Didedikasikan untuk wiiiiin
****Noted: Part ini full flashback Arum-Bram ya..****
Karena kau ... aku dapat merasakan melayang setinggi langit.
Dan, karena kau pula ... aku memahami sakitnya jatuh terhempas.
_Cendana Arum_
*************************************
Sebelas tahun silam...
"Kau terlalu protektif padanya. Jangan begitu ... dia sudah cukup dewasa, dan kau tidak perlu setiap saat mengikutinya diam-diam seperti ini!"
"Diamlah, dan ikuti saja!"
Nila menghela napas keras. Dia jengkel sekali dengan sahabatnya itu, yang selalu saja memata-matai ke mana pun adiknya pergi. Padahal, sejak satu tahun lalu adik sahabatnya itu mengetahui bahwa sang kakak hanya seorang kakak angkat bukanlah saudara kandung. Dan, responnya sungguh sangat mencengangkan. Adik dari sahabatnya itu menolak keras, tak mau menerima sang kakak yang selama ini dikenalnya sebagai saudari lagi.
Seperti saat ini, Arum nekat membuntuti Bram hang-out bersama temannya di Mall, padahal setelah jam sekolah usai seharusnya Bram memiliki pelajaran tambahan bahasa Perancis Namun Bram malah membolos, dan have-fun dengan teman-teman se-gank-nya. Tak peduli dengan nilai-nilainya yang menurun.
Yang lebih tidak disukai Arum adalah; gadis-gadis cantik di sekitar adik angkatnya itu. Arum meradang---cemburu setiap kali bila ada seorang gadis yang dekat, ataupun yang menjadi kekasih Bram. Segala cara Arum lakukan, termasuk diam-diam dia sering mengancam gadis-gadis tersebut untuk menjauhi adiknya, dan tentu saja tanpa sepengetahuan Bramastha.
Arum terbiasa sejak kecil selalu berdekatan, selalu bersama dengan sang adik. Semakin bertambah usia, rasa posesif itu kian mendalam. Bram kecilnya telah tumbuh kembang menjadi remaja yang tampan lagi tangguh, dan mampu menarik perhatian lawan jenis dengan mudah, apalagi darah Mexico mengalir dalam tubuh Bram membuatnya memiliki aura memikat, mempesona dan tampak lebih menonjol dari remaja kebanyakan, tapi Arum amat sangat tidak menyukai akan hal itu.
Baginya... hanya dialah yang boleh memiliki sang adik... hanya dia yang boleh bersama sang adik. Tidak gadis lain!
Ketika mendapati sang adik memasuki sebuah cafe, Arum mengendap-ngendap mengekori langkah sang adik dan sesekali bersembunyi dibalik dinding stand-stand toko tak jauh dari Cafe---tempat di mana sang adik berada.
"Sepertinya tidak ketemuan sama cewek, Rum? Kita pulang saja yuk," rengek Nila.
"Tunggu sebentar lagi." Mendengar jawaban dari Arum, membuat Nila menghela napas lelah.
"Jangan berbuat sesuatu yang bisa membahayakanmu, Rum. Kau sendiri tahu, Bram yang sekarang bukanlah Bram bocah lucu yang menangis kepadamu ketika dia terjatuh."
"Aku tahu... tapi tetap saja aku tidak mau dia menjauh dariku," lirih Arum. Dalam diam----Nila menatap Arum sendu. Menyadari rasa sayang yang Arum miliki untuk sang adik telah berubah menjadi rasa posesif dalam konteks berbeda, yakni.... antara pria dan wanita.
Setelah menunggu cukup lama, dan dirasa tidak ada gadis-gadis centil menemui atau mendekati sang adik, Arum memutuskan untuk pulang ke rumah, lalu melaporkan perihal bolosnya Bram di pelajaran les pada sang kakek. Dengan begitu, Arum bisa mengontrol pergerakkan sang adik agar tidak terlalu bebas atau terjerumus ke hal-hal negatif. Bukan sebab itu saja, sejak Arum merasakan bahwa sang adik tersayang mulai menjauhinya... menghindari jika berada satu ruangan atau berjarak dengannya, dia tak rela sekaligus sedih. Apapun dipertaruhkan agar sang adik tersayang dapat terus berada di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Hope(less)
Romance"Kau tahu bagian paling berengsek dari cinta? Yaitu berjuang dengan rasa itu sendirian." Posisi Arum hanya sebagai anak angkat dan dianggap sebagai musuh terberat memperebutkan warisan oleh pria yang dia cintai sekaligus sang adik angkat, kerap kali...