"Aku akan kembali sebelum kau merindukanku," ucap Cam di ambang pintu.
Jess tersenyum.
"Kau terlambat," sahut Jess ringan. "Aku sudah merindukanmu sekarang."
Tertawa, Cam meraih wajah Jess dan mencium bibirnya.
"Hubungi aku jika kau membutuhkan sesuatu," balas Cam.
Mengangguk, Jess melepas kepergian Cam masih dengan senyum di wajahnya.
Hari ini Cam harus menjenguk ibunya. Terlebih setelah kejadian semalam, Cam semakin yakin akan niatnya. Cam bertemu dengan Hunter di pelataran parkir. Sahabatnya itu melemparkan kunci mobil, yang langsung Cam tangkap. Cam memang ingin meminjam mobil Hunter, karena mobilnya sendiri harus masuk ke bengkel.
"Kau benar-benar sudah gila," ucap Hunter. Matanya tidak lepas dari sedan tua milik Cam yang dipenuhi goresan. "Sekalian saja kau buang mobilmu itu."
Cam berdecak.
"Jangan begitu. Aku yakin montir hebatmu bisa memperbaikinya," sahut Cam.
Hunter mengulurkan tangan, meminta kunci mobil milik Cam.
"Tapi aku tidak akan memberimu diskon tambahan." Hunter berkata serius.
Cam hanya tertawa, lalu membalas, "Terima kasih!"
Perjalanan dari apartemen Cam menuju rumah tempat ibunya tinggal memakan waktu hampir satu jam. Cam memarkirkan mobil di seberang jalan, lalu ia membuka pintu belakang mobil Hunter dan meraih bungkusan besar berisi buah juga makanan lain.
Cam menekan bel satu kali, menunggu dengan sabar hingga ibunya membukakan pintu. Cukup lama Cam berdiri, akhirnya suara kunci yang diputar terdengar. Pintu terbuka, menampilkan sosok Angeline Alston dengan mata cokelatnya yang seakan kehilangan cahaya.
"Selamat pagi, Ibu," ucap Cam seraya melangkah masuk.
Seperti biasa, Angeline tidak membalas sapaan Cam dan kembali menuju meja tempatnya meletakkan rajutan. Ia kembali bekerja, membiarkan Cam mengisi kulkasnya, juga mengurus sampahnya.
"Ibu, kenapa semua buah ini kau biarkan busuk? Apa yang sebenarnya kau makan?" tanya Cam.
Lagi, Angeline tidak menjawab.
Cam mengembuskan napas. Ibunya memang seperti itu. Paman Allen berkata ibunya merasa tertekan karena segala tuduhan yang mengarah padanya. Karena sungguh, tidak ada hukuman lain yang lebih berat selain dikucilkan oleh masyarakat. Cam berusaha memahaminya. Dan seiring berjalannya waktu, pengabaian yang dilakukan ibunya itu tidak lagi menyakitkan. Cam menerimanya dan tetap mengurus ibunya tanpa mengeluh.
Setidaknya hanya itu yang mampu Cam lakukan setelah membuat hidup ibunya berubah menjadi neraka.
Cam tidak berniat mencari tahu siapa ayahnya. Ia tidak peduli. Toh ia sudah memiliki segalanya lebih dari cukup. Hidupnya baik-baik saja meski tanpa seorang ayah. Cam hanya berharap ibunya akan mulai belajar untuk menerima kenyataan. Ibunya akan kembali berusaha untuk keluar dari sangkar yang selama ini mengurungnya.
"Ibu, ada sesuatu yang harus kukatakan padamu," ucap Cam. Perlahan, ia duduk di kursi yang berada tepat di seberang ibunya.
Angeline tidak mendongak, tetap sibuk dengan rajutannya.
Cam melanjutkan, "Aku menjalin hubungan dengan seorang gadis. Aku tidak tahu bagaimana, tapi aku ... mencintainya."
Tangan Angeline berhenti bergerak, meski kepalanya tetap menunduk.
"Aku akan menikahinya, Ibu."
Pengakuan Cam mengambang di udara. Angeline membeku, sementara Cam menunggu. Entah berapa lama waktu berlalu, Angeline akhirnya mendongak. Ia menatap anak laki-lakinya dengan mata gelap yang tidak bisa diartikan binarnya.
"Siapa?"
Hanya satu kata. Lirih. Hampir tidak dimengerti, namun sudah lebih dari cukup untuk Cam. Kedua matanya melebar. Ada senyum yang perlahan mengisi wajahnya.
"Jesslyn Flair," jawab Cam. "Aku satu sekolah dengannya dulu. Dia adalah gadis bermata kelabu yang selalu memberiku apel setelah jam makan siang. Dia kembali dari New York beberapa bulan yang lalu dan...."
Cam sangat bersemangat. Ia hampir mengatakan segalanya pada Angeline ketika secara tiba-tiba sebuah tawa membelah kalimatnya.
Angeline tertawa. Begitu histeris hingga terlihat seperti menangis.
"Ibu?" panggil Cam bingung.
Kepala Angeline menggeleng. Tawanya masih tidak surut. Beberapa saat kemudian, Angeline menatap Cam. Ada ekspresi prihatin bercampur geli di wajahnya. Ekspresi yang tidak pernah Cam lihat seumur hidupnya.
"Cameron Alston," ucap Angeline dengan intonasi jelas. "Kau berniat menikahi adikmu?"
***
Apa ada yang mangap di ending bab ini?
Ah ya, aku bakal ngasih surprise di akhir minggu depan. Yang punya FB, add aku ya, Nureesh Vhalega. Surprisenya aku umumin di sana ;)
P.S : komen penuh amukan kutunggu :p
YOU ARE READING
Lost Soul (Lost #1)
RomanceSinopsis : Jesslyn Flair dan Cameron Alston adalah dua orang berbeda latar belakang yang anehnya sama-sama merasa tersesat. Mereka tidak tahu di mana seharusnya mereka berada, ke mana seharusnya mereka menuju. Tujuan mereka terlalu abu-abu. Dalam...