Siapa yang harus disalahkan?

67 6 1
                                    

Aline's POV

Aku sedang berada dikoridor sekolah. Aku melihat Fenda bernyanyi kecil dari kejauhan. Suaranya samar bak orang berbisik.

Aku ingin menghampirinya.

Namun aku tak sanggup.

Tubuhku terpaku.

Badanku gemetar.

Lalu-

Aku terbangun dari mimpiku. Rexxa, Adrian, Fenda, dan Ken mengelilingiku. Aku sedang bertanya-tanya apa yang terjadi denganku. Mengapa semua tampak cemas?

"Kamu tadi pingsan, istirahatlah." kata dokter uks sekolahku yang seolah-olah mengerti jika aku sedang bertanya.

Kaget.

Itu ekspresi pertama yang muncul dari mimik wajahku. Selama 17 tahun hidupku, aku bahkan tak pernah pingsan,-

"Tenanglah, kamu hanya capek. Jangan belajar terlalu keras, pergilah hang out"

walau kecapekan sekalipun.

"Terimakasih" hanya kata itu yang keluar dari mulut keluku.

"Berterimakasih lah kepada teman-temanmu ini sayang" ucap dokter seraya sambil tersenyum dan meletakkan obat-obat yang harus ku minum.

Aku menatap Rexxa, Adrian, dan Ken secara bergantian seolah mataku sedang menyampaikan terimakasih. Ada sedikit perasaan bersalah dimata biru milik Ken. Mungkin Ia merasa bersalah tak memaksaku untuk ke uks.

Aku tahu Fenda ada disitu, tapi entah mengapa kepalaku bergitu berat untuk menoleh dan bibirku kaku untuk sekedar mengatakan 'terimakasih' padanya. Tubuhku sedang tak bersahabat dengannya.

"Mana Dev?" tanyaku bingung yang membuat seisi kamar uks dilanda kebingungan juga.

"Dia ga masuk" jawab Fenda singkat dan disertai anggukan Rexxa dan Adrian seolah membenarkan perkataannya.

Adrian's POV

Di menit menit terakhir pelajaran sosio i-phone ku bergetar.

Ada sebuah dm Instagram yang masuk, Dari @Varexxa

'Aline pingsan. Sekarang di uks'

Pesan itu cukup membuatku kaget dan langsung membuatku mataku mencari keberadaan Fenda di sudut-sudut kelas. Tapi hasilnya nihil.

Aku mengirimkan screenshots pesan Rexxa yang belum ku jawab. Tampa menunggu dijawab aku langsung menyusul Rexxa di uks, dia cewek terpanik yang pernah gue punya.

Setibaku disana, ternyata Rexxa ditemani seorang lelaki yang tak ku kenali. Mimik wajah cemasku padanya kini berubah menjadi mimik yang susah dijelaskan.

Cemburu?

mungkin itu namanya.

Seolah is mendengar suara hatiku, Rexxa memperkenalkan lelaki itu padaku.

"Kenalin ini Ken, anak pindahan" jawab Rexxa singkat tetapi nadanya iba. Mungkin karena melihat Aline terbujur dikasur itu.

Love Is Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang