma anter dia pulang doang kok."

Sister's Boyfriend ( REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang