Cam melangkah keluar dari toko buku dengan helaan napas kecewa.
Gadis bermata kelabunya tidak datang. Sudah dua hari Cam menunggu, namun yang ditunggu tetap tidak muncul. Cam tidak tahu bagaimana harus menghubungi Jess—karena mereka tidak pernah bertukar nomor ponsel—dan mustahil Cam mendatangi rumah Jess.
Mungkin sudah cukup baginya, pikir Cam.
Angin musim panas menerpa kulit Cam. Meski matahari sudah hampir tenggelam, hawa panas masih terasa. Kakinya mulai melangkah menuju mobil yang ia parkir di seberang toko buku. Sebuah sedan tua berwarna merah milik pamannya. Meskipun Cam sudah memiliki uang yang lebih dari cukup untuk membeli mobil baru, ia masih enggan mengganti sedan tua itu. Toh, Cam hanya menggunakannya untuk pergi ke tempat kerja dan apartemen. Hanya dirinya sendiri dan Cam tidak membutuhkan mobil bagus apalagi mewah.
Cam masuk ke dalam mobil, bersamaan dengan ponselnya yang bergetar di saku celana. Dari Hunter, pemilik apartemen tempatnya tinggal sekaligus teman akrabnya selama beberapa tahun terakhir.
"Ya?" ucap Cam.
"Di mana kau?" balas Hunter datar.
Tangan Cam menekan tombol loudspeaker, lalu ia menjalankan mobilnya.
"Aku baru keluar dari toko buku," jawab Cam. "Ada apa? Kau sudah sampai di Paradise?"
Terdengar helaan napas.
"Aku sudah menjadi pelayanmu secara cuma-cuma selama satu jam terakhir."
Cam tertawa.
"Kau terdengar seperti seorang gadis yang sedang mendapat tamu bulanan," sahut Cam. "Aku akan segera—"
Kalimat Cam terputus tatkala matanya melihat sebuah punggung yang berjalan beberapa meter di depannya. Cam mengerjap, merasa sedang berhalusinasi.
"Jess?" gumam Cam.
Tiba-tiba gadis itu berhenti melangkah, membuat Cam secara refleks menghentikan mobilnya. Masih ada jarak beberapa meter di antara mereka, namun Cam bisa melihat dengan jelas bahwa punggung itu mulai bergetar.
Gadis itu menangis.
"Cam? Kau di sana?" tanya Hunter.
Cam meraih ponselnya, lalu berkata, "Tolong gantikan aku sampai aku tiba di sana."
"Apa? Tung—"
Mematikan sambungan, Cam segera membawa mobilnya hingga berada tepat di hadapan gadis itu. Tanpa berpikir dua kali Cam turun dari mobilnya dan berlutut di hadapan gadis berambut cokelat yang sedang menangis.
"Jess?" panggil Cam.
Perlahan, gadis itu mendongakkan wajahnya. Air mata mengalir deras, sementara bibirnya bergetar menahan isak.
"Kau baik-baik saja?" tanya Cam cemas. Matanya meneliti setiap jengkal tubuh Jess. Ketika tidak menemukan luka, Cam mengembuskan napas lega.
Satu tangan Cam terulur untuk menyentuh wajah Jess. Dengan lembut, ia kembali bertanya, "Apa yang terjadi?"
Jess tidak menjawab pertanyaan itu, tetap larut dalam tangis. Cam pun tidak mendesak lebih jauh. Tanpa kata ia meraih tangan Jess dan membawa gadis itu menuju mobilnya. Jess masuk tanpa perlawanan, membiarkan Cam membawanya pergi.
YOU ARE READING
Lost Soul (Lost #1)
RomanceSinopsis : Jesslyn Flair dan Cameron Alston adalah dua orang berbeda latar belakang yang anehnya sama-sama merasa tersesat. Mereka tidak tahu di mana seharusnya mereka berada, ke mana seharusnya mereka menuju. Tujuan mereka terlalu abu-abu. Dalam...