"Aku tidak percaya kau benar-benar kembali ke kota itu, Jesslyn Flair!"
Seruan sahabatnya yang terdengar dari ujung sambungan membuat Jess menghela napas.
"Halo, Kelsey. Bagaimana kabarmu?" balas Jess seraya menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur.
"Aku tidak percaya! Kau berkata hanya pulang untuk sementara dan kau akan kembali ke New York! Namun ... bertunangan? Astaga, Jess, apa yang sudah merasukimu?"
Lagi, Jess menghela napas.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tuntut Kelsey dengan nada lebih lembut. Meski tetap tidak menyembunyikan kegusarannya.
"Aku tidak tahu, Kels...." jawab Jess lirih.
Satu minggu yang lalu, setelah menghadiri wisuda Jess, kedua orangtuanya memaksa agar Jess ikut pulang bersama mereka ke Holy, sebuah kota kecil yang terletak di pinggir South Carolina dan menjadi tempat Jess tumbuh besar. Jess sama sekali tidak menyangka, seorang calon suami sudah menantinya. Calon suami yang dipilihkan oleh ibunya dan sama sekali tidak dikenalnya. Calon suami yang harus dinikahinya demi karir politik ayahnya.
"Aku bersumpah kota itu hanya membawa petaka," desis Kelsey. "Apa tidak ada yang bisa kau lakukan untuk menghentikan pernikahan konyolmu itu?"
Jess memejamkan mata, lalu berkata, "Kau tahu aku tidak bisa melakukan apa pun...."
"Jess—"
"Aku akan bertunangan dalam waktu kurang dari sepuluh jam. Sementara pernikahannya akan diselenggarakan dua bulan lagi. Mungkin sudah menjadi takdirku untuk menghabiskan sisa hidup di ... kota ini. Dan aku tidak akan menarikmu untuk mengikutiku, Kels," potong Jess.
Sungguh, Jess bukan bersikap kejam pada sahabat yang sudah tumbuh bersamanya sejak kecil. Karena pada kenyataannya, Jess justru melakukan sebuah kebaikan. Jess mencegah sahabatnya kembali tersakiti. Dan kota Holy adalah sumber utama dari segala sakit itu.
Bagi Jess dan Kelsey, kota Holy memiliki arti yang benar-benar bertolak belakang dari arti harfiahnya. Meski dengan alasan berbeda, kota Holy adalah mimpi buruk yang menjadi nyata bagi mereka. Jika saja mereka bisa menghapus kota itu dari peradaban, mereka pasti sudah melakukannya sejak dulu.
"Jess, apa yang bisa kulakukan?" tanya Kelsey.
Suaranya terdengar sedih. Jess bisa membayangkan wajah sahabatnya yang selalu ceria itu berubah murung.
"Aku baik-baik saja. Tidak perlu mengkhawatirkanku," jawab Jess. "Lagi pula dengan ini aku bisa membantumu, bukan? Connor—"
"Tidak," sela Kelsey cepat. "Jangan, Jess. Jangan katakan apa pun padanya. Tidak ada seorang pun yang boleh tahu bahwa aku tinggal di New York."
"Tapi Kelsey...."
"Aku hanya harus tahu bahwa adikku baik-baik saja," potong Kelsey lagi. "Jangan katakan apa pun padanya. Aku ... aku hanya ingin tahu kabarnya. Dan selama ia baik-baik saja, itu sudah cukup untukku."
"Aku tahu kau merindukannya," ucap Jess. "Connor pasti datang. Ibuku mengundang ibumu. Aku akan menghubungimu lagi setelah pesta pertunanganku nanti."
"Jess, kau tidak perlu melakukannya," balas Kelsey. "Pertunangan itu.... Kau tidak harus melakukannya. Kau bisa kembali ke New York. Kau bisa meninggalkan mereka."
Jess mengepalkan tangannya, lalu menarik napas dalam-dalam.
"Aku akan menghubungimu nanti," sahut Jess lirih. Setelah itu ia menurunkan ponsel dan menatap nyalang pada langit-langit kamarnya.
Betapa Jess berharap ia bisa melakukan hal-hal yang disarankan oleh sahabatnya tadi. Pergi. Menolak rencana pernikahan konyol ini. Namun sejak awal, Jess tidak memiliki pilihan. Ia tidak bisa melarikan diri ke mana pun.
YOU ARE READING
Lost Soul (Lost #1)
RomanceSinopsis : Jesslyn Flair dan Cameron Alston adalah dua orang berbeda latar belakang yang anehnya sama-sama merasa tersesat. Mereka tidak tahu di mana seharusnya mereka berada, ke mana seharusnya mereka menuju. Tujuan mereka terlalu abu-abu. Dalam...